Luke menatap Ibunya dengan tatapan pasrah. Sejujurnya ia memikirkan sesuatu. Seseorang.
"Mum, I like someone," gumam Luke, namun detik berikutnya ia merasa bodoh. Oh, ayolah, anak laki-laki mana yang curhat tentang perempuan kepada Ibunya?
"I think I know who..." respon Liz cepat, menatap Luke dalam-dalam. "You can't, Luke."
"I know," Luke menggumam lagi, menggigit ujung jempolnya dengan ragu. "The problem is she likes me too."
"And you're going to tell her," ujar Liz sambil mengangguk-angguk.
"No, no, I can't," Luke menggeleng cepat lalu dadanya terasa berdebar-debar. "I can't tell her, okay? I promised her something."
Liz terdiam, meneguk ludahnya. "What did you say?"
"I said I'll come back to see her when she's 18," ujar Luke lalu melayangkan jari-jarinya ke rambutnya dengan frustasi. "It's stupid, right?"
Luke mengira Ibunya akan menceramahinya bertubi-tubi setelah ini; namun yang didapat adalah suara tawanya. Ibunya tertawa. Oh, Luke merasa semakin bodoh sekarang.
"That's actually very cheesy of you," kata Liz setelah Luke melemparkan tatapan aneh padanya. "So what? Promises are meant to be broken, right? She probably won't even remember you tomorrow."
"It's different, okay?" Luke mendebat, dan suaranya entah mengapa meninggi. "Because... I was thinking I'm gonna keep this promise."
Dan saat itulah ruangannya kembali hening. Liz kini menatap ke jendela kamar Luke yang menampakkan pemandangan halaman rumahnya. Luke tahu Ibunya tidak bisa berkata apa-apa, karena ia sendiri pun tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan masalah ini.
Dan disaat Luke mengira Ibunya akan terus diam, wanita itu akhirnya bicara. "Michael wanted to talk to you."
Bagus. Ibunya mengganti topik. Luke ingin protes, namun ia tidak mau membuat kejadian semalam terulang lagi. Setidaknya, tidak sekarang.
"Good," gumam Luke sambil menatap tembok kamarnya dengan datar. "I know he's going to kill me."
"He's downstairs with Vanessa right now. They've cleared things up but Michael is still upset," ujar Liz lalu menepuk pundak Luke dan berdiri dari ranjangnya. "I'm gonna tell him you're awake."
Dan setelah itu, Liz meninggalkan kamar Luke, membuat cowok itu kembali diselimuti kesendirian. Cowok itu meraih ponselnya dan hatinya terasa ditusuk seribu jarum ketika SMS Pamela muncul saat pertama kali Luke membuka kunci layar.
Luke tidak tahu harus membalas apa; yang jelas ia tersenyum sendiri ketika membaca ulang SMS itu. Meskipun itu artinya ia harus tersenyum dalam kepahitan, namun Luke masih tetap merasa senang. Setidaknya gadis itu masih peduli.
"Wow, you're awake," ujar sebuah suara dari pintu, membuat Luke menoleh dan meletakkan kembali ponselnya di meja.
"Michael," gumam Luke pelan. Michael berjalan mendekat ke arahnya dengan tangan dilipat di dada, lalu cowok itu meraih kursi belajar Luke dan menariknya sampai ke dekat ranjang cowok itu.
Michael duduk dengan kedua tangan masih terlipat dan salah satu kakinya ditumpangkan ke kaki yang lain. Dia tidak terlihat senang pagi ini.
"Michael, I'm sorry," gumam Luke lagi. Tatapan matanya tertuju pada lantai kamarnya; dan sebisa mungkin ia tidak mau menatap wajah Michael.
"Excuse me?" Michael tertawa pahit. "Look at me when you're talking."
Luke meneguk ludahnya dengan gugup lalu memberanikan diri untuk menatap mata abu-abu Michael yang diterpa sinar matahari pagi itu. Luke kembali mengaitkan ujung jari-jarinya—kebiasaan yang ia lakukan saat gugup.
"I'm sorry," ulang Luke sambil terus menatap mata Michael.
Michael tertawa lagi, dan tawanya jauh lebih garing dari yang sebelumnya. Luke merasakan dadanya ditinju sesuatu, dan itu membuatnya kembali menunduk menatap lantai.
"Fucking say sorry to my ass," ujar Michael sambil mendengus jijik. "You disgust me the most, you know that Luke?"
Luke menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya, mencoba tidak merasa emosi. Dan yang terpenting; jangan sampai ia menangis lagi.
"I don't want this to happen, Mike. You know that," kata Luke pelan, tak mau memancing emosi cowok itu.
"Fucking say that again and I'm gonna kill you," geram Michael sambil menatap Luke. Dan kalau tatapan bisa membunuh, mungkin Luke sudah menjadi serpihan daging sekarang.
"Me too," kata Luke kalem, yang justru membuat Michael terkejut.
"What do you mean?" tanya Michael, mempertahankan suara tegasnya yang sempat membuat Luke takut.
"If I could kill myself, I would. Trust me."
Michael tak menjawab, sementara Luke diam-diam merasa puas telah membuat cowok itu terdiam. Michael tampak tak percaya karena Luke baru saja mengatakan hal yang tidak pernah ia kira akan keluar dari mulut cowok itu. Dan tak lama kemudian, Michael akhirnya kembali bersuara.
"Are you stupid? Why would you want to kill yourself, you fucking dumb?" Michael menatap Luke sambil mengerutkan dahinya dan menggeleng-geleng.
"I don't know. I just hate being me," ujar Luke sambil melirik Michael sekilas, lalu kembali melirik lantainya.
"Stop being fucking stupid it makes me hate you even more," Michael melayangkan tangannya di udara lalu menggeleng-geleng. "People out there are dying and would kill to be in your position, you stupid shit."
Luke mengerutkan dahinya lalu memberanikan diri untuk menatap Michael. "What the hell are you trying to say? You said you want to kill me and now you're telling me about not to kill myself? Get your shit together, Mike."
Michael mengambil nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan sedikit mengerang sebal.
"Okay, I hate the fact that you're my bestfriend, you hurt my feelings TWICE, but what else can I do?" Michael melayangkan tangannya di udara. "I still care about you and I have the thought of forgiving you in the back of my mind, Luke! You better be fucking grateful."
Kalau saja keadaannya tidak sepanas ini, Luke mungkin sudah tersenyum. Namun ia tahu, meski kata-kata Michael terdengar bercanda, cowok itu serius.
"And are you going to forgive me?" Luke bertanya pelan, melirik Michael yang masih tampak kesal.
"WOW I don't fucking knooow!" Michael tertawa sarkastik sambil melayangkan tangannya lagi di udara. "Would you forgive yourself if you were me?"
Luke terdiam, kembali mengalihkan pandangannya dari Michael. "I don't know."
"Exactly, I don't know!" ujar Michael lalu ia melipat tangannya kembali.
Luke tidak mengatakan apa-apa. Sebenarnya, ia juga bingung apabila ia ada di posisi Michael. Atau mungkin, Luke malah tidak akan memaafkan sama sekali. Dan semoga saja Michael adalah Michael, bukan Luke.
"I talked to Vanessa," ujar Michael lagi, membuyarkan suasana hening diantara mereka.
"And...?" Luke melirik cowok itu ragu. Namun di dalam hatinya, Luke kesal karena ia tahu Michael pasti tidak semarah ini terhadap gadis itu.
Mereka pasti membicarakan hal ini baik-baik. Dan Michael pasti sudah mengatakan bahwa ia memaafkan Vanessa dan mereka pasti sudah berpelukan.
Luke benci fakta bahwa hanya karena ia sesama laki-laki, Michael memperlakukannya beda. Dan fakta bahwa Michael hanya berani memaki-makinya—tidak terhadap Vanessa—membuat Luke semakin tidak terima namun ia tidak pernah protes.
"I'm still fucking pissed," kata Michael sambil menatap jendela kamar Luke. "She said she likes me too, but now that all of this happened, she has to stay with you."
Luke menatap Michael dan ia bersumpah bisa melihat mata Michael nyaris berkaca-kaca. Cowok itu pasti lebih dari kecewa; dan Luke masih heran mengapa Michael belum membunuhnya juga sampai sekarang.
"Isn't that great?" Michael melanjutkan. "You would be a great father that pissed off his wife everyday."
Luke terdiam dan menatap Michael dengan tatapan membelalak. Sesuatu terlintas di benaknya secara tiba-tiba. Namun ia ragu untuk bicara. Ia takut Michael akan semakin mengamuk.
"Stop fucking staring at me," desis Michael saat Luke masih menatapnya dengan tatapan membelalak itu.
"I'm-" Luke tergagap, lalu mengerjap. "Don't kill me, Mike, but..."
"But what?"
Luke menarik nafasnya dalam-dalam. Ini akan jadi ide terburuk yang pernah ia ucapkan.
"W- would you have my baby?" kata Luke pelan.
Michael membelalak dan menatap Luke dengan tatapan membunuh. "That sounded so fucking wrong!?"
"NO! I mean," Luke menggeleng dan mencoba menjelaskan. "Marry Vanessa, I'll let you have the baby. Call the baby your son/daughter, and don't ever mention my name, and just—"
Luke tak sanggup melanjutkan kata-katanya karena ucapannya semakin mengada-ada. Cowok itu mendongak lalu mendapati Michael menatapnya heran. Entah itu tatapan aneh, atau justru tatapan iba.
Luke sudah mengira ini akan jadi reaksi Michael nantinya. Ia merasa bodoh dan gila disaat yang bersamaan.
"You can't just do that, Luke," Michael menggumam lalu menggeleng kecil. Ide itu memang tidak merugikan siapapun, namun Michael masih memiliki perasaan untuk menyadari bahwa itu ide yang jahat.
"Shit," Luke mengerang lalu menjambak rambutnya sendiri. "I know. I'm sorry, Michael. I really do."
"Yeah you better be," Michael mendesis.
"I'm sorry, please, I do," Luke terus memohon, menatap Michael yang masih tidak mau menatapnya.
Michael tidak menjawab untuk beberapa saat, sebelum akhirnya cowok itu mendesah dan kembali melipat tangannya dengan gayanya yang menyebalkan.
"You know who's the one you should say sorry to?"
Luke menatap Michael dengan ragu. Dia tidak yakin dengan jawaban Michael nanti, namun akhirnya ia bertanya juga. "Who?"
"The pretty girl."
>>>>
ASIK NEXT CHAPTER ADALAH PAMELA YAYAYAYAYAY #pamelukeforlife
um pada ngamuk ga kalo gue bikin pamela maafin calum? *wink*
oh ya please tell me that this story isn't going too fast...? atau ada yang merasa chapter ini rada gajelas gitu? ahahaha kalo iya, maafin ya:-(