Bab 20 - Hot Kiss after Dinner

Mulai dari awal
                                    

Ketiga orang sisanya yang ada di sana terdiam menonton Sean yang lanjut diomel oleh mama lelaki itu.

“Entar kalau aku kebablas gimana? Mama mau tanggung jawab?” tanya Sean.

“Oh. Jadi kamu takut bablas sama Nasya? Kalau gitu, kalian nggak Mama ijinin buat ketemu mulai hari ini.”

“APA?!”

Sean memekik kaget dan tampak tak terima, akhirnya sang mama menarik ucapannya dan kembali memberikan omelan pada Sean.

“Tunggu dulu sampai kamu lulus kuliah dan kerja! Baru setelah itu Mama kasih ijin buat nikah,” ujar Mama Sean.

Sean berdecak dan memasang wajah seperti bocah yang sedang mengambek karena keinginannya tak dituruti.

Setelah itu mereka lanjut berbincang sekitar setengah jam barulah Arhan dan Nasya pamit pulang. Sebelum Nasya naik ke atas motor Arhan, gadis itu mendekati Sean.

“Hadiah dari gue masih ada lagi,” kata Nasya.

“Hm? Serius?”

“Iya. Entar malem ya, gue ke apartemen lo. Lo juga di sana kan?”

Sean mengangguk dengan senyum lebar. “Oke, gue tunggu hadiah tambahannya.”

***

Di rumah pada malam hari, Nasya tidak ikut makan malam dengan keluarganya. Rencananya ia akan makan malam dengan Sean, lebih tepatnya itulah hadiah tambahan yang tadi ia maksud. Ia ingin memasak untuk Sean dan makan malam bersama, bukankah itu tampak romantis?

Sebelumnya Nasya tak pandai memasak, tetapi ia sudah sempat belajar dan rencananya ia akan membuat steak. Tak terlalu sulit setelah mencobanya sebelumnya.

“Mau ke mana lo malem-malem?” tanya Arhan saat melihat sang adik menenteng barang bawaan dan hendak pergi keluar rumah.

“Kepo lo,” sahut Nasya.

“Kasih tau atau entar gue aduin ke bokap nyokap,” ancam Arhan.

“Gue udah ijin ke Mama kok, katanya boleh,” ujar Nasya lantas memeletkan lidahnya.

Tadi Nasya memang sudah izin kepada mamanya untuk pergi menemui Sean, mamanya memperbolehkan. Sebelumnya Sean pun sudah pernah bertemu dengan Mama Nasya dan sepertinya Sean berhasil membuat Mama Nasya menyukai lelaki itu.

Nasya berangkat sendiri dengan memesan taksi online. Awalnya Sean ngotot ingin menjemput, tetapi Nasya melarang dan menyuruh Sean bersantai saja di apartemen. Hari ini ulang tahun lelaki itu, Nasya tidak ingin membuat Sean kerepotan kalau harus menjemputnya.

Tiba di depan unit apartemen Sean, Nasya terdiam sejenak. Ia mendadak teringat dengan Sagara, kesedihan sempat menghampirinya sesaat sebelum ia teringat pesan Sagara. Lelaki itu pernah berkata padanya agar ia tak sedih terlalu lama seandainya kehilangan orang berharga yaitu Sagara.

“Lo udah nyampe, Na?”

Nasya membuyarkan lamunan saat melihat pintu unit apartemen Sean terbuka dan muncullah lelaki itu.

“Baru aja gue mau turun, gue pikir lo masih di jalan. Ayo masuk,” ajak Sean.

Nasya mengangguk dan masuk bersama Sean ke dalam unit apartemen lelaki itu. Setelahnya Nasya langsung berkutat di dapur dengan bahan-bahan yang sudah ia bawa dari rumah.

“Hadiah tambahannya itu makanan?” tanya Sean.

Nasya mengangguk. “Iya.”

“Ada yang bisa gue bantu?”

“Nggak usah, lo duduk aja.”

“Oke.”

Sean tersenyum sambil duduk di kursi meja pantry. Ia senang ternyata Nasya hendak memasak untuknya. Tentu ini harus diabadikan. Ia pun mengambil ponsel lantas memfoto Nasya beberapa kali, kemudian mengunggahnya menjadi status WhatsApp untuk pamer.

Nasya berkutat cukup lama di dapur dengan tampang serius. Sean yang menunggu sampai terkantuk-kantuk. Namun, setelah semua makanan tersaji, lelaki itu langsung membuka matanya lebar-lebar.

“Ini steak, dan ini tiramisu. Buat ayang Sean,” kata Nasya.

“Thanks, Na!” Sean tampak girang dan memfoto hasil masakan Nasya sebelum memakannya.

Mereka makan malam bersama, entah berapa kali Sean memuji rasa masakan Nasya. Katanya sangat enak dan mengalahkan rasa makanan di restoran mewah, tetapi Nasya menampiknya dan berkata kalau Sean berlebihan.

Usai makan bersama, Sean mencuci semua peralatan makan. Kali ini ia tak memperbolehkan Nasya ikut serta.

“Tadi lo udah masak, sekarang biar gue aja yang nyuci,” kata Sean.

Nasya mengangguk dan bersandar pada meja pantry sambil menatap Sean.

“Lo udah ngerjain tugas dari Pak Budi?” tanya Nasya.

Sean menoleh sejenak. “Na, gue hari ini ultah. Please, jangan bahas tugas dulu, bikin gue pusing," keluhnya.

Nasya terkekeh. “Oke.”

Usai mencuci, Sean mengajak Nasya duduk bersama di balkon. Sebelum Nasya duduk di sebelah Sean, lelaki itu lebih dulu menarik Nasya agar duduk di pangkuannya.

“Makasih buat semuanya. Hari ini ulang tahun terbaik,” kata Sean sambil memeluk pinggang Nasya.

“Sama-sama,” sahut Nasya. “Btw, katanya lo nggak mau sentuhan sama gue? Ini kenapa pegang-pegang?”

“Gue batalin omongan yang tadi, susah kalau nggak nyentuh lo sehari aja,” ujar Sean.

Sean memutar tubuh Nasya agar yang tadinya duduk membelakanginya menjadi menghadapnya. Lelaki itu merapikan rambut Nasya yang beterbangan usai tertiup angin malam.

“Makasih udah suka sama gue. Maaf kalau awalnya gue terlalu maksa,” ujar Sean.

Nasya mengulas senyum seraya mengangguk.

Mereka bertatapan cukup lama, entah siapa yang lebih dulu memulai, bibir mereka bertemu. Terasa dingin saat saling bersentuhan, kemudian terjadi kecupan ringan disusul lumatan lembut.

Sean menarik Nasya agar makin merapat padanya seraya memperdalam ciuman. Mereka mengerang saat lidah beradu. Sean berdiri lantas mengangkat tubuh Nasya dan membawanya ke dalam, ia kembali duduk dan memangku Nasya di sofa.

“Sean …” Nasya melenguh saat Sean mengecup kulit lehernya.

Tangan Sean bergerilnya, menyusup ke dalam pakaian Nasya lantas meremas bukit kembar gadis itu.

Sean kembali melahap bibir Nasya, memberikan ciuman yang lebih dalam dan lebih panas dari sebelumnya. Sean mendorong Nasya hingga rebah di sofa, kemudian menindih gadis itu masih dengan mencumbu bibir Nasya.

Nasya membalas ciuman Sean seraya mengalungkan tangan di leher lelaki itu. Tangan Sean menyusup, kembali masuk ke dalam pakaian Nasya dan mengangkat seluruhnya seperti tadi.

“Ah!” Nasya memekik saat Sean menggigit bukit kembarnya.

Sedang panas-panasnya, tiba-tiba dering ponsel terdengar. Itu ponsel milik Nasya, tertera nama Arhan yang menelepon. Sean menghentikan kegiatannya lantas mematikan telepon dari Arhan.

Nasya pikir Sean sudah benar-benar berhenti, namun ternyata tidak. Lelaki itu kembali memagut bibirnya.

***

Cut! Panas gaes, silakan masuk kulkas atau kipasan, wkwk🤣

Btw, dari awal gue udah kasih info kalau rate cerita ini 18+ ya, jadi bagi yang nggak nyaman bisa cari cerita gue yang lain yang ratenya lebih rendah😁

Sampai jumpa di bab selanjutnya💋

Follow:
Wp: ainjae_teenfic
Ig: ainjae_wattpad

4 Juni 2023

Salam sayang,
Ai

His Hug (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang