"Papa tau semuanya," ujar Abi tiba-tiba membuat Langit langsung melepas pelukan Zaiya.
Zaiya yang mendengar itu langsung mengernyit bingung. Apa yang anaknya sembunyikan sampai ia sendiri tak tahu.
"Amelia Puspita itu pacaran kamu kan? Yang meninggal kemarin?" tanya Abi yang membuat Langit mengangguk kecil.
Wajah garang dan cool Langit telah hilang entah kemana. Wajahnya terlihat seperti anak kecil saja.
"Inalillahi wa innailaihi rojiun!" Zaiya terkejut dengan penuturan itu.
Amelia adalah anak dari teman arisannya. Kenapa mereka tak memberitahu Zaiya.
****
"Buka matanya dengan perlahan," ucap seorang dokter yang langsung dituruti oleh seorang gadis yang tak lain adalah Bulan.
Dengan perlahan ia membuka matanya namun penglihatannya masih terlihat blur yang membuat Bulan harus kembali memejamkan matanya. Sang Papa yang bernama Rudri itu hanya berdoa, semoga anaknya bisa melihat dan tak gagal dengan operasinya ini.
"Masih gak bisa melihat dengan jelas, dok," ujar Bulan sedikit panik.
"Jangan terlalu panik dan memaksakan. Tunggu sebentar, setelah itu buka kembali matamu," perintah dokter itu. Beberapa detik berlaku, dokter itu kembali menyuruh Bulan untuk membuka matanya dan lagi-lagi penglihatannya tetap sama saja.
Hal itu membuat Bulan takut jika tak bisa melihat lagi.
"Papa, Bukan masih gak bisa melihat!" rengeknya.
"Jangan panik, kita tunggu dua hari lagi. Dan tetap semangat, Bulan!" ucap dokter itu.
"Berbaringlah, saya akan meneteskan tetes mata untukmu lalu kembali di perban," jelas dokter itu yang langsung di turuti oleh Bulan.
Setelah itu, dokter pun keluar, meninggalkan kedua anak Papa itu.
Yah, hari ini adalah hari kelima setelah operasi transplantasi mata yang Bulan lakukan namun, Bulan masih tak bisa melihat. Tapi, ia masih tak putus asa. Jika memang dia tetap tak bisa melihat maka yang bisa ia lakukan adalah pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Kamu yang kuat ya, nak?" ucap Papa Rudri yang dibalas anggukan Bulan.
"Bulan, anak Papa yang kuat," kata Papa Rudri.
Bulan hanya tersenyum manis. Ia bersyukur, walaupun Mama tirinya tak menyayanginya tapi setidaknya sang Papa masih terus memberikan perhatiannya kepada Bulan.
"ALLAHUAKBAR ... ALLAHUAKBAR!!" Suara adzan itu begitu merdu, membuat hati Bulan yang tadinya gelisah menjadi lebih tenang.
"Papa, Bulan mau sholat, apa disini ada mukena?" tanya Bulan.
"Tunggu sebentar," ucap Papa lalu terdengar suara langkah kaki menjauh.
Bulan pun bertayamun, walaupun matanya tak bisa melihat, itu bukan halangan untuk Bulan berserah diri kepada Allah SWT.
Tak lama terdengar kembali langkah kaki yang semakin mendekat, yang ternyata itu adalah Papa Rudri.
"Papa pakaikan mukenanya ya?" Bulan mengangguk mengiyakan.
Dengan telaten Papa Rudri memakaikan mukena yang diambil dari mushola rumah sakit. Wajah Bulan benar-benar cantik dengan balutan jilbab, namun, Bulan masih enggan untuk menggunakan hijab, padahal hijab itu wajib untuk setiap wanita muslim.
....
Disisi lain, Langit kini tengah duduk termenung di markas BT. Hal itu membuat Riky penasaran dan langsung berlari dan melompat."Ganggu lo," sarkas Langit lalu berdiri menuju rooftop.
"Ya elah, lo kenapa sih?" tanya Riky bingung.
Riky baru ingin melangkah mengejar Langit tapi di tahan oleh Daren. "Biar gue saja," ujar Daren lalu berjalan menyusul Langit.
Di rooftop langit tengah memandang isi kota yang tak semua ia bisa lihat. Kenangan-kenangan bersama Lia terlintas begitu jelas di memori ingatannya. Rasa sesak di dada begitu terasa. Bayangkan saja, bagaimana rasanya ditingkatkan oleh orang yang di cintai? Itu pasti terasa sakit.
"Masih ingat Lia?" tanya Daren namun, tak mendapatkan jawaban dari Langit.
"Udah, ikhlasin aja. Lo harus lanjutin hidup walaupun tanpa Lia," jelas Daren sembari menepuk punggung Langit.
"Ikhlas bukan berarti melupakan, jadi maklumlah kalau gue masih terus nginget dia. Gue cuma rindu sama Lia. Buka meminta Lia untuk kembali," balas Langit dengan helaan napas panjang.
"Bagus!! Gue percaya sama lo, Lang. Lo pasti bisa." Daren kembali menepuk punggung Langit, seakan memberikan kekuatan kepadanya. Lalu Daren pun kembali turun dari rooftop guna memberikan rubah untuk Langit mengekspresikan rasa sakitnya.
Daren tau kalau Langit ini, orangnya gengsian jadi ia tak akan mengganggunya untuk saat ini, agar dia tak tanggung-tanggung meluapkan apa yang ada dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Bulan dan Langit
Teen Fiction"Mungkin kamu tak akan melirikku walaupun sesaat. Tetapi setidaknya, jangan kamu tunjukkan sesuatu yang membuatku sakit" ~ Bulan Aisyah Willano
Bab 6 ~ Kepergian
Mulai dari awal