Pelajaran Penting

74 4 3
                                    

Saya adalah siswa kelas 12 di SMA yang berasal dari keluarga yang cukup kaya. Saya selalu dikenal sebagai anak yang cerdas, tampan, dan populer, tapi saya tahu bahwa saya juga memiliki kelemahan, terutama kearogan saya. Meskipun begitu, saya selalu memiliki banyak teman yang ingin berteman dengan saya. Saya terbiasa mendapatkan apa yang saya inginkan dan selalu merasa berada dalam kendali, tapi tidak selalu segalanya berjalan sesuai rencana.

Kehidupan sehari-hari saya di SMA seperti kebanyakan siswa lainnya. Saya bangun pagi-pagi sekali, siap untuk sekolah, dan berkendara ke sekolah dengan mobil saya. Saya memakai pakaian rapih dan selalu merasa percaya diri dan dalam kendali. Saya memiliki banyak teman, tapi saya lebih sering bergaul dengan kalangan populer. Saya tidak terlalu memperhatikan orang-orang yang kurang populer, dan saya tahu itu tidak benar, tapi begitulah adanya.

Alya dan Willson adalah teman baik saya sejak lama. Kami bertiga selalu bersama dan melakukan banyak kegiatan bersama. Alya adalah seorang gadis yang cerdas dan cantik, dan Willson adalah seorang pemuda yang pintar dan humoris. Kami bertiga selalu menghabiskan waktu bersama-sama di sekolah, di rumah, dan bahkan di akhir pekan.

Saat kami sedang bersama di aula sekolah, saya merasa bangga dengan diri saya sendiri. Saya baru saja memenangkan kompetisi debat sekolah dan banyak orang yang memberikan tepuk tangan untuk saya. Namun, Alya dan Willson tampaknya agak khawatir dengan kearogan saya.

"Saya tahu kalian iri padaku, tapi tidak perlu khawatir. Saya tahu apa yang saya lakukan," kata ku dengan sombong.

"Apa kamu tahu kalau kamu semakin hari semakin sombong?" tanya Alya.

"Kamu mulai mengabaikan teman-temanmu, Alwin. Kamu perlu menyadari hal itu," kata Willson.

Saya merasa sedikit tersinggung dengan komentar mereka, tapi saya tidak ingin menunjukkan itu. Sebaliknya, saya mengabaikan kata-kata mereka dan melanjutkan perjalanan ku dan menaiki mobil ku untuk pulang kerumah.

Sesampainya saya di depan rumah, saya segera turun dari mobil, melewati gerbang yang telah dibukai oleh pembantu ku dan jalan menuju pintu rumah, sesampainya saya di depan pintu rumah, saya segera membuka sepatu dengan sembarangan, mendorong pintu kayu rumah ku dan memasuki rumah saya.

Dalam sekejap, hati dan jiwaku langsung terasa damai. Menikmati sensasi itu untuk sejenak, aku langsung jalan menuju kamar ku, sesampainya aku di kamarku aku segera menyalakan AC, menurunkan tas ku, membuka baju seragam sekolah, dan langsung membentangkan badanku di kasur yang empuk milikku.

Mungkin saya tidak menyadari seberapa lelahnya diriku, karena di momen aku memejamkan mataku, aku langsung tertidur lelap, saya tidak mengingat mimpi apa yang saya temui, mungkin saya tidak bermimpi, sudah lama sejak saya terakhir bermimpi.
***

Hari telah menjelang malam, saya dibangunkan oleh papa saya untuk turun dan makan malam bersama ibu.

Saya pun menuruti perkataan papa ku dan setelah merapikan diriku sebentar, turun menuju lantai pertama, lokasi dimana ruang makan keluargaku ditempatkan.

Sesampainya disana aku segera menarik kuris yang kosong dan duduk.
Kosong, tidak ada yang berbicara diantara kami, dan aku menyukainya, lebih sedikit yang berbicara lebih baik untukku.

Berpikir begitu akupun mengambil beberapa potong lauk yang telah dipotong-potong sebelumnya dan menaruhnya di piring yang telah diisikan oleh nasi sesuai porsiku, aku memotong lauknya yang merupakan potongan dari wellington dan memotongnya lebih kecil lagi, dan memasukkannya ke mulutku, yang lalu ku lanjutkan dengan menyendokkan nasi menuju mulutku juga.

Kulanjutkan ini sampai tidak ada lagi makanan yang tersisa di piringku.
Setelah aku selesai makan, barulah ada suara.

"Bagaimana kabarmu, Alwin? Apa ada sesuatu yang terjadi di sekolah?" tanya mama ku.

 "Tidak ada mama, engga ada sesuatu menarik yang terjadi di sekolah." jawab ku pendek.

 "Papa dengar besok kamu akan menjalankan tes yang akan menentukan masa depanmu, udah siap?" Tanya papa ku.

 "Gampang pah, Alwin bakal mendapatkan passing grade gampang, nanti tinggal menunggu kabar baik aja." Tanpa ku sadari, aku menjawab dengan nada sedikit arogan, suatu kesalahan yang segera kusadari.

 "Alwin... Jangan jadi terlalu arogan enggak baik" kata ibu saya.

 "Benar kata ibumu, nih papa ceritain sesuatu..." kata saya sambil tersenyum.
Dengan begitu, papa dan mamaku lanjut berbicara selama 1 jam, aku tidak mengingat apapun dalam pembicaraan itu, mungkin otakku langsung segera mematikan daya saat melihat situasi ku yang tidak terlihat meyakinkan.
 
***
Hari ujian pun tiba, seperti biasa, akukeluar dari mobilku dan segera berjalan menuju ruangan kelasku yang juga akan menjadi ruangan untuk ujian ku.

Jujur, saat ini saya lumayan gelisah, saya yakin akan kepintaran saya, tetapi setiap orang sudah pasti akan setuju dengan perkataan ini "ketakut akan hal yang tidak diketahui" dan saat ini saya merasakannya.

Tetapi saya tetap memasang muka percaya diri, meski gelisah saya tetap percaya akan kepintaran saya, dengan itu akupun memasuki ruang ujian dengan percaya diri.
...
...

'I'm Fucked' itulah satu-satunya pemikiran yang bisa ku pikirkan, soal dari ujian tadi, banyak sekali yang saya tidak mengerti, tipe dari soalnya tidak menggunakan logika, melainkan suatu hal yang mengharuskan ku untuk mengetahui hal yang disoalkan untuk bisa ku kerjakan.

Dengan ini, aku sudah yakin aku akan gagal, perasaan buruk melandai pikiran ku, aku pun cepat-cepat berjalan menuju mobilku untuk pulang, mungkin dengan begitu aku akan menemukan suatu penyelesaian akan masalah ini.
 
***

Hari pembagian nilaipun datang, dan benar saja, saya mendapatkan nilai buruk pada ujian yang sangat penting dalam hidup saya ini. Saya merasa hancur dan tidak tahu harus berbuat apa.

Alya dan Willson mencoba untuk mendekati saya dan membantu saya. Mereka menyadari bahwa saya sedang mengalami kesulitan dan membutuhkan dukungan.

"Apa yang terjadi, Alwin? Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Alya dengan lembut.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa, saya gagal dalam ujian itu. Semua orang pasti kecewa dengan saya," jawab saya dengan sedih.

"Kamu tahu, Alwin, kecerdasan saja tidak cukup untuk sukses dalam hidup. Kamu juga perlu memiliki sikap yang baik dan kerja keras," ujar Willson.

"Saya tahu, tapi saya merasa seperti saya tidak mampu mengatasinya," jawab saya dengan sedih.

"Alya dan saya akan selalu mendukungmu, Alwin. Kami percaya kamu bisa mengatasinya," ujar Willson.

Dengan dukungan dari Alya dan Willson, saya mulai memperbaiki diri. Saya belajar untuk lebih rendah hati dan memperhatikan teman-teman saya yang kurang populer. Saya juga mulai lebih fokus pada belajar dan berusaha untuk memperbaiki nilai saya.

Setelah beberapa minggu berlalu, saya merasa lebih baik. Saya belajar bahwa kecerdasan bukan segalanya dan bahwa saya perlu bekerja keras untuk mencapai tujuan saya. Saya juga belajar bahwa teman-teman sejati akan selalu mendukung saya, bahkan dalam masa-masa sulit.

Saat saya mendapatkan hasil ujian saya yang lebih baik, saya merasa bangga dengan diri saya sendiri. Tapi yang lebih penting, saya merasa bersyukur karena memiliki Alya dan Willson sebagai teman-teman yang selalu mendukung saya, bahkan ketika saya sedang berjuang.

"Terima kasih atas dukungan kalian, saya tidak akan bisa melakukannya tanpa kalian," kata saya kepada mereka berdua.

"Tidak perlu berterima kasih, Alwin. Kamu adalah teman kami, dan kami selalu mendukungmu," ujar Alya.
Sekarang, saya menyadari bahwa kearogan saya adalah kelemahan yang perlu saya perbaiki. Saya masih memiliki banyak hal untuk dipelajari dalam hidup, tapi dengan dukungan dari Alya dan Willson, saya merasa yakin bahwa saya bisa mencapai apa yang saya inginkan, asalkan saya terus bekerja keras dan rendah hati.

KegagalankuWhere stories live. Discover now