“Beruntunglah, aku diajak Alin untuk megajukan lamaran di sini. Aku harap kita ditempatkan di divisi yang sama. Agar kita bisa membantu satu sama lain,” ucap Bela.

“Kupikir tak semua dari kita akan ditempatkan di divisi yang sama, mungkin akan di bagi menjadi dua orang per divisi,” ujar Faresta. Lelaki yang mengenakan kemeja putih gading itu menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan tiga orang gadis yang satu kelas dengannya itu.

Karena program study magang ini, mereka yang awalnya tak terlalu akrab sepertinya akan menjadi akrab mulai sekarang. Menjadi kawan sejawat satu nasib dalam perusahaan ini.

“Semoga aku di tempatkan di divisi keuangan,” ucap Alin.

“Bagaimana denganmu? Kau mau ditempatkan di divisi mana Jisa?” tanya Bela.

Jisa nampak berpikir, sebenarnya dia tak telslu ngoyo dalam hal ini. Di manapun dia akan ditempatkan dia akan menerimanya. “Divisi administrasi,” ucapnya.

“Semoga saja sesuai harapan,” ucap Bela.

“Kita semua pasti diterima bukan, kudengar interview ini hanya test sebelum kita mulai bekerja,” ujar Alin.

“Dari mana kau tahu?” ujar Faresta.

“Dari senior,” jawab Alin.

“Semoga saja,” ucap Bela.

Jisa menatap ketiga orang di dekatnya itu, bergumam dalam hati semoga mereka semua bisa diterima magang di sini. Hening kemudian, Jisa berharap semoga setelah Hasbi keluar nanti adalah gilirannya.

Tiba-tiba mereka mendengar sedikit keributan di kursi tunggu sebelah mereka yang ditempati beberapa mahasiswi yang berasal dari universitas lain.

“Ada apa?” tanya Alin nampak penasaran.

Jisa dan Bela mengedikkan bahunya tak tahu, tapi  sesaat kemudian mereka akhirnya tahu apa yang menjadi bahan perbincangan mahasiswa-mahasiswa beralmamater hitam itu. Beberapa staf lewat di lorong yang tengah mereka tempati saat ini, mereka pikir itu adalah petinggi-petinggi utama di perusahaan.

“Direktur utama, sepertinya baru datang,” ucap Faresta yang sejak tadi diam-diam memperhatikan.

Mereka kemudian berdiri saat melihat orang-orang di sekitarnya berdiri. Jisa melihat dengan seksama orang-orang yang berjalan melewatinya itu. Hingga kemudian matanya terfokus pada satu sosok diantaranya. Vincent, lelaki itu berjalan begitu gagah dan berwibawa dengan beberapa staf yang mengikuti di belakangnya. Lelaki itu memakai setelan jas yang tadi pagi disiapkannya. Jisa merasa melihat sosok lain saat kini menatap lelaki itu. Dia buru-buru menundukkan pandangannya saat rombongan lelaki itu melewati kursi yang ditempatinya dan teman-temannya yang lain.

Entah kenapa tiba-tiba dia merasa gugup. Sungguh mendebarkan rasanya saat nanti dia harus berhadapan dengan Vincent dalam lingkup formal perusahaan seperti ini.

“Yang tadi itu Direktur Utamanya?” tanya Alin menepuk kecil tangan Faresta di sebelahnya.

Mereka kembali duduk setelah rombongan itu berlalu.

“Iya, Direktur Utama, Sekretaris, Asisten, Manajer Administrasi, Manajer Konstruksi,” ucap Faresta.

“Waw, kau tahu sedetail itu. Apa kau sedang mengarang?” celetuk Bela.

Faresta berdecak memutar bola matanya. “Kakakku adalah asistennya, laki-laki yang bersisian dengan wanita berambut ikal tadi adalah Kakakku, aku tahu semua informasi itu darinya,” katanya.

Bela dan Alin nampak langsung menutup mulut terkejut.

“Demi Tuhan, jadi kau masuk ke sini lewat jalur orang dalam?” ujar Bela.

TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang