Pria tersebut menutup sambungan telepon dan memberikannya kembali pada bawahannya.

"Sekarang kau tau apa yang harus kau lakukan?"

Pria plontos itu mengangguk. "Saya mengerti, Tuan."

"Satu lagi, atur keberangkatan malam ini. Kita harus turun langsung, dia tidak bisa diandalkan."

Kembali pria tersebut mengangguk mengerti dengan perintah sang atasan. Kemudian dia keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan pria itu seorang diri.

"Kalian harus membayar semuanya..." gumam pria itu sembari memandang satu foto keluarga yang selalu terpanjang di atas meja kerjanya dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan.

.........

Setelah selesai melakukan wawancara dengan Gibran, Eleazaro menunggu pria itu di kantin rumah sakit. Sedangkan teman-temannya yang lain sudah terlebih dahulu pulang ke rumah mereka masing-masing.

Eleazaro kembali menyeruput jus jambu yang dipesannya. Sebenarnya, Gibran tadi menyuruh El untuk menunggu di ruang kerjanya. Namun memang dasarnya Eleazaro tak bisa diam. Pemuda itu justru memilih berkeliling rumah sakit, hingga dia berakhir di kantin seperti sekarang ini.

El meraih ponselnya yang bergetar di atas meja. Nama Atalaric terpampang jelas di layar berukuran 6,68 inci itu. Pemuda itu terlihat menghela napas setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Daddy-nya itu.

Eleazaro heran, Atalaric itu tidak bisa mengerti bahasanya atau bagaimana. Jelas-jelas sepuluh menit yang lalu, pemuda itu sudah menjelaskan jika ia akan pulang bersama Gibran dan tidak perlu menjemputnya. Lalu kenapa sekarang pria itu mengirimnya pesan jika sudah berada di lobi rumah sakit. Tak habis pikir El dengan Atalaric.

Dengan tergesa, El meneguk habis minumannya. Tidak lupa, pemuda itu membayar jus tersebut. Setelah itu, El beranjak pergi untuk menemui Atalaric. Tidak butuh waktu lama bagi Eleazaro untuk sampai di lobi rumah sakit. Akan tetapi, yang menjadi masalah saat ini adalah tidak ada keberadaan Atalaric di sana.

"Ga mungkinkan gue dikubulin Atalaric? Tapi mana tuh orang, katanya udah di lobi." El merasa bingung, mengingat Atalaric mengatakan sudah berada di lobi rumah sakit.

Eleazaro menoleh ke kanan dan ke kiri berusaha untuk mencari sosok Atalaric. Hingga ia tidak sengaja melihat siluet tubuh yang mirip dengan Atalaric. Eleazaro mendekati sosok tersebut dan benar saja itu Atalaric. Pantas saja dia tidak melihat pria itu, pandangannya terhalang oleh pilar.

Saat mendekati pria itu, El menyadari Atalaric tengah menelepon. Eleazaro menyadarkan badannya ke pilar sembari menunggu Atalaric selesai dengan urusannya.

Atalaric menghentikan percakapannya di telepon ketika menyadari kehadiran Eleazaro. "Nanti  saya telepon lagi." Kemudian pria itu mendekati anaknya.

"Kalau sibuk harusnya ga perlu jemput segala. Aku kan udah bilang juga pulang bareng Ayah Gibran."

Atalaric mengangkat alisnya dan menggeleng pelan. "Tidak bisa. Gibran masih ada operasi. Akan lama jika menunggunya."

Eleazaro menatap Atalaric penuh keraguan. Benarkah itu? Perasaan tadi Gibran hanya mengatakan akan melakukan pemeriksaan pada salah satu pasiennya sebelum pulang. Mengapa sekarang ada operasi yang membuatnya lama? Apa itu hanya akal-akalan Atalaric semata. Tapi sudahlah, El tidak ingin mempermasalahkan hal itu.

"Ayo kita pulang!" Atalaric kemudian mengajak El untuk menuju tempat ia meletakkan kendaraannya.

"Daddy membawa mobil sendiri?" tanya El ketika mereka sampai di tempat parkir khusus mobil.

ELWhere stories live. Discover now