"Tumben kamu telat Juy_"
Waktu seperti berhenti saat itu juga saat yang kulihat di samping Yeji saat ini ternyata bukan Juyeon. Dia adalah Jeno, berdiri tegap sambil terlihat berusaha tersenyum ringan seolah kedatangannya hari ini di rumahku adalah sesuatu yang wajar. Tanpa sadar semua struktur tulang yang menopang wajahku mengeras. Aku melenyapkan senyum lebar yang sudah kupersiapkan kalau memang Juyeon yang menjemputku.
"Mau apa lo?"
Sekarang nada pertanyaanku terdengar sangat ketus dari terakhir kali aku berbicara padanya. Ketika dia dengan enteng memecatku hanya karena aku akan menjadi bencana bagi Han Yang grup. Dia pikir dia keren karena melakukan hal itu? Membungkam media dalam satu hari dan mengusirku dengan pesangon besar? Mulutku sudah mengumpulkan ludah yang maju dari tenggorokan, rasanya ingin kuludahi wajahnya sekarang.
"Maaf aku nggak ngasih tau dulu," ucap Yeji saat merasakan aura kecanggungan yang menenggelamkan di antara kami.
Aku tersadar lalu mengangguk samar.
"Kalian masuk ya, makin panas tuh. Kasihan Byul."
Yeji mengangguk. Aku mengecup kening bayi dalam pelukan ibunya itu dan memperhatikan mereka sampai menghilang di ruang tengah.
"Ngapain sih lo?"
Jeno mengangkat alisnya dan tersenyum. Dia memasukkan tangan ke dalam saku, memberitahuku bahwa dia sendiri sebenarnya dalam kondisi tegang.
"Katanya lo harus ke butik buat fitting baju, ada pertemuan sama WO dan pihak hotel juga."
Mataku memicing. "Terus?"
Tidak. Kumohon tidak.
"Calon suami lo harus menghadap ke kantor pusat buat pembinaan posisi CEO, jadi gue yang ditugaskan buat nemenin lo hari ini."
"Apa?"
Dengan rasa kesal yang melebur dalam dada, aku segera merogoh saku celana dengan tergesa. Mencari-cari ponselku untuk menanyakan kebenaran berita ini pada Juyeon.
"Cepetan lah, gue nggak punya waktu banyak. Sore ini gue harus balik ke kantor buat rapat."
Tanpa menunggu jawabanku dia sudah berbalik, mendahului masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan rumah. Aku menarik napas berkali-kali. Waktu yang kuharap bergerak cepat, sekarang seolah benar-benar berhenti karena keberadaanya. Sikapnya terlalu biasa, seolah tidak pernah terjadi apa-apa dan demi Tuhan itu sangat membuatku gelisah. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tetap diam setelah aku menyusulnya masuk ke dalam mobil.
Perjalanan terasa menyiksa kalau harus seperti ini. Aku ibarat mantan pacar yang hanya bisa mendengus sinis ketika semua kenangan tiba-tiba berseliweran di pikiranku, tentang bagaimana dulu kami melewati hari-hari bersama di dalam kabin besi dengan obrolan hangat atau sesekali diselingi perdebatan yang tidak perlu. Selama dua bulan terakhir, Jeno jarang sekali menggunakan supir kantor untuk mendatangi setiap kegiatan. Dia akan membawa sendiri, memintaku duduk di sebelahnya dan kami berdiskusi banyak hal. Aku tidak tahu bagaimana kemampuan otak manusia bisa dengan sigapnya membangkitkan kembali hal-hal yang sudah dikubur oleh hati. Tapi ini benar-benar membuatku senewen.
Kupandangi layar handphoneku yang masih gelap. Aku mengirim chat pada Juyeon soal keberadaan Jeno tapi dia belum juga membalasnya.
"Udah gw bilang dia lagi sibuk mempersiapkan diri jadi CEO. Harusnya lo nggak perlu mengusik dia dengan kecemasan lo yang nggak perlu."
Kalimat itu meluncur mulus dari mulutnya. Meretakkan keheningan yang sejak tadi terasa membuat beku udara. Ditambah AC mobil yang selalu dia atur bersuhu sangat dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...
KATASTROFA (CHAPTER 42)
Mulai dari awal