xiii. don't cry

Mulai dari awal
                                    

Pria itu adalah neraka dunianya. Semua yang terlibat dengan Sasuke tidak berakhir baik baginya, mungkin juga bagi orang lain.

Sakura mendengus kasar.

Sasuke memang memiliki wajah yang tampan, dan ia membenci itu. Selain penampilan rupawannya, semua yang ada pada diri Sasuke terlihat minus di mata Sakura; terutama sifat suka mengancam serta pemaksanya. Pria itu punya prinsip yang mengerikan. Apapun yang dirinya inginkan, maka ia pasti akan mendapatkannya. Bagaimanapun caranya.

Lalu, rencana kedua yang sempat terpikir olehnya untuk menghasut Sai agar mau membantunya keluar dari jeratan Sasuke sudah pasti hilang dari list-nya. Setelah mendengar cerita milik Sai, ia langsung sadar bahwa rasa kasihan pria itu padanya takkan mampu menandingi rasa setia Sai pada Sasuke.

Dan yang ketiga—ini baru terpikir olehnya sekarang—Sakura ingin mencoba memanfaatkan Sasuke. Dengan sifatnya itu, ia bisa mencoba sebuah peruntungan; syaratnya ia harus benar-benar beruntung.

Berpura-pura menerima semua 'afeksi' yang diberikan Sasuke mungkin dapat menjadi titik terang bagi Sakura untuk keluar dari sana. Dengan membuat sang Uchiha yakin kalau dirinya telah berhasil ditaklukan, pengawasan yang diberikan oleh pria itu bisa saja berkurang. Hal tersebut bisa Sakura gunakan sebagai batu loncatannya melarikan diri.

Sakura menghela napas panjang, "Yah ... yang terakhir sepertinya bisa kucoba."
     
      
      
      
      

***
 

    
       
      
      
       

          Dua jam.

Sakura hanya bisa tertidur selama dua jam setelah sibuk dengan pikirannya semalaman.

Pagi-pagi sekali, sebuah ketukan di pintu kamar membangunkannya. Ino muncul dalam keadaan rapi, dan nampak sudah siap untuk menjalankan hari. Nampaknya betul apa yang dikatakan oleh Sai. Sasuke benar-benar menyuruh Ino untuk menjadi teman Sakura selama ia ada di mansion itu.

"Hai, selamat pagi," Ino menyapa dengan senyum manis yang tertera di bibirnya.

"Hm, pagi ...." Sakura membalas dengan suara serak khas orang bangun tidur. Ditariknya selimut hingga menutupi wajah.

Ino mendekat ke arahnya, kemudian menarik selimut itu. "Ayo bangun, Tukang Tidur. Kau harus berisiap sekarang, Sasuke mengajakmu untuk sarapan bersama."

Sakura mengerang pelan. Oh, rasanya seperti ada ribuan jarum-jarum kecil yang menusuk ketika ia menggerakkan kepalanya. "Bilang pada Sasuke kalau aku tidak bisa sarapan bersamanya sekarang. Kepalaku sakit."

Ino mendudukkan bokongnya di sebelah Sakura, menatap khawatir perempuan merah muda itu, "Sakit sekali? Mau aku panggilkan dokter?"

Tidak, itu lebih buruk lagi ... Sakura merengek dalam hati.

Namun, hanya sebuah gelengan yang dapat ia beri sebagai balasan. Berbicara justru membuat sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi.

"Kalau begitu aku akan memberitahu Sasuke dulu. Kau juga harus sarapan terlebih dahulu sebelum minum obat pereda sakit kepala, mengerti?"

Ino terlihat semakin cemas sebab Sakura hanya membalasnya dengan menggeleng dan mengangguk saja. Tangannya terulur untuk mengusap lengan atas Sakura, "Tunggu sebentar, ya ...." kemudian perempuan itu bergegas untuk pergi menemui Sasuke, melaporkan kondisi Sakura.

Ino pergi ke ruang makan yang sama seperti kali pertama dirinya bertemu Sakura, merias dan mengantarnya pada sang Uchiha untuk melaksanakan makan malam; yang di mana tidak berjalan lancar sesuai rencana akibat insiden penembakan beberapa hari lalu.

Red SerenadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang