Yang Tak Jadi Satu.

Start from the beginning
                                    

“Nyimak aja gue, sambil ngawasin dua bayi nih” sahut Marvio dengan bantal di tangannya.

“Kenapa? Beneran sakit kah?” tanya Jendral mendekat.

“Kayaknya sih iya, Rey sih lumayan anget lagi, tapi Haikal udah masuk ke kategori demam nih, panas badannya, lemes juga tuh, makanya anaknya diem daritadi”

“Ya udah Ko Rey sama Bang Haikal di atas ya ...” belum selesai Cendaka berbicara, Haikal sudah mengeleng kencang.

“Pelan-pelan euy, copot ntar” Nathan berkata sembari menghentikan gelengan Haikal.

“Mau di bawah, sama kali—”

“Nggak usah ngeyel Kal, lo mau mereka ikutan demam?” ucap Reynan yang lagi-lagi membuat Haikal mengeleng, walau tak sebrutal tadi.

“Ya udah, nurut. Diatas sama gue. ”

“Nih, sambil di pake. Untung warung depan masih buka, jadi Papa bisa beli ini, sementara ini dulu aja, besok kalo tambah tinggi panasnya, kerumah sakit” suara Papa Cendaka mengalun di antara mereka, dengan sosoknya yang membawa Bye-Bye Fever penurun demam.

“Kok Papa tau?” tanya Cendaka.

“Tadi Abangmu itu kan salaman sama Papa, sayang” jelas sang Papa, diikuti ‘Oh’ kecil dari ketujuh anaknya.

“Makasih Om”

“Panggil Papa dong, masa Om. Kan udah jadi anak Papa juga gantengg”

“Hehe, makasih Pa” ucap Haikal mengemaskan, membuat Marvio dan Jendral serta Nathan yang ada di sekitarnya menahan gemas, ingin memeluk erat dan menguyel-uyel pipi Haikal, harusnya ya, tapi ditahan, karena Haikal sedang sakit.

Sakit menyebalkan!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sakit menyebalkan!

“Papa tinggal ya, sekarang tidur semuanya” melihat semua mengangguk, kini sang Papa pergi ke kamar pribadinya, meninggalkan mereka yang bersiap tidur.

“Rey, peluk ya, gapapa kan? Aku mau minta Bang Marv, tapi takut Abang ikutan demam” lirih Haikal, namun masih mampu di dengar oleh indra semua insan disana.

“Boleh lah, tapi, gue juga lebih tua dari lo Kal, sesekali panggil Bang kek”

“Bang Ke?” jahil Haikal dengan suara lemas, diiringi tawa dari mereka yang berbaring di bawah.

“Bang aja Kal, Bang, istighfarrr banget guee”

“Iyaa Bang Rey, Abang peluk adek ya, Adek dingin”

“Aduh jadi iri gue cok” lirih Jendral pada Nathan yang sama irinya.

“Tahan deh, ntar bocahnya malah ga mau tidur di atas, tambah parah sakitnya ga tega gue, udah kalo sakit susah minum obat, mana bikin ketar-ketir terus” ucap Nathan sembari mengangkat handphone nya dengan kamera yang siap mengambil potret mereka berdua.

“Udah diem, Cenda sama Jiko udah mau tidur nih, jangan berisik, ntar kebangun mereka” bisik Marvio pada keduanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Udah diem, Cenda sama Jiko udah mau tidur nih, jangan berisik, ntar kebangun mereka” bisik Marvio pada keduanya.

Jendral dan Nathan meminta maaf melalui mata pada Marvio, dan memilih diam, mencoba memejamkan mata dengan saling berpelukan.

Nathan memeluk Jendral yang berbaring dengan tangan bersedekap di antara perut dan dada, sedang Marka memiringkan badannya menghadap Nathan, menumpukan tangannya pada lengan Nathan yang memeluk Jendral.

Kini, tinggal Reynan yang masih menikmati haru atas panggilan Abang dari Haikal yang tengilnya minta ampun.

Kini, tinggal Reynan yang masih menikmati haru atas panggilan Abang dari Haikal yang tengilnya minta ampun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Maaf, anggep foto pelukan pas bobok ye)

Tau gini, mau jadi bang Marv gue, enak MaSyaAllah woe di panggil kek gitu sama Haikal,’ batin Reynan dengan tubuhnya yang mulai memeluk raga Haikal.

“Mimpi indah, Haikal”

“Tidur nyenyak Bang Rey”

Semua terlelap, mengarungi kegelapan yang mencipta ketenangan, mengisi energi yang terkuras hari ini.

Pada sang malam, diam-diam masing-masing dari mereka bersyukur, atas hangat yang tercipta dari kehancuran pada tiap ‘rumah’ mereka.

Rumah yang hancur karena tak menjadi satu, Papa Cendaka yang sendiri, Bunda Jiko yang berteman sepi, Ayah Marvio yang patah hati, atau sepasang Mama Papa milik Nathan dan Jendral yang bersatu namun tak menyatu.

Mungkin juga, saudara kandung beserta Ayah Haikal yang tak kunjung pulang menemuinya. Mereka yang memilih tinggal jauh darinya, beralibi menuntaskan luka akan kehilangan Bunda dan Nenek, melupakan Haikal yang sebenernya juga terluka.

Segala hal yang tak menjadi satu itu, mencipta luka yang tak main rasanya. Namun juga membentuk frasa hangat antara mereka. Menggerakkan hati mereka agar saling menguatkan sampai garis finish kehidupan milik mereka.

.
.
.
to be continued.
.
Dah sampe bawah lagi, gimana chapter ini? Anw mo nanya deh, komedi ala-ala yang mencoba saya kasih disini, bisa dirasain ga sih T_T

Pubhlis : 8 Juli 2023
Revisi : 19 September 2023

SoraiWhere stories live. Discover now