"Baik, sebelum saya tutup ada pertanyaan lagi?"
Kesempatan baik! Rara langsung mengangakat tangan, padahal Ia berada di samping Avicenna.
"Ehm.. sorry gue maksudnya Rara mau nanya bukankah Allah menciptakan semuanya berpasangan tapi kenapa Allah hanya menciptakan dua mata, dua telinga, tetapi satu mulut?"
"Karena luka di mulut bisa terobati sedangkan luka hati yang disebabkan oleh mulut sulit terobati."
Rara masih kurang paham dengan penjelasannya, lantas meminta Avicenna untuk menjelaskannya secara detail.
"Tak ada yang kebetulan di dunia ini, begitu pun dengan penciptaan manusia." terdengar helaan nafas kecil dari Avicenna.
"Allah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna manusia diciptakan dengan kedua mata dan telinga sedangkan mulut hanya satu bertujuan supaya kita sebagai hambanya untuk mendengar dan memperhatikan terlebih dahulu sebelum berkomentar."
Rara mengagguk kecil, satu pelajaran yang sederhana namun kerap kali manusia abaikan.
***
Pembahasan materi telah usai, Rara segera beranjak ke dapur gadis kecil itu langsung membuka kulkas yang berisikan banyak cemilan dan minuman sebelumnya Rara sudah izin terlebih dahulu kepada member Alma lainnya karena bagaimanapun cemilan di kulkas ini milik mereka.
"Jangankan cemilannya Teh Rara kalo mau porotin duitnya anak Alma juga gak masalah," kata salah satu junior Alma yang memanggilnya dengan sebutan "Teteh" Rara geli sendiri mendengarnya tapi Ia merasa terhormat dengan perlakuan baik para member Alma yang dibawah pimpinan Deva.
Rara mengambil dua buah roti rasa strawberry, dua snack kentang berukuran jumbo dan susu kotak strawberry, Ia akan menghabiskannya di kamar sembari menonton drakor yang beberapa hari ini sempat tertunda. Ketika keluar dapur Rara berpapasan dengan Kazama yang keluar dari arah lorong kamar, gadis itu menyapanya.
"Sudah lama disini?"
Rara mengangguk kedua tangannya penuh dengan cemilan, Kazama tersenyum melihatnya."Rara mau makan dulu bye Kazama!" tanpa menunggu balasan Rara segera pergi.
Rara membuka handle pintu begitu sampai lantas menutupnya perlahan, ketika membalikkan badan Ia melihat Deva belum tidur dan tengah duduk di pinggir kasur berlawanan arah dengan Rara.
"Mas belum tidur?" Rara meletakan snacknya diatas nakas lantas menghampirinya dan refleks terkejut melihat setengah telapak tangan Deva diperban.
"ITU TANGANNYA KENAPA?"
"Syuttt..jangan berisik Ra nanti member lain dengar."
Deva menyuruh duduk di sebelahnya, Rara mengikuti dengan perasaan tak tenang karena tak mungkin itu hanya luka gores biasa.
Deva membelai lembut kepala Rara yang masih tertutup hijab," Sudah berkelilingnya?"
Rara hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Bagaimana--"
"Mas jangan basa basi deh, itu tangannya kenapa gak mungkin kan kalo cuma tergores pisau"
Deva tertawa renyah, gadis mungilnya cerewet sekali.
"Raa..." kini Deva menatapnya dalam membuat tatapan Rara terkunci di dalamnya.
"Iya?"
"Do you still love him?"
Rara tak paham siapa yang dimaksud Deva," siapa?" Ia malah melontarkan pertanyaan balik.
Deva merogoh ponselnya lantas membuka chat dari nomor yang tak dikenal, Ia memperlihatkan foto Rara dengan seorang cowok tengah berpelukan di tengah jalan.
Rara terkejut bukan main, tetapi lidahnya kelu untuk membantah.
"Mas..itu.."
"Saya takkan menanyakan tentang kebenaran foto ini tetapi saya akan menanyakan tentang perasaanmu dengan seseorang di foto ini."
Rara menunduk benar benar tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana, Deva melempar Hp nya sembarang lantas langsung memeluk Rara.
Tangis Rara semakin pecah dalam dekapannya membuat lelaki berusia dua puluh dua tahun itu semakin mengeratkan dekapannya. Deva tak marah pada Rara melainkan Ia marah pada dirinya sendiri telah menelantarkan Rara. Sebab traumanya lah yang membuat Rara berlari hingga terjatuh lantas bertemu Reza. Ini murni kesalahan Deva yang membiarkan Rara menangis dan berlari ke dekapan lelaki lain.
"Maafkan trauma saya yang membuatmu harus lari ke dekapan cowok lain."
Rara menggelengkan kepalanya dalam dekapan Deva,"Ra..Ra yang salah karena mungkin rasa itu masih sedikit ada."
Deva mengangkat dagu Rara agar bisa menatapnya, "satu sampai seratus berapa persentase sayangmu ke Reza?"
Rara menggelengkan kepala, Deva menatapnya semakun lekat membuat Rara sedikit ketakutan " jangan takut ..jawab pertanyaan saya."
"se..sepuluh persen."
Deva menghela nafas seraya mengangguk kecil," let me to make you forget his love."
Sepuluh persen adalah angka yang sedang baginya.
****
duapuluh menit sebelum Rara memasuki kamar...
Bugh...
Bugh...
"JANGAN MELAKUKAN HAL KONYOL DEVA!"
Deva tersenyum miring, Ia sudah menyangka pasti akan ada yang melarangnya. Deva membalikan badannya dan benar saja Kazama masuk ke kamarnya begiru saja.
"Apakah suaranya terdengar sampai keluar?"
"Kalau Rara mendengarnya bagaimana?" Kazama segera mengambil kotak p3k ketika melihat darah bercucuran dari telapak tanga Deva.
Deva tak memberontak ketika Kazama mengobati lukanya."Sebenarnya yang salah siapa lo atau Reza?"
Deva mendongak,Kazama seperti bisa membaca pikirannya. "Dari mana lo tau?"
"Gue gak sengaja lihat langsung."
Deva mengangguk, Kazama memang seringkali menjadi intel mendadak.
"Ada nomor yang tak dikenal mengirimkan foto mereka berdua, entah darimana orang itu tahu nomor pribadi saya."
Kazama telah selesai mengobati luka Deva," Ingin saya bantu tuan muda?"
"of course, cari siapa pengirimnya."
Kazama memberikan hormat sebelum keluar,"baik saudara."
Sepuluh menit berlalu....
kazama sends an information
Deva mengepalkan tangannya, Ia tersenyum kecut.
"Do you wanna play with me?" Deva mengirimkan pesan suara pada pelaku.
*****
SEGINI DULU GAISS
MAAPKEN LAMA BANGET HUHUUU....SEE U
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Devara
Teen FictionIni bukan kisah tentang anak gang motor dengan gadis polos. Bukan kisah seorang Gus yang di jodohkan dengan Ning yang sholehah. Kisah ini untuk Devara.... Allah telah merangkai alur menulisnya dengan qolam di atas lembaran kertas takdir. Devara...
ENAM BELAS
Mulai dari awal