17.| PENOBATAN

Mulai dari awal
                                    

Semua pandangan tertuju pada Aluna, begitu juga dengan Hiro yang menatap Aluna dengan aneh. Namun, jangankan menyapa, tersenyum pun tidak. Aluna hanya berjalan lurus ke depan melewati gelaran karpet merah yang terbentang pajang di sana.

Ekspresinya mengatakan bahwa ia tak ingin berbasa-basi. Mulai acaranya dan akhiri secepatnya. Ahli Waris pun mengambil tongkat yang di anggap kesakitan Aluna berdiri di samping Alhandra dan acara penobatan resmi di mulai.

Alhandra mengambil mahkota dari atas nampan yang di pegang York. Lalu memasangkannya di kepala Aluna.

“Kan ku serahkan tahta ini, setelah aku tak bernyawa resmi untuk penerusku, ALUNA DE FORGERS CHARLOTTE!”

Suara Alhandra menggema dan Aluna bangkit dari kedudukannya. Tak lama Ahli Waris memberikan tongkat kesaktian, yang langsung di sambut oleh Aluna.

“QEOO XIN KHA HORA, MULAI SEKARANG GADIS YANG BERNAMA ALUNA DE FORGERS CHARLOTTE INI, RESMI MENJADI PENERUS SELANJUTNYA!!”

Aluna menyambut kata itu dengan balasan yang seharusnya. “Qeoo xin kha hora, kuterima takdir ini, sampai mati demi Carlotte dan untuk Alethea!”

Suara tepuk tangan menggema beriringan di seluruh ruangan. Para rakyat yang menyaksikan ikut terharu mereka bertepuk tangan dengan antusias berharap kedepannya Aluna mampu menepati semua janjinya.

Suara lantunan musik klasik kembali terdengar, penobatan telah selesai janji mati telah terucap akhirnya calon penerus menjadi penerus yang betul-betul di tetapkan selanjutnya. Tanpa di sadari waktu telah berjalan dengan cepat. Semua orang kini telah berdansa dengan pasangannya masing-masing. Aluna menatap semua itu dengan raut muka yang begitu memilukan. Ingin sekali ia menangis sekencang-kencangnya. Tapi untuk apa? Menangis tidak akan pernah bisa merubah keadaan.

Aluna menyeka air mata yang hendak tumpah. Isak tangisnya terdengar pilu. Lagi-lagi ia tak sanggup memikirkan semuanya, semalaman ia tak bisa tidur karena semua ini dan pada akhirnya penobatan ayang begitu ia nantikan menjadi ketakutan terbesar dalam dirinya.

“Banyak sekali stok air mata mu, ya...”

Aluna mendongak, ia menyadari Joy ternyata sudah lama bertengger duduk di atas penyanggah balkon.

“Sedari kecil, aku memang sangat mendambakan keluarga. Tapi tidak dengan merebut milik orang lain…” Air mata Aluna kembali menetes. Ia menghapus air mata itu dan mengingat masa-masanya di panti asuhan.

“Dasar anak aneh, pantas saja tidak ada yang ingin mengadopsi mu!”

“Benar, aku sangat iri pada anak-anak lainnya yang diadopsi lebih dahulu. Seakan dunia tak pernah menganggap keberadaan ku…” suara Aluna bergetar akibat isak tangis. “Sebenarnya, aku hanya menginginkan keluarga, aku hanya ingin keluarga!!” derca Aluna dengan air mata yang menderu.

   “Hai Putri!”

Tiba-tiba, suara taka sing terdengar. Aluna cepat-cepat menghapus air matanya, mendapati Hiro yang berdiri di belakangnya.

Aluna tersenyum kecil, “Hiro?” ucapnya sebisa mungkin mencoba bersikap seakan tak terjadi apa-apa.

“Matamu terlihat berbeda, kau menangis?” tanya Hiro pada Aluna.

Aluna menggeleng cepat. “Tidak, tidak sama sekali!” ujarnya penuh kebohongan.

Hiro yang mendengar pun tertawa kecil, “kalau begitu…” ia seketika membungkuk dan meraih tangan Aluna.

Aluna sedikit terkejut, begitu juga dengan Joy, ia sontak mengerutkan dahinya, menatap Hiro dengan pandangan tidak suka.

Hiro meraih tangan halus Aluna lalu tersenyum hangat.

“Jika berkenan, saya mengajak anda untuk berdansa, Tuan Putri?” tanya Hiro.

Aluna menatap sejenak, namun di detik selanjutnya senyum indah terukir di wajahnya, Aluna mengangguk menyetujui ajakan Hiro. Tak berlama-lama, keduanya pun turun dari lantai dua, menikmati tarian serta musik klasik yang cukup elegan. Tak menyadari tatapan Joy, yang melihat aneh ke arah mereka berdua.

...•๑✿๑•...

Pesta besar tadi tanpa di sadari telah berakhir, banyaknya tamu berpergian pulang setelah menerima keceriaan yang diharapkan, hanya terdapat sisa-sisa kesenangan yang terselip di balik rasa kesepian.

Sepertinya, langit mendukung tangisan mereka, buktinya, hujan turun dengan lebat di malam itu, bahkan jam Emerland yang sedari tadi berbunyi saja tak terdengar jelas.

Kala itu, Alhandra mematung di atas balkon, menatap bulir demi bulir tetesan air hujan turun. Ia  mengingat tangisan Hiro kala itu, ia benar-benar merasa bersalah akan semuanya. Lalu hal yang ia ingat kembali, saat menatap mata Aluna yang bertatap haru penuh kesedihan membuat Alhandra semakin merasa bahwa Aluna tengah dilanda masalah besar.

Rasa bersalah yang begitu mengiris hatinya. Ia tak mampu menyelesaikan semua ini sendiri. Tapi ia tak ingin membuat orang lain ikut pilu atas penderitaan yang ia rasakan. Alhandra berbalik badan. Dadanya terasa sesak pada saat yang sama. Aluna dan Hiro. Mereka, anak-anak yang sangat ia sayangi itu terlihat begitu sengsara. Dan ia tau, ini semua salahnya.

Alhandra memandang langit sunya, beranjak menuju tepian senja. Nyeri yang ia rasa begitu nyata. Mungkin ia tak bisa menahannya lebih lama lagi, rupanya, Alhandra telah terjatuh setelah terbatuk darah, dan ia menutup matanya dengan tenang.

“Maafkan Ayah, anak-anak..”




BERSAMBUNG


Typo tandai ya ✨

_______________________________

Akun sosmed Author:
Tiktok: Ad_ebintang
Instagram: _ebintang

ALLETHEA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang