Bab XLIII

40K 2.1K 86
                                    

Dan pada titik tertentu akan selalu ada penyesalan di setiap kesempatan

🌥️🌥️🌥️

Setelah berhasil mengejar Alya, mobil yang dikemudikan Dirga menepi sebentar di sekitar taman tak jauh dari sekolah Qila. Dirga mencekram stir mobil, matanya memejam, sejak tadi baik dia maupun Alya sama-sama bungkam.

Kebodohan Dirga adalah terlalu percaya pada suatu hal yang diragukan hatinya. Otaknya jauh lebih keras dibandingkan bersikap rasional atas semua fakta yang telah ia terima. Namun, Dirga hanya berusaha percaya, karena Alya bukan orang asing yang bisa ia curigai.

"Sebenernya apa yang terjadi hari itu? Kenapa Qila bisa begitu takut sama kamu?" Helaan napas panjang terdengar frustasi. "Semua hal tadi gak bener, kan?"

"Serius kamu tanya gini? Kamu raguin aku, Ga?" Alya membuka mulutnya lebar tak percaya. "Aku kira kamu pilih aku karena percaya sama aku."

"Aku gak pernah raguin kamu, aku cuma tanya kenapa Qila sampai gemeteran setelah liat kamu?" Dirga mengacak rambutnya. Sekarang isi otaknya sedang ruwet, satu masalah belum selesai kini masalah lain tiba-tiba datang. "Kamu bilang dia yang duluan nyerang kamu dengan kalimat offensif tapi kenapa sekarang justru dia yang ketakutan?"

"Kamu pikir aku gak takut ketemu Qila setelah kalimat buruk yang dia lontarin ke aku? Ga, aku bersikap baik-baik aja demi kamu!"

Dirga memperhatikan Alya intens menelusuri kedua bola matanya, mencoba menemukan kebohongan tapi ia tak dapat memastikan apapun. Mendadak ragu menyerang Dirga, meski tak terlihat berbohong, wajah Alya juga tidak menunjukkan rasa takut, gadis itu justru lebih seperti orang yang sedang tertangkap basah.

Tidak mungkin orang yang selama ini selalu mendukung keputusan Dirga di segala situasi berkhianat, tidak, lebih tepatnya Dirga tidak mau menerima jika hal tersebut adalah kebenaran.

"Makanya aku tanya kalimat macam apa yang Qila ucapin sampai bikin kamu sakit hati kayak gini." Tatapan Dirga melembut, sekali saja, untuk terakhir kali Dirga ingin mendengar penjelasan, bukan bantahan dari mulut pacar yang begitu ia percayai ini.

"Buat apa kamu tahu, Ga? Kamu tahu pun gak akan bisa ngerubah keadaan, kan?"

Mendengar jawaban itu seketika jantung Dirga tertikam rasa kecewa, "Al please." Dirga mengurut pangkal hidungnya.

"Sekarang kamu belain adik kamu? Kamu mau buang aku kayak yang dilakuin orangtuaku, Ga? Kamu sejahat ini setelah semua yang aku lakuin buat kamu, aku bertahan sejauh ini demi siapa Ga? Kenapa sekarang kamu malah raguin ucapan aku."

"Kamu tahu bukan itu maksud aku." Kenapa ia baru sadar sekarang? Selama ini disaat hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja, Alya akan bersikap seolah korban. Kenapa ... rasanya Dirga seperti menyadari fakta yang meremat perasannya. "Qila juga adik aku, kemarin aku emosi karena denger kamu di maki sama dia dan diperlakuin gak sopan. Dan sekarang aku cuma mau denger cerita kejadian saat itu secara runut, Al, gak ada maksud buat raguin kamu."

"Bohong." Alya terkekeh sinis. "Aku kira kamu gak sama kayak keluargku, ternyata kamu sama aja, sekarang pun kamu pikir aku penipu. Aku kecewa sama kamu Ga."

"Al!" pekik Dirga begitu Alya membuka pintu mobil dan keluar dengan wajah memerah. "Kita belum selesai bicara, Al!"

Namun Alya tetap keluar tanpa memedulikan Dirga. "Inget siapa yang selalu ada disisi kamu disaat kamu terpuruk waktu itu, Dirga. See? Sekarang semudah ini kamu balas semua hal yang udah aku lakuin untuk kamu. We need a break. Aku gak bisa berhubungan sama orang yang gak punya rasa percaya yang cukup buat pasangannya."

Paradise (Segera Terbit)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora