Pria tampan itu sedang terbaring lemah diatas sofa kamarnya, sudah tak terhitung berapa kali ia memuntahkan isi perutnya. Kepalanya sangat pusing dan suhu tubuhnya pun mulai tidak normal. Cakra pulang dari kantor sekitar pukul delapan malam, biasanya ia akan pulang pukul sepuluh malam, namun karena tubuhnya sudah tidak kuat diajak bekerja, akhirnya Cakra pun memutuskan untuk pulang lebih cepat.

Pria itu termenung menatap langit-langit kamarnya seorang diri, ia tengah sakit sendirian dan sedang menangis menanti seseorang mengasihinya. Sang ibu sedang ada pekerjaan diluar kota, sehingga Cakra tidak mungkin membuat ibunya mengkhawatirkan dirinya. Ia sendirian di rumah, bukan sepenuhnya sendiri sebenarnya karena masih ada satpam dan juga pembantu rumah tangga disana.

"Kamu dimana? Kamu nggak telepon aku, kamu juga nggak kirim aku chat, ada apa Vi?" Keluh Cakra sambil menatap layar ponselnya menanti kabar dari tunangan yang tidak pernah ia anggap itu. Selama ini Cakra bahkan tidak pernah menghubungi Viviane duluan jika ia tak benar-benar butuh, selalu, selalu dan selalu Viviane lah yang menghubunginya duluan, yang mengirim chat duluan guna menanyakan kabarnya, menanyakan kondisinya, menanyakan apakah dia sudah makan apa belum. Selalu seperti itu, namun Cakra sering sekali mengabaikannya, memandang sebelah mata perlakuan dan perhatian Viviane, namun disaat seperti ini, Cakra justru sangat membutuhkan sosok itu.

Cakra ingin menelepon Viviane duluan, ia ingin mengatakan pada wanita itu jika ia sedang sakit sekarang, namun gengsi dan harga dirinya melarangnya dengan keras. Cakra takut jatuh semakin dalam pada wanita yang tidak ia kehendaki itu, jika sampai ia jatuh cinta pada Viviane, apa kata dunia?

Tapi...

Hati dan logika Cakra tak bisa berjalan beriringan. Logikanya menolak namun hatinya selalu menjeritkan nama gadis Hindustan itu ketika ia sedang butuh kasih sayang.

Cakra sejatinya sudah jatuh kepada sosok Viviane, namun otaknya selalu melarang keras untuk mengakui semua itu.

***

Viviane sendiri memang sengaja tak mengabari Cakra, entah ia memang sedang iseng atau memang sengaja untuk menguji calon suaminya itu. Namun meski begitu, Viviane selalu sudah bisa menebak kalau Cakra pasti tidak akan mungkin mengubunginya duluan. Bodohnya Viviane, sudah tahu begitu, tapi ia malah nekad untuk melakukan hal yang sia-sia saja.

"Kamu nggak ke rumah Cakra dulu sayang? Tante Melly kan belum pulang." Tanya Rani, ibu Viviane. "Mami tadi buat chiffon cake kesukaan dia, kamu antar kesana ya, sekalian lihat dia." Imbuhnya.

Memang selalu seperti ini jika Viviane belum melihat keadaan Cakra, ibunya pasti akan selalu mengingatkan dirinya. Rani memang sangat menyukai calon menantunya itu, namun selama ini ia belum pernah mengetahui sedikitpun tentang perlakuan Cakra terhadap putrinya.

Viviane tampak terdiam sejenak, ia menimang-nimang saran sang ibu sebelum ponselnya tiba-tiba saja berdering.

'Hallo!'

'Non Vivi, ini Rati non.'

'Iya Ti ada apa?'

'Mas Cakra tadi pulang lebih awal pukul delapan, biasanya kan pulang pukul sepuluh, tapi tadi tiba-tiba pulang diantar sama mas Frans, dipapah gitu non, langsung masuk kamar, saya barusan ketok-ketok pintu kamarnya tapi nggak ada jawaban, mau masuk tapi saya takut mas Cakra marah non.' jelas Rati membuat Viviane langsung merasa khawatir.

'Saya kesana sekarang Ti.'

'Iya non.'

Viviane pun segera memutus panggilan teleponnya.

"Ada apa Vi? Cakra nggak apa-apa kan?" Tanya Rani dengan tatapan cemas.

"Kayaknya dia sakit mi, aku mau lihat dia dulu." Ujar Viviane.

CAKRA Big Boy (Crazy Positif Sequel) Tersedia Hanya Di DREAME INNOVEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang