22. Keramas

Mulai dari awal
                                    

"Apa, Pak?"

"Masuk sini."

Asmi mengernyitkan kening. Ngapain dia disuruh masuk ke kamar mandi?

"Bapak masih pake baju, kan?" tanyanya bingung.

"Udah sini dulu."

"Iya, deh."

Tama tampak berendam di bathub, sehingga tubuhnya tertutup oleh larutan shower bomb.

"Sekarang, bantu aku untuk merasa lebih baik."

"Suruh ngapain?" tanya Asmi cemas.

"Keramasin aku sini."

"Keramas doang, kan?"

"Iyaaa. Ya udah ambil samponya."

Asmi mengambil sampo dan kondisioner, juga sebuah dingklik di bawah wastafel. Lalu dia duduk di belakang Tama.

"Permisi, Pak," ucap Asmi sebelum mengucurkan air dari shower ke kepala Tama.

"Bukannya tadi Bapak udah mandi?"

"Iya, tapi cuma sebentar."

Tama selalu suka suara pompa botol sampo. Apalagi setelah dibusakan dan wanginnya menguar, itu benar-benar bisa meredakan stress. Dia sebenarnya tahu kalau Maryana sengaja menyuruh Denis untuk protes tentang kabin buat Asmi. Anaknya itu, memang terlalu polos.

Namun, dia tidak ingin mengatakannya pada Asmi. Sebab, Tama khawatir jika nantinya akan tumbuh kebencian di hati wanita muda itu. Kebencian pada Maryana. Sehingga Tama memutuskan untuk merahasiakan dari Asmi.

"Kenapa tadi Bapak bilang kayak gitu di depan mereka? Semalam kan, kita nggak ngapa-ngapain, Pak?"

"Aku agak kesal saja."

"Heh, nggak boleh gitu. Nanti mereka cemburu, loh."

"Biarin!"

"Aduh. Bisa-bisanya Bapak bilang kayak gitu. Harusnya setelah ada aku, Bapak jadi lebih baik lagi sama mereka, lebih peduli, lebih perhatian gitu. Supaya mereka nggak merasa tersisihkan. Kok, malah sengaja bikin cemburu?"

Tama menahan tawa. Apa yang dikatakan Asmi ada benarnya juga. Tama juga sudah memikirkan itu. Namun, dia ingin juga memberi sedikit 'hukuman' untuk tiga istrinya.

"Bapak denger nggak, sih, Asmi ngomong?" tanya Asmi dengan bibir sedikit dimajukan. Tangannya terus menggosok dan membusakan sampo.

"Iya, Asmi. Sudahlah jangan ngomel begitu. Aku kan, sedang menikmati perawatan darimu."

"Hmmm."

"Tolong katakan hal yang menyenangkan untukku."

"Misalnya apa? Mau aku ceritain alur cerita drakor Start Up?"

"Oh, kamu suka nonton drama ya? Di mana biasanya kamu nonton?"

"Ya itu di tele, Pak."

"Haduh. Pakai aplikasi streaming aja yang legal, nanti kamu download terus aku bikinkan premium. Kamu bisa puas nonton semua yang kamu suka. Apa kamu bercita-cita ingin ke Korea?"

"Enggak pernah kepikir, Pak."

Betapa kasihannya, batin Tama. Dia berencana akan mengajak Asmi jalan-jalan suatu hari nanti. Asmi membilas rambut Tama, lalu memakaikan kondisioner. Setelah itu, Tama memintanya untuk keluar dari kamar mandi.

"Sudah cukup, Asmi. Terima kasih."

Mereka berdua kemudian menghabiskan waktu bersama untuk menonton drama Korea. Sampai tiba waktunya makan siang tiba, keduanya menuju rumah utama. Ternyata, di meja makan sudah ada Maryana. Wanita itu kembali lebih cepat dari biasanya.

"Maryana," sapa Tama ramah, sambil mengecup keningnya.

"Tama, aku sepertinya kurang enak badan. Jadi, aku pulang."

"Istirahatlah setelah makan. Jangan cemaskan apa-apa."

"Terima kasih, Tama."

Mereka bertiga makan siang bersama. Suasana di meja makan jauh lebih baik daripada pagi hari tadi. Bahkan, Maryana tampak sesekali bercanda dengan Asmi.

"Asmi, Mbak ingin menyampaikan sesuatu. Nanti kita ke kabin Mbak, ya, sebentar."

"Baik, Mbak," jawab Asmi tanpa berpikir panjang. Sementara itu, Tama sedikit lega dengan keakraban yang terjalin di antara istri tertuanya dengan istri termudanya.

"Asmi, Mbak mau minta maaf," ucap Maryana ketika Asmi berada di dalam kabinnya. Asmi memperhatikan sekitar, kabin Maryana juga memiliki tata letak yang sama dengan miliknya.

"Kemarin Mbak udah keterlaluan sama kamu."

"Iya, Mbak. Asmi maafin."

"Oiya, apa kado dari Mbak sudah dibuka?"

"Sudah, Mbak. Terima kasih banyak. Isinya bagus banget."

"Apa kamu suka, Asmi?"

"Emmmh, iya suka."

"Kalau suka dipakai, dong. Nanti kalau ada perlu keluar rumah pakai ya. Supaya orang bisa menilai kalau Tama menyejahterakan kita," pesan Maryana.

"Baik, Mbak."

"Maafin juga ucapan Denis tadi pagi, ya, Asmi. Dia itu masih labil, masih butuh banyak bimbingan."

"Sebenarnya Asmi nggak merasa tersinggung, kok, Mbak."

"Oh, baguslah kalau begitu. Asmi, kamu sudah pakai kontrasepsi, kan?"

Asmi terperangah dengan pertanyaan itu. Apa maksudnya?

"Kontrasepsi?"

"Iya. Kamu kan, tahu, Asmi. Kita bukan keluarga sembarangan. Kita orang terpandang di sini. Jadi, ada baiknya untuk kita memakai kontrasepsi."

"Supaya apa, Mbak?"

"Supaya, coba bayangkan kalau Aida, Sita, dan kamu, hamil secara bersamaan? Lalu, siapa yang akan membantu Tama mencari uang untuk keluarga ini? Kita butuh biaya yang sangat besar setiap bulannya. Kamu tahu? Kita juga harus menyediakan uang untuk menyumbang."

"Oh, begitu, Mbak."

"Benar, itulah mengapa kami bertiga selalu berangkat kerja setiap pagi. Kami menyayangi Tama, dan kami menyayangi keluarga ini. Sehingga, kami harus selalu bekerja dengan menunda kehamilan."

Terdengar sedikit mengerikan bagi Asmi. Namun, gadis itu mencoba untuk tetap tenang. Dia menyimak apa yang disampaikan oleh Maryana, panjang lebar. Termasuk, daftar belanja dan biaya bulanan yang membuat mata Asmi nyaris melotot karena terkejut dengan jumlahnya yang sangat besar.

"Apakah, Mbak juga akan memintaku untuk bekerja?" tanya Asmi.

"Tidak, tidak, Asmi. Kamu masih sangat muda. Kamu bisa tetap tinggal di rumah dengan nyaman sekarang. Tetapi ada baiknya kamu juga menunda punya momongan seperti kami. Supaya, Tama juga bisa berfokus pada tugasnya. Asmi ... ini hanya sementara, kok, mau ya?"

Asmi masih terdiam. Membuat Maryana harus memohon lebih gigih lagi.

"Mbak mohon, demi keberlangsungan keluarga ini. Mau, ya?"

"Baik, Mbak."

Maryana tersenyum lega. Lalu dia mengambil satu papan obat pil KB dari dalam tasnya, yang langsung diberikan kepada Asmi.

"Ini, minumlah setiap hari, Asmi. Setiap Tama menginap di kabinmu."

Asmi mengangguk. Membuat Maryana yakin bahwa dia telah berhasil meyakinkan Asmi.

"Tapi berjanjilah. Berjanjilah, kalau kamu akan merahasiakan ini dari Tama. Karena kalau sampai dia tahu, Tama akan marah pada kita semua, Asmi."

"Tenang, Mbak. Asmi janji."

"Bagus, Asmi. Ternyata kamu jauh lebih pintar dari yang aku duga."

Semoga terhibur, Sobat WP 🍑👈👈🤩vote dan comment yaah😘

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang