2. Araya Selalu Membuatnya Tersenyum.

118 3 0
                                    

     Jarum jam terus berputar. Sementara ada banyak aktifitas yang dilakukan orang tuanya di luar kamarnya. Araya masih saja dengan drama actionnya yang penuh dengan pertumpahan darah.

     Hujan sempat berhenti sejenak di siang hari, namun kembali turun bahkan sangat deras di sore harinya. Sepertinya hari ini matahari benar-benar tidak akan terlihat. Karena awan gelap sudah lebih dulu mengambil alih langit.

     Azan magrib sedang berkumandang. Suaranya sudah menyebar ke seluruh komplek perumahan. Di derasnya hujan, tampak beberapa bapak-bapak keluar dari rumah mereka menggunakan payung. Mereka semua melangkah menuju masjid. Itu merupakan pemandangan yang akan terlihat setiap harinya dikala azan sedang berkumandang.

     Araya baru saja selesai sholat magrib. Seperti biasa ia akan keluar dari kamar untuk membantu ibunya menyiapkan makan malam.

     Dilihatnya Pak Anto yang baru pulang dari masjid dan sudah menyalakan televisi. Ibunya juga sudah berada di dapur. Segera ia hampiri ibunya itu. Mereka tidak memasak lagi, hanya memanasi beberapa lauk yang tadi siang mereka santap.

     "Ma, ini telur cuma sisa 2?" Ibunya yang sedang menyendok nasi mengangguk tanpa bersuara.

     "Lah, tadi pagi kan Aya beli 6 ma. Mama dadar telur pakai 4 butir?"

     "Kayak gak tahu papamu aja. Papamu itu kan rakus."

     "Kalo gitu ini sisanya untuk Aya ya."

     Sambil menggelengkan kepala ibunya menjawab. "Kan sudah ada ayam kecap. Gak cukup?"

     Tak peduli dengan perkataan ibunya, Araya langsung memanaskan sebuah teflon di atas kompor. Ia beri sedikit minyak bawang, lalu ia orak-arik dua butir telur yang tersisa di dalam kulkas.

     "Pengen telur orak-arik loh ma."

     "Jadi ayam kecapnya gimana? Kan sayang."

     "Ya Aya makan juga lah. Tenang aja mama. Beres itu semua."

     Mungkin karena sedang hujan, malam itu Araya makan dengan sangat lahap. Ia menghabiskan telur orak-arik dan ayam kecapnya bersama satu piring penuh nasi hangat. Saking kenyangnya ia hanya minum beberapa teguk saja karena kini perutnya sudah benar-benar penuh.

     "Lama-lama badanmu bakalan sama kayak si Ovi."

     "Gapapa lah. Yang penting hepi. Lagian Aya udah lama gak berak. Kalo makan banyak acem ini, besok pagi pasti berak."

     Dengan ekspresi jijik Pak Anto memukul meja makan. "Is, jorok kali! Lagi makan kok sebut-sebut berak!"

     "Astagfirullah. Maaf pa, Aya khilaf."

     Ada-ada saja memang obrolan keluarga ini ketika di meja makan.

     "Oh iya, mama pengen onde onde. Bentar lagi kamu belikan ya. Mau mama makan besok pagi."

     "Aduh mama.. Ini tuh malam minggu, Aya males keluar. Rame kali di jalan. Masih hujan pun."

     "Udah gak hujan kok. Gerimis dikit lah." Sahut Pak Anto sambil mengunyah.

     "Ya kalo gitu sekarang aja kamu perginya. Ini kan masih jam 7 lewat. Belom rame. Lagian, cemana kali lah ramenya Kota Langsa ini."

     "Mama ini lah. Males kali lah kita. Papa ajalah yang pergi. Ya pa?"

     "Gak bisa. Papa mau nonton pilem." Saking gak maunya disuruh, ayahnya langsung pergi dari meja makan bersama piringnya lalu duduk di sofa di hadapan televisi.

DOKTERKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang