28. suami? istri?👩‍❤️‍👨

Mulai dari awal
                                    

Hati Regan terus menghangat ketika bersama Fia. Banyak hal yang Regan pikirkan sambil terus menatap punggung yang kecil nan imut itu. Fia sudah banyak berubah ya. Gadis yang dulu begitu cuek dan kasar padanya, mulai memberi kehangatan yang sangat menenangkan. Gadis yang dulu hanya bisa terus mengomel, sekarang bahkan nada bicaranya terkadang halus. Gadis yang dulu selalu menatapnya dengan wajah datar dan terkesan kesal, kini mulai sering tersenyum. Gadis yang dulu dengan ogah-ogahan memberi bantuan meski Regan memintanya, sekarang malah menjadi orang yang lebih dulu mengulurkan tangan. Jadi, bagaimana mungkin Regan tidak jatuh hati padanya.

Fia ku, manis ku, sayangku, cintaku, milikku.

Apalagi melihat Fia yang memakai celemek sambil menghangatkan bubur untuknya, rasanya...seperti di buatkan makanan oleh istri. Duh! Regan mikir apasi! Imajinasinya mulai kebablasan. Regan jadi malu atas imajinasinya sendiri.

Fia menaruh semangkuk bubur tepat di hadapan Regan, membuat lamunan itu buyar. Melihat Fia yang hendak duduk di samping kursinya, Regan diam-diam menarik kursi itu sampai menempel pada kursinya sendiri. Agar jarak mereka bisa semakin dekat.

Celemek itu sudah lepas dari pakaiannya. Rambut yang di ikat kencang, membuat leher putih Fia semakin terlihat. Beberapa anak rambut Fia yang berada di sisi dahi jatuh karna rambut itu di ikat sembarangan. Tangan Regan terulur lalu menyelipkan anak rambut itu dengan gerakan begitu lembut. Fia memutar kepalanya pada wajah Regan yang tengah menatapnya hangat, lalu tersenyum begitu lembut.

"Kamu cantik," katanya dengan suara pelan namun sarat akan keseriusan dan arti yang dalam. aku suka, lanjutnya dalam hati.

Fia mematung. Rasanya perutnya saat ini di isi oleh ribuan kupu-kupu yang tengah terbang. Perasaan ini aneh namun Fia suka.

Fia memiringkan kepalanya, membuat tangan Regan yang semula menyentuh rambutnya, membuatnya jatuh dan menangkup satu sisi pipi Fia. "Makasih," Fia tersenyum dengan begitu manis.

Sangat manis sampai Regan tak dapat mengalihkan pandangannya. Regan menarik tangannya. Mengalihkan pandangan dari wajah Fia. Pasti pipinya sudah bersemu merah saat ini.

"Ah, ayo di makan buburnya. Udah gue hangatin," kata Fia memecah keheningan yang semula mendera mereka berdua.

Regan menatap bubur itu dengan ekspresi tidak nafsu. Bubur itu sangat polos tanpa topping. Regan suka bubur ayam tapi tidak suka bubur jenis ini. Pasti rasanya sangat hambar.

"Fia duluan saja. Aku kenyang."

"Loh kenapa? Lo masih sakit. Harus makan biar cepet sembuh."

Regan menarik tangan Fia lembut dan menempelkannya di dahi. Gerakan tiba-tiba itu membuat tubuh Fia jadi condong ke arahnya dengan jarak yang cukup dekat dan hampir membuat tubuh Fia jatuh kalau tangan satunya tidak ia tempatkan di dada Regan sebagai tumpuan. "Gimana? Udah gak panas kan?" Regan nampak tersenyum miring dengan mata mengerling nakal.

Seolah tersadar, Regan langsung melepaskan tangan Fia. Ia merasa malu. Duh, kenapa dia jadi agresif seperti ini? Bahkan Fia hanya bisa terdiam. Nampak begitu terkejut. Regan harus menahan diri.

"I-iya lo udah gak panas. Tapi sarapan itu tetep harus." Fia melirik ke perut Regan yang kempes, "tuh liat, perut lo udah gepeng gitu. Harus di is-" ucapan Fia terpotong kala melihat perut Regan yang berubah besar seperti badut.

Ia melirik Regan dengan tatapan meminta jawaban. Yang di tatapan hanya cengengesan lalu memasang wajah angkuh.

"Perut aku gede tuh. Berati aku gak perlu makan. Lagian buburnya terlihat polos banget, kayak enggak ada rasa."

Fia mengulum bibir, nampak sedikit emosi. Ia memukul perut Regan, membuatnya kempes seperti seharusnya.

"Sakit Fia. Kenapa kamu pukul aku?"

cukup kamu! {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang