Karena gak dapat respon yang sama, akhirnya Irene berhenti lumat bibir Wendy kemudian sedikit menjauh dari hadapan gadis poni lucu ini.
“Pasti aneh ya, dicium sama orang yang bukan Taeyeon.”
Manusia ini kenapa sih?! Wendy mau teriak aja rasanya.
Wendy jadi sedikit hela nafas, tangannya merambat naik peluk leher Irene lumayan erat.
Hanya minta diyakinkan lewat pelukan aja, bahwa semua sentuhan malam ini murni milik berdua. Gak ada embel-embel orang lain, dan Irene yang balas peluk pinggangnya untuk memantapkan posisi.
Ini Irene dan bukan Taeyeon. Terus begitu didalam hati.
Wendy melepaskan pelukan mereka lebih dulu, matanya sedikit melirik ke punggung tangan Irene yang masih ada bercak darahnya sedikit.
Dia ambil tangan Irene yang berdarah itu, Irene terus memperhatikan gimana Wendy membersihkan darahnya dari sana.
“Jangan membandingkan sesuatu saat kita cuma berdua aja malam ini. Kak, kamu satu-satunya orang yang dengar ini langsung dari mulutku. Bisa gak, malam ini jangan pikirin orang lain selain diri kita sendiri.”
Jemari keduanya jadi saling mengikat. Setelah ciuman Irene tadi, Wendy jadi sedikit berani. Bahkan Irene langsung ngerti kemana arah omongan Wendy tadi.
Memang jam malam begini paling susah untuk dihindari, apalagi tatapan Wendy yang sama berhasratnya dengan tatapan Irene.
Ciuman lagi, belah bibir keduanya terbuka jadi saling melumat.
Disitu langsung suhu tubuh meningkat drastis. Irene seolah sembuh, sehat bugar. Dan Wendy ikut kemana aja Irene bawa cerita hari ini.
Baru kali ini Wendy rasain nama dan eksistensi seorang Kim Taeyeon menghilang tanpa jejak.
Wendy tarik kerah baju tidur Irene agak kasar, dia gak mau Irene lepasin ciuman mereka. Dia butuh sedikit lagi dari ciuman Irene supaya bayang wajah Taeyeon hilang sempurna.
Ini jalan satu-satunya supaya bisa lepas dari Taeyeon. Wendy meyakinkan diri sendiri supaya gak salah langkah dan salah memilih orang.
Irene bentukan paling pas untuk dia beri apa yang selama ini dia tawarkan kepada Taeyeon.
Irene buka paksa kaos yang Wendy pakai sambil terengah. Dia lihat wajah Wendy dibawahnya, terlalu pasrah dan menggoda.
“Kamu gak pakai bra?” tanya Irene gampang sekali. Dia gak tau aja kalau yang ditanyai itu setengah mati tahan malunya karena ini kali pertama tubuh telanjangnya jadi tontonan.
“Jangan banyak omong. Lakuin aja apa yang mau kamu lakuin.”
Gelagat Wendy terkesan buru-buru. Jelas, karena dia gak mau Irene terus-terusan bertanya yang gak penting.
Takutnya Wendy jadi kembali ragu sama keputusannya yang ini. Sedangkan dia pun butuh Irene untuk mendominasinya malam ini sampai selesai.
Irene mulai lepasin satu persatu kancing piyama nya. Dia juga gerah, gak kuat tahan hormonnya sendiri. Irene seolah lupa sama keributan kecil mereka tadi pagi.
Kepala Irene merunduk setelah dia cuma berhasil buka semua kancing pakaian tanpa melepas itu dari tubuhnya.
Wendy terkesiap grogi—rasain ciuman Irene yang terlalu intens di pahanya,
Naik sedikit; kecupan Irene pindah ke perut telanjangnya. Naik lagi ke belahan dada dan terus naik keatas, ke leher Wendy digigit sedikit, Wendy reflek mengerang dan berakhir mendesah ketika jari jemari Irene usap halus bagian intimnya.
“Jangan pegang—Irene—”
Gak mendengar apapun, jari Irene terlanjur masuk kesana. Wendy menggeliat pelan nyaris mendesah; man, jari Irene yang bebas itu dingin menekan titik sensitif di dada.
Ciuman keduanya tambah dalam, saling melumat seolah haus, dan kamar tanpa ada penerangan jadi latar mereka berdua. Sempurna.
Bagian privasi kembali dapat tekanan, jemari Wendy reflek meremat rambut panjang Irenenya itu kuat. Rongga mulut dijilat habis, lidah saling hisap, bahkan saliva keduanya turun menuruni leher Wendy.
Gila, Irene haus?
“Irene—udah.”
“Enggak,”
“Ah—”
Wendy itu berisi, langsing di bagian pinggang, bibir ranum di bagian bawah jadi candu.
“Brengsek, cantik sekali.”
“Apa?”
“Cantik, anak siapa kamu?”
Wendy gak menanggapi lagi ocehan Irene. Dia terlalu fokus sama rasa dan sensasi baru di tubuh.
Karena, Oh ternyata begini yah rasanya bercinta mendekati pagi bersama Irene. Seseorang yang gak pernah sama sekali terpikirkan didalam benak selama ini.
Dia naif karena selalu berharap pada Taeyeon. Tapi kenyataannya, Irene yang dapat kesempatan ini tanpa banyak drama bertahun-tahun.
Dan ketika Irene cabut jarinya dari dalam privasi Wendy—mimik wajahnya berubah aneh dan keheranan.
“Wendy, kamu lagi datang bulan?”
Yang ditanyai itu gak bersuara, karena terlalu lelah sehabis pelepasan jadi kurang konek.
“Jangan bercanda, kamu pasti tau itu apa.”
Ya enggak tau anjir, sumpah.
Kalau Irene tau, dia gak akan nanyain hal kecil begini ke gadis hamster.
Hal kecil ya? Hehe.
Girls can't never say they want it
Mulai dari awal