TE | Chapter 51

Mulai dari awal
                                    

"Ha? Gue gak bilang apa-apa."

Alan mengangkat kedua bahunya acuh. Melihat itu, Angga mendatarkan kembali mukanya. Ia berusaha berganti posisi, dari berbaring menjadi duduk. Melihat Angga yang kesusahan, Ham dengan segara membantu.

"Ham, gue tadi mimpiin lo mati."

Celetukan lemah dari Angga itu, berhasil mendapati gelakan tawa dari Alan. Tawa cowok itu menggema di seluruh ruangan. Ham memutar bola matanya malas.

"Gajelas mimpi lo!" gertak Ham. Angga terkekeh. Dia menyamankan posisi duduknya. Kedua bola mata Angga menangkap adanya dua orang gadis yang berdiri di ujung brankar.

"Lala, Risha, kalian kenapa nangis?"

Angga bertanya, dengan suara lemasnya. Menatap salah seorang gadis yang menyeka air matanya. Yang wajahnya mirip sekali dengan Viola. Berdiri di sampingnya seorang gadis yang mirip sekali wajahnya dengan Disa.

"Heh, Ga. Lala tuh pasti nangis terharu. Pas lo koma, Lala ini ngerasa bersalah banget. Dia yang jagaian lo dua puluh empat jam di sini," cerita Alan.

Kedua sudut bibir Angga terangkat. "Makasih, La."

Lala sedikit terdiam, tapi kemudian cewek dengan rambut panjang itu mengangguk singkat.

"Mau tanya, udah berapa lama gue koma?" Angga menatap salah satu wajah dari para teman-temannya.

"Tebak dulu, dong," ujar Alan. Dengan senyuman menyebalkannya.

Satu pukulan mendarat di lengan Alan, itu dari Ham. "Goblok! Baru sadar dari koma disuruh main tebak-tebakan."

Alan meringis sakit memegangu lengannya yang dipukul oleh Ham. Kedua sudut bibir Alan tertekuk ke bawah.

Angga terkekeh melihat kedua temannya itu. Sangat rindu sekali ia dengan kedua teman berisiknya.

"Lo komamya tiga hari," tutur Ham.

Penuturan Ham mendapati tatapan terkejut dari Angga. "Beneran tiga hari?" tanyanya.

Bukan apa, tapi Angga merasa berada di dunia lain itu selama kurang lebih 1 bulan. Dan dia koma selama 3 hari? Apakah itu mungkin?

"Iyalah! Lo mau nambah? Bayar sendiri, ya, biaya rumah sakitnya," cercah Alan, merotasikan bola matanya malas.

Terdiam Angga mendengarnya. Bagaimana bisa ini terjadi? Apakah 1 hari di dunia ini, sama dengan 10 hari di dunia beda dimensi itu?

"Buku," celetuk Angga.

"Ha? Buku?" beo Alan tak mengerti. Satu tangan cowok itu terangkat menggaruk pelipisnya.

"La, buku novel lo mana? Gue belum baca," cetus Angga menatap Lala yang ada diujung brankar.

Lala terihat bergeming di tempatnya. "Di sana, bentar." Lantas Lala melangkah mendekati kursi yang ada di ruangan itu.

Angga melihat pergerakan Lala. Ia kembali melihat kedua temannya, yang menatap Angga dengan pandangan rumit diartikan. Angga ikut menatap aneh kedua temannya.

"Kenapa liatnya gitu?" heran Angga.

"Angga, lo masih waras, 'kan, ya?" tanya Alan.

"Curiga pas koma Angga kehilangan jati dirinya," sahut Ham.

"Iya, Ham. Dari tadi juga dia banyak bicara, gak kayak biasanya," timpal Alan.

Kini Angga tersadar dengan apa yang membuat kedua teman-temannya memandangnya aneh. Angga yang mereka kenal itu, adalah orang yang sangat anti membaca buku, dan sikapnya juga dingin, cuek, dan irit berbicara.

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang