Bab 6. Jadi Sekarang Kita ...

Mulai dari awal
                                    

"Terus, setelah kamu tumpahin, kamu mau ngapain?"

"Mau di lap doang Bang, kata Bintang kalau cowok normal pasti sedikit banyak bereaksi ketika pahanya di—"

"Demi Tuhan, Kelaya." Bara memijit kepalanya. "Kamu tahu seberapa bahaya tindakan yang kamu lakukan itu?"

Kelaya semakin menunduk. Dua orang itu mirip seperti seorang ayah yang tengah memarahi anak perempuannya yang nakal.

"Kamu sudah liat bagaimana reaksi saya?"

Kelaya mengangguk, wajahnya muram sekali.

Bara menghela napas tanpa daya kala melihat wajah Kelaya seperti ingin menangis. Gadis itu meremas jarinya sendiri dan membuang muka.

"Tapi ... kenapa Abang tadi nyium aku?" Pertanyaan itu terlontar lemah tanpa menatap Bara. "Bukannya—" Kelaya tak tahu harus melanjutkan pertanyaan ini dengan kalimat seperti apa. Ia bingung. Semua kalimat yang ia coba rangkai susah payah di otaknya serasa tumpang tindih. Kacau.

"Menurutmu kenapa? Kenapa saya mencium kamu?"

"Kalau Abang tanya aku, aku harus tanya sama siapa?"

Tanpa bisa dicegah, Bara terkekeh pelan. Kekehan geli yang sukses mengundang tatapan nelangsa dari gadis di depannya. Kelaya sedang serius loh, bukan ngelucu.

"Aku serius loh, Bang."

"Saya juga serius."

"Tapi aku beneran nggak tahu jawabannya."

"Ya sudah."

Mulut Kelaya hampir menganga kala mendengar jawaban itu terlontar dengan enteng dari mulut Bara. Ya sudah, katanya? Bara sebenarnya serius tidak sih menjawab pertanyaan Kelaya?

Bara tersenyum kecil. "Kamu lucu ya."

Kelaya buru-buru memalingkan wajah, menyembunyikan pipinya yang memanas dengan perasaan melambung tanpa bisa ia cegah. Bara curang! Bisa-bisanya lelaki itu melontarkan kalimat tersebut pada Kelaya yang baperan. Kalau Kelaya jatuh hati pada Bara bagaimana?

Karena sungguh, jatuh cinta dengan seorang Bara Ady Pratama itu tidaklah sulit. Lelaki yang berprofesi sebagai dokter obgyn itu punya sejuta pesona untuk memikat wanita. Dan, Kelaya juga termasuk wanita.

Melihat Kelaya yang salah tingkah membuat Bara tak dapat menahan tangannya untuk tak mendarat di kepala gadis itu dan mengacak rambutnya. "Kamu nggak pandai nyembunyiin perasaan kamu Kelaya dan ini salah satu alasan yang membuat saya tahu kalau kamu sengaja ngegoda saya."

Kelaya tersentak. Masa, sih? Padahal ia yakin sudah berakting senatural mungkin.

"Ini, kamu pasti nggak percaya sama saya 'kan?"

Kelaya melotot. Jangan-jangan ...

"Tidak perlu mikir aneh-aneh." Bara mengetuk dahi Kelaya. "Di sini, terbaca semuanya."

Kesal. Bukan, Kelaya bukan kesal dengan Bara, ia kesal dengan dirinya sendiri. Ternyata ia sepayah itu. Padahal Kelaya sudah berusaha semaksimal mungkin. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi, sudah terlanjur. Hiks, Kelaya ingin menenggelamkan diri saja rasanya.

Gadis itu cemberut sambil menyisir rambutnya yang sempat diacak Bara. Namun, baru tangannya mendarat di kepala, tangan lain telah lebih dulu menggantikan tangannya. Merapikan rambut terurai Kelaya dengan telaten.

"Nggak usah, Bang."

"Nggak papa, saya tanggung jawab karena sudah berantakin rambut kamu." Rambut Kelaya terasa lembut dalam sentuhan Bara. "Saya juga akan bertanggung jawab karena sudah mencium kamu sepanas itu."

"Ya?"

Dengan tangan tak berhenti merapikan rambut Kelaya—walau sebenarnya rambut gadis itu telah rapi. Bara membalas tatapan penuh tanya Kelaya. "Kamu tanya kenapa saya mencium kamu, kan?"

Napas Kelaya tertahan untuk sesaat. Tak menyangka Bara akan menjawab pertanyaannya beberapa saat lalu. Kelaya pikir, ia tak akan mendapat jawaban.

"Kalau saya jawab jujur, apakah kamu akan percaya?"

Patah-patah, Kelaya mengangguk.

Tangan Bara merambat turun, berhenti pada kedua sisi kepala Kelaya, jaga-jaga kalau gadis itu tiba-tiba mengalihkan pandang darinya. Sebab ini adalah pernyataan penting dan Bara ingin Kelaya melihat setiap kesungguhan yang terpancar dari bola matanya.

"Kelaya ... saya suka sama kamu."

"Hah?" Respon Kelaya persis seperti yang Bara duga. Gadis itu tak percaya. Siapa juga yang akan percaya jika kalimat itu terlontar dari seseorang yang sebelumnya tak pernah sedikit pun menunjukkan tanda-tanda ketertarikan? Namun, Bara tak berbohong, ia hanya menyangkal rasa yang selama ini mengganggu hatinya, tapi sekarang Bara tak akan lagi menyangkalnya. Terlebih, keadaan sekarang mendukungnya untuk dekat dengan Kelaya, kenapa tidak dimanfaatkan saja?

"Abang suka bercanda ya." Kelaya tertawa hambar. Namun, tawanya surut ketika Bara sama sekali tak menanggapi kalimatnya dengan tawa. Bibir lelaki itu tertutup rapat, datar, dan ekspresinya sama sekali tak menunjukkan kalau Bara tengah bercanda.

"Abang serius?" Kelaya menutup mulutnya syok.

Bara mengangguk penuh kesungguhan. "Iya."

"Nggak bercanda?"

"Saya tidak pernah main-main Kelaya." Kalau Bara sudah mengeluarkan kalimat seperti itu, sebaiknya Kelaya tak bertanya lagi.

Jujur, Kelaya tak tahu harus memberi tanggapan seperti apa, ini terlalu mendadak, terlalu tiba-tiba. Sungguh kejutan yang tak baik untuk jantung Kelaya yang apa-apa suka deg degan. Rasanya sekarang jantungnya hampir melompat ke luar saking cepatnya ia berdetak. Kelaya takut, ia tiba-tiba serangan jantung.

Mendapat keterdiaman Kelaya yang lumayan lama, membuat Bara berinisiatif meraih tangan gadis itu yang masih setia menutup mulutnya.

"Jadi Kelaya, apakah kamu mau membuat kesalahpahaman orang tua saya menjadi kenyataan?"

"Membuat kesalahpahaman jadi kenyataan?" batin Kelaya menjerit histeris. Kalau Bintang mendengar apa yang Bara katakan, sahabatnya itu pasti sudah guling-guling tak karuan.

Mendapati Kelaya tak langsung menjawab membuat Bara was-was.

"Kelaya? Kamu mau 'kan?" Tak sabar, Bara bertanya lagi. Dan kali ini, Kelaya mengangguk malu-malu. Dalam hati Kelaya membatin, kapan lagi bisa punya pacar sekeren Bara. Kesempatan langka ini tak boleh di sia-siakan.

Anggukan Kelaya mengantarkan rasa bahagia yang begitu membuncah dalam hati Bara. Lelaki itu bahkan berdiri dan mengepalkan tangannya. Yes!

Melihat Bara yang seperti itu, Kelaya jadi malu sendiri.

"Jadi sekarang kita ..."

"Pacaran?" Kelaya menyambung kalimat Bara.

Meski Bara ingin status mereka lebih dari sekedar pacaran, tapi ia tak protes. Ini sudah lebih baik dari pada tanpa status.

"Iya, kita pacaran." Masih dengan hati berbunga-bunga, Bara mengangkat tubuh Kelaya tinggi-tinggi dengan tawa berderai lepas kemudian memeluknya erat. Di umur yang hampir menginjak tiga puluh tahun, Bara tak menyangka dia akan bertingkah seperti remaja baru kasmaran. Ternyata, efek Kelaya memang segila ini padanya.

Kelaya ikut tertawa, membalas pelukan Bara tak kalah erat. Kupu-kupu dalam hatinya bertebaran, ia merasa istimewa karena bisa membuat seorang Bara sebahagia ini.

Di sisa-sisa tawa bahagianya, Bara menatap wajah Kelaya yang juga berbinar-binar. Lalu, tanpa aba-aba Bara kembali menyatukan bibir mereka. Ciuman yang tentu memberi rasa baru, sebab mereka tak lagi sekedar orang asing. Mereka telah menjadi sepasang kekasih.

.

.

Spam next

Sampai jumpa bab depan,



Oh My Doctor (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang