Biru langsung menghunuskan tatapan tajam, ekspresinya tampak terancam, membuat Albi gemas ingin menjahilinya.
"She belongs with me." Ujar Biru penuh ketegasan, tapi teman-temannya malah menahan senyum meledek, pun dengan tatapan mereka. "And one day it will be so." Lanjutnya dengan nada suara satu oktaf lebih rendah, dia terdengar ragu-ragu.
Albi berdecak tak percaya dan memandang Biru dengan tatapan meremehkan. "Lo yakin? Dan itu kapan waktunya? Nunggu dia keburu nikah sama orang lain dan jadi janda?"
"Sialan!" Biru memukul kepala Albi keras-keras, wajahnya merengut masam. Sembarangan sekali cowok ini berkata seperti itu pada orang yang Biru sukai.
Sementara Bian dan Bisma yang menyaksikan pertengkaran kecil mereka hanya tergelak renyah, membuat beberapa pengunjung Café di sana melirik ke arah meja mereka sejenak karena begitu menarik perhatian.
"Makannya, Bi, lo beraksi, doong, jangan nguntit mulu bisanya. Bintitan baru tahu rasa, lo." Ucap Bisma dengan sisa-sisa tawanya.
"Yep." Bian menyahuti. "Leonardo da Vichi aja bilang kalau kehendak aja nggak cukup, itu harus diwujudkan dalam aksi. Dan lo cemen."
Biru yang mendengar itu langsung merengut sebal. Tapi dia tidak mendapat kesempatan untuk menyahuti karena Bisma dengan cepat menyambar.
"Dan Merry Riana juga bilang, dari hati jadi aksi, dari hati turun ke hati. Sementara lo? Dari hati malah jadi halu, lebih parah jadi objek fantasi sampai tiap bangun tidur lo ngompol di kasur."
Ucapan nyeleneh Bisma kembali disambut gelak tawa Albi dan Bisma, kali ini sedikit lebih keras sehingga terdengar menggelegar.
"Sembarangan, lo." Dan satu jitakan keras dari tangan Biru mendarat tepat di kepala Bisma hingga membuat cowok itu mengaduh kesakitan, tapi tidak menyurutkan tawa menyebalkannya.
"Gue tahu. Soalnya Tante Lisa yang bilang sendiri kalau dia bosen tiap hari nyuci seprai lo. Udah, deh, ngaku aja. Lo tiap malem mimpi aneh-aneh sama Jingga, kan?" Ledek Bisma lagi, membuat Biru menggeram kesal, wajahnya tampak merona menahan malu.
"Si anjrit, mesum juga lo ternyata." Timpal Bian. Sementara Biru kembali menggeram kesal guna menahan kesabarannya.
"Wait-wait. . . ." Albi mengangkat sebelah tangannya. "Sorry, nih, gue masih polos. Ngompol itu maksudnya si Biru mimpi bas– eemmmbb."
Sebelum Albi menyelesaikan kalimatnya, buru-buru Biru menyumpal mulut cowok manis itu dengan muffin sebanyak-banyaknya hingga Albi kesulitan untuk menutup mulut karena terlalu penuh.
"Polos-polos mulut, lo! Makan, niiiih. . . ." Biru dengan gemas terus menjejali muffin pada mulut Albi tanpa ampun. Sementara Bian dan Bisma kembali tergelak melihat Albi tersiksa.
"Kalian juga, ngapain ketawa kayak kuda mau dijual?" Ucap Biru sewot pada Bian dan Bisma, membuat mereka menghentikan tawanya seketika. "Masih mending gue ngompol, daripada kalian nonton porno." Imbuhnya nyeleneh.
"Ya sama aja, kambing." Sahut Bisma dan melempar tissue bekas, namun tak sampai mengenai wajah Biru.
"Dahlah gue cabut. Sial banget gue punya teman bentukannya kayak kalian." Biru yang kesal lalu menyambar tas ranselnya sebelum kemudian beranjak dari sana, meninggalkan teman-temannya yang memandangi punggungnya sambil geleng-geleng kepala. Ini untuk pertama kalinya mereka melihat Biru segila itu pada seorang gadis.
"Si kambing sensi amat, perkara diledek ngompol doang langsung cabut." Gerutu Bian yang melihat punggung Biru semakin menjauh dan menghilang di balik pintu kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...
10. Secret Admirer
Mulai dari awal