Giselle berhasil keluar dari gedung utama kompleks kediaman Cromwell. Begitu pula tembok setinggi empat meter yang mengelilingi kompleks kediaman Cromwell, memisahkannya dari dunia luar. Tentunya Giselle tidak menggunakan gerbang utama, melainkan pintu kecil di belakang istal yang jarang sekali dijaga oleh prajurit.

“Haah! Akhirnya keluar juga.” Kata Giselle, sambil berkacak pinggang memandang kagum kemegahan rumah Duke Zander. “Semoga pertunjukannya belum dimulai.” Giselle harus bergegas agar tidak ketinggalan pertunjukan.

–—⸙⸙⸙—–

Keberadaan Giselle di ruang publik—dalam penyamaran seorang anak lelaki—sering kali menarik perhatian khalayak ramai. Mereka penasaran, siapa kiranya anak lelaki itu? Rupa menawan, pastilah seorang anak dari kalangan bangsawan. Namun, dilihat dari pakaian sederhana berbahan kualitas rendah, jelas bukan ciri khas bangsawan maupun saudagar kaya. Karena mereka biasanya memakai pakaian mewah dengan bahan berkualitas nomor satu, dan pastinya tidak mungkin berkeliaran seorang diri tanpa pengawalan ksatria.

Di dalam novel “Protagonist's Misfortune”, penyamaran Giselle menjadi anak lelaki dari kalangan “bawah” berparas rupawan justru memancing pelaku sindikat perdagangan budak ilegal untuk menculiknya, dan menjualnya dengan harga fantastis. Namun, aksi penculikan tersebut dapat digagalkan oleh Victor yang saat ia sedang menjalankan misi dari Raja Zach untuk menumpas sindikat tersebut.

Hal itu membuat Giselle waswas, jika suatu waktu aksi penculikan tersebut benar terjadi seperti di dalam naskah novel asli. Giselle berharap, sedikit perubahan alur yang telah terjadi dapat menciptakan butterfly effect di kemudian hari.

Giselle tiba di tempat pertunjukan. Ia datang sedikit terlambat, alun-alun kota berjubel, penuh sesak oleh warga yang ingin melihat hiburan rakyat paling populer dan pastinya murah-meriah. Mereka mengelilingi para pemain sirkus, membentuk lingkaran manusia tidak sempurna.

Giselle mendesah kesal. “Sial! Kalau punggung semua gini, apanya yang mau dilihat coba!?” gerutu Giselle.

Memiliki tubuh pendek memang menyusahkan. Sebagian orang menganggapnya kesialan tiada akhir—selama ia masih pendek, tapi sebagian lagi mampu memanfaatkan kekurangannya untuk melangkah mendahului orang-orang bertubuh tinggi, meski membutuhkan tenaga ekstra.

Sama halnya dengan Giselle saat ini. Ia mengerahkan sekuat tenaga untuk menyalip melalui sela-sela, menerobos masuk kerumunan manusia beragam usia, berharap bisa melewatinya sampai ke bagian terdepan. Namun, ternyata itu sangat sulit. Giselle terjebak di antara kerumunan manusia, terimpit dari berbagai sisi. Ia merasa seperti sebuah patty yang diapit oleh dua roti serta tomat dan selada.

“Aku harus lebih giat latihan fisik disisa waktu yang tersisa di bulan ini bersama Pelatih Nolland.” Batin Giselle, menyesali keputusannya.

Giselle yang hanya gadis sepuluh tahun terempas, terombang-ambing terbawa arus manusia yang berdesakan. Sebisa mungkin ia mempertahankan pijakan kakinya agar tidak terjatuh, dan terinjak-injak. Lalu tiba-tiba sebuah tangan dengan kain berbau menyengat membekap mulut Giselle.

“Oh, Ya Tuhan, apalagi ini?!” batin Giselle berteriak panik.

Giselle memberontak, mencoba melepaskan diri dari bekapan tangan tersebut. Mulai dari memukul-mukul tangannya, menyikut perut, menginjak, dan menendang kaki orang yang membekapnya. Namun, usahanya sia-sia. Orang yang membekapnya pastilah pria bertubuh kekar nan kuat, sangat mustahil bagi Giselle untuk lepas darinya.

Pandangannya mulai kabur, kaki-kakinya tidak mampu lagi menahan beban tubuhnya, Giselle pasrah saat seseorang mencoba mengangkat tubuhnya. Satu-satunya hal yang terpikirkan oleh Giselle adalah, ia diculik.

Trapped In A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang