"Nanti aku bikinin lagi."
Mahira menyendok bubur ayam di mangkuk, melahapnya dalam suapan besar. Andra juga melakukan hal yang sama sambil sesekali memerhatikan Mahira dengan senyum mengembang. Senang rasanya melihat Mahira kembali banyak bicara seperti ini meski rasanya masih aneh karena Mahira tampak sedikit hangat saat berbincang dengannya.
"Setelah ini kita ke dermaga. Langsung pulang ke pulau."
Andra tak lupa akan tanggung jawabnya sebagai Chef di pulau. Ia juga tak mau Mahira sampai lupa akan pekerjaan mereka.
"Emang udah checkout dari hotel?"
"Udah. Barusan sekalian."
"Ponselku masih di kamar, Andra."
"Ini ponselmu!"
Andra mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Mahira hanya bisa terperangah kaget karena tampaknya Andra sudah mempersiapkan segala hal dengan matang.
Perjalanan pulang kali ini terasa begitu lama bagi Mahira. Ia sadar kalau hari kemarin sudah melakukan perjalanan yang cukup lama dengan Andra. Tapi, bagaimana mungkin ia tak sadar?
"Kemarin aku ketiduran pas di jalan, Dra?" Mahira ingin meyakinkan keraguannya.
"Enggak. Kamu melek nyampe mata kamu gak ngedip-ngedip."
"Seriusan, Andra ...."
"Aku serius, Hira. Kamu tuh melek! Mata kamu tuh melotot sampe kayak mau keluar dari tempatnya!"
"Ah, kamu! Diajak ngobrol serius kok malah becanda sih?"
"Aku gak becanda, Hira ...."
"Terus aku ngapain dong di jalan kemarin? Masa cuma bengong doang?"
"Emang cuma bengong doang."
"Masa sih?"
"Iya, Hira. Aku aja sampe ngira kalau kamu tuh kerasukan setan dan mau bawa kamu ke orang pinter. Untung kamu buru-buru sadar pas aku ajak kebut-kebutan."
"Ih! Aku ngajakin ngobrol serius kok malah becanda mulu sih! Yang bener dong kalau jawab, Dra."
Andra jadi bingung sendiri dibuatnya. Padahal ia sudah menjelaskan secara rinci sesuai kebenaran yang memang ia lihat sendiri. Tak ada satu hal pun yang ia sembunyikan, apalagi sampai berbohong segala.
"Ya, udah sih kalau emang kamu gak percaya. Yang penting aku udah ngomong jujur." Andra pasrah.
"Masa sih cuma bengong doang?"
"Justru aku yang pengen tanya, kenapa kamu bengong? Bengongin apa? Hutang? Atau bengongin aku?"
"Enak aja! Buat apa juga aku bengongin kamu! Buang-buang waktu tahu!"
Mahira juga tak tahu. Ia harap, dengan bertanya pada Andra maka ia akan menemukan jawaban. Tapi ternyata jawaban Andra tak lebih dari sekedar gurauan yang tak bisa Mahira percayai.
Aneh saja. Masa iya sih dia cuma bengong doang sepanjang perjalanan kemarin? Apalagi perjalanan itu memakan waktu yang sangat lama.
Kemunculan Mahira dan Andra di dermaga disambut heboh oleh Pak Supri. Mereka ditanyai banyak hal yang semuanya dijawab oleh Andra.
"Pada nginep di mana semalam?"
"Hotel dong, Pak. Masa iya di kolong jembatan."
"Cieeehhh ... kencan ceritanya."
"Ya, begitulah, Pak."
Mahira sudah sibuk menyikuti Andra agar laki-laki itu berhenti membuat candaan semacam itu. Selain membuatnya jengkel, jawaban Andra juga membuat Mahira malu bukan kepalang.
"Wah. Wah. Wah. Berarti kalian beneran udah balikan lagi? Kok saya baru sadar yah kalau kalian itu pacaran dulu pas saya anterin pertama kali ke pulau? Habis gak keliatan kayak pacaran! Mana si Mbaknya kayak yang bingung gitu waktu saya nanyain Masnya kok belum dateng juga."
Mahira membuang muka ketika Andra melirik. Ia tak mau ikut campur dalam percakapan Andra dan Pak Supri. Mahira tak mau peduli lagi!
"Ya, begitulah, Pak. Doain aja semoga bentar lagi kita bisa segera ke pelaminan." Andra tetap meladeni godaan Pak Supri.
"Ke pelaminan buat jadi tamu undangan orang yang nikah maksudnya?" sela Mahira sambil terkekeh. Ia puas sekali melihat raut wajah Andra yang tiba-tiba kusut.
"Bukan dong! Masa jadi tamu undangan. Jadi yang punya acara, Hira." Andra buru-buru meralat jawaban Mahira yang keliru.
"Kan tadi bilangnya biar kita segera ke pelaminan."
"Lengkapnya ... kita ke pelaminan sebagai pasangan suami istri. Kita yang nikah!"
"Kamu ngomong nikah-nikah kayak yang siap aja buat nikah, Dra."
"Siap dong!"
"Kalau siap, kenapa gak dari dulu aja nikah sama Zahra?"
Andra nyaris tak bisa membuka mulutnya lagi untuk menyela ucapan Mahira. "Kasusnya ... berbeda."
"Bedanya apa? Sekarang tiba-tiba ngebet pengen nikah karena takut ditinggal nikah lagi kayak kemarin?"
"Nah! Itu dia!"
"Sorry deh! Aku gak minat buat nikah sama orang yang niatan nikahnya kayak gitu. Mending aku jadi jomblo aja seumur hidup ketimbang nikah sama situ."
"Emang apa yang salah dengan niatan nikahnya?"
Mahira hanya menggeleng. Ia jadi ingat percakapannya dengan Andra beberapa waktu ke belakang. Tentang ia yang tak menemukan kesiapan menikahi Zahra meski menginginkannya.
Dasar cowok tukang iseng!
Pasti sekarang juga dia cuma iseng bicara saja.
Baiklah. Mahira tak perlu menganggapnya serius.
Andra pasti sedang iseng!
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomanceMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...
Bab 44 Andra Pasti Sedang Iseng
Mulai dari awal