Untuk itu, Sendu berlari kecil menelusuri jalan setapak. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak, ruang lingkupnya menjadi sempit. Tuhan, kenapa tidak dari dulu memberinya peluang ini?

Sendu menerjang tubuh pria tersebut untuk memeluknya, tanggisnya sudah tumpah sejak tadi. Isakannya terdengar jelas di tengah tengah tanah makam yang sepi ini. Namun, sendu masih menunggu. Menunggu pria tersebut membalas pelukannya.

"Ayah, Ayah... Sendu kangen Ayah." Ujar Sendu dengan tangis yang semakin pecah.

"Ayah kenapa gak pernah datang? Sendu selalu nunggu Ayah."

"Tolong, balas pelukan Sendu..."

"Ayah, tolong bawa Sendu pulang bareng Ayah."

Masih tidak ada jawaban, pria itu tidak berkutik sedikit pun. Jiwanya seakan-akan melayang saat Sendu memeluknya, kebetulan seperti ini tidak pernah ia bayangkan.

Sang Ayah mendorong tubuh Sendu untuk melepaskan pelukannya, ia memegang kedua pundak Sendu yang tengah bergetar hebat karna tangisnya pun belum reda.

"Kamu bukan anak kecil lagi Sendu, tidak perlu menangis." Ujarnya sang Ayah.

Sendu mencoba menahan isakannya sebisa mungkin, tapi gagal. Puncak kerinduannya pada sang Ayah sudah pecah, tidak mungkin ia bisa menahannya. "Sendu mohon, Sendu mau sama Ayah."

Dalam tujuh belas tahun hidup di dunia, baru dua kali Sendu bertemu sang Ayah. Saat ia menginjak bangku SMP tepat kematian sang Ibu, dan hari ini saat ia hendak mengunjungi makam ibunya. Sendu benar-benar membutuhkan sosok sang Ayah dalam hidupnya, bukan hanya jutaan uang yang selalu masuk ke dalam rekeningnya setiap bulan.

Namun, takdir kembali membuat Sendu sadar. Bahwa sang Ayah tidak akan pernah membalas pelukannya ataupun membawanya pulang, Ayah bukan hanya miliknya. Orang lain juga memiliki Ayah yang sama dengannya, ia hanya sebuah sampah yang tidak pernah masuk ke tempatnya.

Tuhan tidak pernah jahat, hanya saja kedua orangtuanya memilih jalan yang salah sedari awal. Sebuah dosa yang tidak pernah bisa dimaafkan, Sendu tidak boleh egois untuk memiliki sang ayah. Ia harus sadar tentang posisinya, sebuah karunia dari Tuhan yang tidak pernah diharapkan.

"Ayah akan kirimkan uang lagi, beli apapun yang kamu mau. Tapi, jangan sekalipun kamu berani mengusik keluarga Ayah jika tidak mau bernasib seperti ibumu. Ayah tau kalau belakangan ini kamu mulai berani, terima akibatnya. Beberapa hari ini ada orang yang sedang mengikutimu kan?"

Sendu meraup wajahnya kasar, ia menatap sang ayah dengan nyalang. "Ayah yang kirim orang itu?"

"Ayah tidak sebodoh itu membiarkan kamu terluka, lakukan saja perintah Ayah. Jika kamu patuh, Ayah akan menemui dipenghujung tahun ini."

Banyak pertanyaan yang belum sempat Sendu tanyakan, bahkan pelukannya belum membalaskan rasa rindunya pada sang Ayah. Namun, pria tersebut pergi terlebih dahulu. Melewati tubuh Sendu tanpa ada kata salam perpisahan ataupun ungkapan rindu untuk putrinya. Seharusnya Sendu tidak pernah membuat harapan bahwa sang Ayah akan memeluknya erat sebelum meninggalkan makam, Ayah hanya meninggalkan sebuah luka yang akan membekas cukup lama.

Tenaga Sendu terkuras habis rasanya, ia terjatuh ke tanah makam yang masih basah karna hujan tadi sore. Langit benar-benar sudah gelap, suara adzan Maghrib dari masjid dekat makam pun berkumandang dengan keras memecah keheningan. Sendu merikuk ke atas makam sang Ibu, kembali menumpahkan tangisannya, hatinya benar-benar hancur sekarang.

HANKER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang