16. Nano-Nano part 2

Mulai dari awal
                                    

"Enggaaaaak." Jeno menyangkal. Untung aja kelebihan Nana selain cantik itu ya budi, alias budek dikit. Jadi Jeno gak perlu khawatir kalau semuanya terlalu ketara. Jeno menyunggingkan senyum pada Nana, membuat kedua matanya menipis seperti bulan sabit.

Nana terdiam sejenak..
Ada yang aneh pikir dia.
Nana mendengus, seperti biasa Jeno tidak menyelesaikan kalimatnya.

"Cepetan naik! Malah bengong." Ujar Jeno. Tangan Jeno ternyata sudah terulur sejak tadi untuk memberikan helm pink yang sepasang dengan helm Jeno. Yap benar, helm Jeno juga berwarna pink atas bujuk rayu Nana, bedanya, helm Jeno model helm cakil yang menutup sampai ke mulut, katanya sih laki-laki itu agak malu.

"Iya sabar!" Nana menyipitkan matanya agak kesal, padahal yang telat jemput itu Jeno, walaupun dia tampak jauh berbeda tetap saja sedikit menyebalkan hari ini.

"Lo makin kurus ya? Lo diet?" Tanya Jeno saat motor mulai membelah jalanan sore itu.

"Ah enggak, kenapa emang?"

"Kok rasanya ringan banget, sampai gue gak berasa lagi bonceng orang."

"Masa sih?"

"Coba pegangan ke gue deh Na... gue takut kalo lo jatoh, gue gak tau."

"Dih lo mau ngapain?? Kan ada spion." Dari dulu, walaupun mereka dekat bagai nadi. Nana memang tidak terbiasa berpegangan dengan orang didepannya. Jangankan Jeno, sama papa juga gak pernah.

"Gausah peluk, pegangan baju aja atau motor. Kalau dibilangin gak mau, gue ngebut nih!" Jeno tersenyum nakal, senyum yang sesungguhnya bisa membuat semua cewek di dunia ini jatuh pada salah satu pesonanya.

"Ihhh... iya ini pegangan, jangan ngebuuut." Tangan Nana mencengkram pinggang Jeno agak kencang karena motor Jeno benar melaju pesat.

Jeno tertawa keras, "ini mah gelitikin bukan pegangan. Geli kalo diginiin." Jeno menggoyangkan pinggangnya untuk menggoda Nana.

Tak!

Nana memukul helm Jeno, pelan.

"Jangan gerak-gerak, motor lo oleng, kalo gue jatoh, lo gue laporin ke bapaknya kak Marco!" Nana cemberut. Tangannya malah semakin erat memegang pinggang Jeno. Nana gak peduli kalo cowok itu kegelian sepanjang jalan. Nyawa dia lebih penting daripada rasa geli Jeno.


🌠🌠🌠

Lele berdiam diri menatap keramaian diseberang, kurang lebih sekitar 5 meter dimana Sobin sedang mengantri untuk membelikan jasuke miliknya dan milik Sobin sendiri. Bukan dia malas, hanya saja Sobin bilang terlalu berdesakan jika Lele ikut antri, dan takut jika tuan putri itu akan lecet, tentu saja Lele dibuat tersanjung mendengarnya dan pada akhirnya menurut.

Ah padahal tinggal bilang saja kalau Lele ikut antri, gadis itu nantinya akan meracau tidak jelas dan akan menjadi semakin berisik disana. Sobin pasti menghindari itu, apalagi Sobin sangat memahami kelebihan Lele yang satu itu.

Tapi Lele tidak pernah berburuk sangka selain pada Sungkana jadi Lele dengan hati berbahagia mengamati Sobin dengan antengnya, Sobin pun tersenyum dan melambai pada Lele ketika mata mereka bertemu, kemudian netra Lele menemukan keberadaan sosok lain yang dikenalnya. Sosok itu tampak berbeda dari terakhir kali Lele melihatnya. Wajahnya terlihat pucat dan binar matanya tidak secerah biasanya.

"Loh Jijie... Jijiee... kamu ngapain disini?" Pertanyaan aneh yang harusnya tidak dikatakan ketika bertemu seseorang pada sebuah acara untuk umum. Tentu saja, untuk belanja dan juga hiburan, tapi karena dia Jior maka pertanyaan seperti ini wajar dikatakan, karena mana mungkin anak konglomerat datang ke tempat seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daddy's Little MonstersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang