Delon tertawa hambar. "Iya. Udah dulu, ya, Rel? Saling kasih kabar aja tentang Ravel."
"Oke, get well soon, Del!"
Simpan 'get well soon' lo itu buat Ravel, kakak lo itu jauh dari kata baik-baik aja sekarang, Rel, kata Delon dalam hati.
Delon meremas kuat ponselnya, tentu tidak akan hancur. Ia kembali terisak, membenamkan wajahnya di balik lututnya.
Orang-orang yang lewat menatapnya pilu dan kasihan, tapi ia tidak peduli.
~~~
Delon duduk menghadap dokter. Tidak ada percakapan di antara mereka. Delon belum siap mendengar lagi berita buruk mengenai kondisi sahabatnya.
"Delon, Ravel sudah melewati masa kritisnya," kata dokter. Delon akhirnya bisa bernafas lega, ini yang ingin ia dengar dari mulut dokter itu.
"Kenapa belum juga menghubungi keluarganya? Saya kasihan melihat kamu sendirian mengurus Ravel, apa tidak menjadi beban bagi kamu?" tanya dokter.
"Ini permintaan Ravel, dokter, saya tidak berani membantahnya. Saya juga tidak tahu kapan Ravel akan memberitahu keluarganya. Ravel sudah saya anggap saudara saya sendiri, hanya saya yang ada di sisinya untuk saat ini."
Dokter tersenyum bangga. "Ravel beruntung memiliki teman seperti kamu. Dia memang tidak boleh menanggung semuanya sendirian."
"Terima kasih, dokter. Bukan berarti keluarga dan sahabat Ravel yang lain tidak peduli, mereka hanya belum tahu kondisi Ravel," kata Delon.
"Ya, saya mengerti. Ya sudah, kamu boleh menemani Ravel di ruangannya, tapi kamu juga jangan lupa istirahat," ujar dokter.
"Ya, dokter, terima kasih ...."
Ingatlah, Delon rela bolos sekolah hanya untuk menjaga Ravel. Jika Delon tidak bersama Ravel, mungkin tidak ada yang tahu kalau Ravel collapse. Jika Ravel sendirian, mungkin tadi nyawanya sudah tidak tertolong.
Mata Delon berkaca-kaca, menatap sahabatnya yang terbaring tidak berdaya dan tidak tahu kapan akan bangun.
"Lo harus bangun, Vel, mereka udah nyariin lo." Delon bermonolog, berharap Ravel mendengarnya.
"Gue numpang tidur, ya, Vel? Jangan ngerjain gue, gue nggak mau ntar pas gue lagi tidur, lo malah kritis lagi. Kita ngobrol di alam mimpi aja, ya?"
Delon merebahkan dirinya di sofa yang tersedia di sudut ruangan, tidak lupa ia mendoakan Ravel terlebih dahulu sebelum tidur. Ia langsung terlelap saat memejamkan matanya karena rasa lelah dan kantuk yang melanda.
Siapa yang tidak ingin memiki sahabat seperti Delon? Hatinya tulus untuk para sahabatnya. Ia selalu ada untuk mereka saat susah maupun senang, sehat maupun sakit. Tidak terbayang jika dirinya harus kehilangan salah satu sahabat terbaiknya, betapa hancur hatinya nanti.
***
Ravel sudah sadar sejak beberapa jam yang lalu, dan kalimat pertama yang ia katakan sukses membuat Delon diam termenung.
"Gue pengen nyerah sekarang, Del."
Apa Ravel benar-benar sudah lelah?
Delon tidak bisa menahan Ravel, dia melihat sendiri bagaimana sahabatnya tersiksa karena penyakit itu. Tak hanya tubuhnya, tapi batin Ravel juga tersiksa.
Tekanan pekerjaan yang belum saatnya ditanggung oleh Ravel.
Delon tahu, Ravel terpaksa karena menghormati orang tuanya. Ravel mengorbankan masa remajanya selama bertahun-tahun hanya untuk menuruti keegoisan orang tuanya.
Dan sekarang Ravel sudah menyerah, dia tidak mau lagi menjadi boneka marionette ayahnya. Ravel ingin menjadi dirinya sendiri.
"Bilang ke mereka, gue nungguin di sini, Del ...."
~~~
Delon mengacak rambutnya, frustrasi. Menunggu dokter menangani Ravel yang lagi-lagi drop.
Ya, setelah ucapan terakhir Ravel tadi, tiba-tiba ia kejang dan kembali tidak sadarkan diri, membuat Delon kalut setengah mati.
Apa yang harus ia lakukan? Menelpon Darrel? Atau Jessica?
Orang tua Ravel? Tidak mungkin.
Gabriel? Masih di luar negeri.
Deandra? Ide buruk. Gadis itu akan syok nanti.
Aarrghh! Semuanya aja sekalian! pikir Delon, putus asa.
Pemuda itu membuka pesan grup yang berisi orang-orang penting -menurut Ravel si pembuat grup- termasuk Jessica dan Joanna.
| Semuanya, ini penting. Kakak kalian, sahabat kalian, sahabat KITA, Ravel ... dia di rumah sakit, dia butuh kalian sekarang.
| @DarrelMttw Hubungin ortu lo, kakak lo kritis.
Setelah itu, Delon mematikan ponselnya. Membiarkan orang-orang itu datang dengan sendirinya.
Bersambung ....
###
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEL [END]
Fanfiction[Brothership | Siblings | Family | Friendship | Sad] *Mohon vote, komen, dan share kaka... Thankyou😊* Jika Ravel bisa memutar waktu, ia ingin kembali ke masa kecilnya saja. Masa kecilnya yang begitu bahagia, kebersamaan dengan keluarga dan para sah...