Part 4. Masa Lalu Yang Membuat Mereka Terluka

Mulai dari awal
                                    

Aaron
Tidur sayang

Aaron tak lagi mendapat balasan dari gadis itu. Dia menaikkan sebelah alisnya bingung. Padahal gadis itu masih online.

Aaron tak ambil pusing, dia segera mengetikkan balasan lagi saat netranya menatap sebuah mobil yang dikenalnya.

Aaron
Good night ❤️

Zel💗
Hm

Aaron mengangkat sebelah tangannya untuk menunjukkan keberadaannya. Mobil yang sangat dia kenali itu melaju mendekatinya.

Aaron membuka pintu mobil itu dan duduk di kursi sebelah kemudi. "Jalan."

Aarav, lelaki yang di samping Aaron mengangguk. Dia melajukan mobilnya keluar dari pekarangan apartemen dan melesat ke tempat tujuan. Perjalanan mereka hanya ditemani oleh sebuah lagu yang di putar tanpa ada percakapan.

Setelah beberapa menit, Aarav memarkirkan mobilnya di depan sebuah gedung. Gedung dengan tulisan 'Flying Night' di depannya itu terlihat mewah.

Aarav turun diikuti Aaron. "Ada siapa aja di dalem?" Tanya Aaron.

"Biasa." jawab Aarav.

Aaron mengangguk. Mereka berjalan memasuki gedung mewah itu. Terdengar suara musik yang di putar dengan kencang bersama orang-orang yang meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama.

Aaron menoleh ke arah Aarav. "Tempat biasa?" Tanya Aaron dengan sedikit teriak.

"Iya!" balas Aarav dibarengi dengan anggukan karena takut Aaron tidak mendengarnya.

Mereka kembali berjalan memasuki gedung itu lebih dalam walaupun sedikit susah karena harus berdesak-desakan. Pandangan keduanya terarah pada satu meja dimana teman-teman mereka berada.

"Lama." ujar Bara menatap Aaron dan Aarav.

"Yang penting datang" jawab Aaron. Dia duduk di samping Ares yang sedang mengurut pelipisnya. Sedangkan Aarav sudah hengkang bersama Digta ke tempat dimana orang-orang sibuk meliukkan tubuh mereka.

"Lo minum?"

Bara menoleh ke arah Aaron. Dia mengangguk dan menunjukkan gelas yang dia pegang. "Sejak kapan gue gak minum?"

Aaron hanya mengangguk-anggukan kepalanya mendengar balasan sepupunya itu. "Lo berdua?" Tanya Aaron pada Ares dan Arza. Kedua manusia kutub yang tidak bisa dipisahkan. Arza mengangguk acuh sedangkan Ares tak menjawab.


"Berapa banyak dia minum?" Tunjuk Aaron pada Ares yang terlihat sudah mabuk. Biasanya, lelaki itu tidak mudah mabuk walaupun minum beberapa gelas. Tapi kini lelaki itu sudah terlihat mabuk. Entah dia minum berapa banyak.

"Tiga botol mungkin." jawab Bara tak yakin.

"Tumben?"

Bara mengedikkan bahunya acuh. Dia kembali menegak minuman yang terasa nikmat itu dengan ekspresi puas.

Aaron menggelengkan kepalanya heran. Dia menatap Gembel, Inyong, dan Ael yang sudah tepar. Memang ketiga manusia itu paling payah diantara mereka. Minum sedikit saja langsung teler.

Aaron meraih gelas yang terlihat kosong di atas meja, juga meraih botol yang Aaron tau memiliki kadar yang cukup tinggi untuk di tuangkan ke dalam gelasnya.

Dia menegaknya dengan perlahan meresapi sensasi yang terasa pahit tapi juga nikmat secara bersamaan.

Aaron berulang kali melakukan hal serupa, sampai tak terasa ternyata dia sudah menghabiskan empat botol alkohol dengan kadar yang tinggi.

Pandangannya mulai berkunang-kunang. Kepalanya pun mulai terasa berat. Aaron meneguk minuman terakhirnya dan menaruhnya di atas meja sampai terdengar bunyi yang lumayan kencang. Dia menoleh ke arah samping dimana Ares bangun dari duduknya.

"Mau kemana?" Tanya Aaron serak.

Ares hanya menggeleng parau dan berjalan dengan sempoyongan keluar tempat haram ini yang disusul Arza.

Aaron tak lagi memperdulikannya. Bara juga dia tidak tau pergi kemana. Dengan mata sayu, dia mengedarkan pandangannya mengelilingi tempat ini.

Seorang pelayan bar tiba-tiba menghampiri Aaron dan membawanya melangkah menuju ke arah kamar yang tersedia di club ini.

Aaron yang memang sudah tidak punya tenaga untuk mengelak, menurut saja. Kepalanya pun sudah terasa berat dan ingin segera rebahan. Setelah selesai melakukan tugasnya, pelayan itu keluar dan menutup pintu kamar.


Aaron berusaha untuk duduk dan melepaskan jaket yang melingkupi tubuhnya. Setelah selesai, Aaron merebahkan tubuhnya di kasur yang terasa nyaman. Kasur yang rasanya selalu Aaron tempati berulang kali dan tidak pernah berubah.

Tangannya meraih ponsel yang di letakan oleh pelayan tadi di atas nakas. Dengan mata sayu, dia menekan ikon panggilan pada kontak yang di beri nama 'Zel💗' yang kebetulan berada di paling atas.

Terdengar suara balasan dari balik panggilan itu. Suaranya pun serak seperti baru bangun tidur.

"Halo?"

"Rea." gumam Aaron dengan suara serak.

Gadis di balik sana terdiam saat mendengar Aaron menyebutkan nama yang sangat dia kenali.

"Rea." panggil Aaron lagi. Entah lelaki ini sadar ataupun tidak menggumamkan nama itu.

"I miss you."

Deg!

Gadis di balik telpon meremas dadanya yang terasa sakit. Matanya berkaca-kaca mendengar Aaron menyebut nama itu beberapa kali dengan nada lembut.

"I Miss you Rea. Really miss you" Aaron meracau tidak jelas dengan menyebutkan nama 'Rea'.

Gadis di balik sana terisak pelan dan menyadari bahwa lelaki itu sedang mabuk. "Aaron." panggilnya.

Aaron tidak menjawab. Lelaki itu makin meracau mengeluarkan kata yang selalu ingin dia ucapkan.

"Rea, come back to me please. Aku gak bisa tanpa kamu." suara Aaron terdengar lirih. Dia tak sadar ternyata air matanya sudah mengalir.

"Aaron, sadar!  It's me!"

"Edrea Zeline, kembali please." Aaron terisak, begitu juga gadis di balik telpon. Mereka sama-sama terluka. Sama-sama terluka karena keadaan dan sama-sama terluka karena ternyata, masa lalu sangat sulit untuk dilupakan.

Mereka berdua sudah berusaha. Yang satu berusaha melupakan, sedangkan yang satu lagi mencoba untuk kembali bernostalgia.

Kenangan demi kenangan terputar di kepala Aaron. Bibirnya beberapa kali menggumamkan nama Rea membuat gadis di balik telpon meremas dadanya karena terasa sakit.

☠️

27 Maret, 2023

Salam dari aku, Kasella.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AARONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang