Perkataan lancang itu benar-benar membuat kemarahan Arini berada di ubun-ubun. Claris lihat Dexter melirik ke arahnya, Claris mencap langsung bagaimana pemuda ini bersikap kurang ajar.

"Cepat pergi Dexter!" Dexter langsung pergi mengikuti perintah Arini.

Arini menunduk menahan malu dan berjalan kembali ke arah mereka dengan wajah bersalah. "Dexter memang anak yang kasar, aku mengusirnya sementara agar tidak menggangu. Maafkan aku.."

"Tidak apa Arini, namanya juga anak laki-laki mungkin dia hanya belum paham dan belum dewasa." Jawab Mama Claris sementara Claris menampilkan wajah bingung.

"Tante mengusir anak Tante?"

Arini tersenyum ke arahnya, "hanya sementara, Tante selalu kesal dengan perangainya itu. Memangnya kamu mau saat kamu bertamu dia datang mengacau?"

Claris menggelengkan kepalanya. "Justru jika jadi Dexter, aku akan merasa kesal dan merasa tidak dihargai. Jika mungkin dia tidak punya sopan santun tapi setidaknya dia tahu dia tidak bisa mengusik sembarang orang."

"Claris..." Sang mama mencengkram tangan anaknya. Claris kembali diam dan menunduk.

Saat itu juga Arini tidak menolak perkataan dari Claris, Arini menyadari bahwa Claris tidak seperti anak perempuan muda pada biasanya saat mereka melihat Dexter. Biasanya akan lebih memperhatikan fisik Dexter, menyampingkan perilakunya tapi Claris.. dia bahkan menilai dan mengomentari perasaan Dexter.

Saat itu lah ide perjodohan ini dimulai.

.
.
.
.

"Dia siapa?" Claris merapatkan Cardigan nya karena akhir-akhir ini dia selalu merasa kedinginan bahkan di suhu sejuk sekalipun. Melirik pada Dexter yang duduk disampingnya sambil melihat-lihat foto di handphonenya.

"Bianca, Dia bukan cuma cantik tapi punya prestasi di sekolah sekaligus putri tunggal pengusaha kuliner. Tapi.."

Claris menunggu ucapan Dexter selanjutnya tapi Dexter malah melihatnya. "Tapi apa Dex?"

"Serius Clar, kamu nungguin aku deskripsiin cewek lain?"

"Ya kamu kelihatan tertarik, penasaran cewek ini bakal berakhir gimana sama kamu."

Dexter menutup handphonenya, alasannya ke rumah Claris karena disuruh menemani Claris. Padahal Dexter ada janji balapan dan menghadiri pesta temannya di salah satu Club hiburan malam ini.

"Tertarik apanya.." lirih Dexter menjawab.

"Terus gimana kabar Geo?"

"Kenapa tiba-tiba nanyain Geo?"

Claris tertawa kecil, kesal juga lama-lama sebenarnya mengobrol berdua sama Dexter. Claris paham, Dexter adalah orang yang tidak suka bila ada orang lain bertanya-tanya hal tidak penting kepadanya. Ya kecuali jika Dexter yang mengajak bicara asal duluan.

"Dari dulu kalau kita punya waktu berdua, kalau ga omongin soal kesehatanku ya palingan omongin cewek-cewek gila yang ngemis cinta kamu. Tapi kemarin.. saat ketemu Geo, jujur aku tertarik sama dia. Kamu.. kelihatan bahagia ada disamping dia. Sebuah bahagia yang belum pernah aku lihat bentuknya, bentuk yang belum pernah kamu tunjukkan ke siapapun."

Dexter tertawa mengejek dan menutup mulutnya menatap tak percaya pada Claris. Menyandarkan tubuhnya ke dinding di belakangnya.

"Kalau ditanya soal Geo, engga tau. Bingung mau jawab apa. Rasanya kayak ketemu teman lama, kayak menuangkan rasa rindu padahal kenal deket juga engga. Seolah di dekat dia perasaan benci dan marahku hilang entah kemana, merasa sangat dihargai olehnya, merasa bahwa ada tempat disampingnya. Seperti bangunan tua tapi terasa nyaman dan hangat. Dia seperti rumah yang berantakan tapi aku mau merapihkannya karena aku mau tinggal lebih lama di dalamnya."

Never Enough Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang