Dimana kasih sayang mereka?

"Ngga bisa, aku ada urusan."

Evelyn yang kesabarannya setipis tisu dibelah dua itu, mengepalkan tangannya erat.

Mencoba menahan amarahnya.

"Mereka lebih penting dari mamah?" tanya Evelyn dengan wajah tegas.

Gafin menoleh dengan wajah datarnya.

"Bahkan aku juga ngga penting buat mamah." Gafin melanjutkan langkahnya meninggalkan Evelyn.

Saat mulai mendekat dengan pintu keluar, Gafin melihat Ezra papahnya yang baru saja pulang dari kantor. Gafin sama sekali tidak menegur Ezra, kakinya tetap berjalan menuju motor hitam yang terparkir di halaman rumah.

Pertanyaan Ezra bahkan di abaikan begitu saja. "Mau kemana kamu Gaf?"

Entahlah, sampai kapan keluarganya seperti ini.

Evelyn menghampiri Ezra. "Lihat, semua anak kamu susah sekali diatur, sekarang Gafin pun sama seperti Gefin."

"Saya tidak perduli, bukan urusan saya."

Kemudian Ezra masuk kedalam rumah, sedangkan Evelyn hanya bisa menahan amarahnya.

***

Untuk menghilangkan rasa gelisah serta stres yang sudah memuncak dikepala Gafin. Gafin meminta Rein untuk menemaninya pergi ke Café yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Rein.

Gafin berharap semuanya cepat membaik apapun resikonya.

Di hadapan mereka tepatnya di atas meja, sudah ada minuman pesanan mereka, yaitu satu gelas Coffee dan juga Matcha.

Melihat wajah murung Gafin membuat Rein bertanya-tanya, sebenarnya ada apa dengan kekasihnya ini, belakangan ini Rein sering melihat Gafin murung. Bahkan Gafin sama sekali tidak pernah cerita soal apapun padanya.

"Ka, sebenarnya kamu kenapa?" Rein memberanikan dirinya untuk bertanya.

Gafin menoleh, kemudian bibirnya melengkung membuat senyuman indah. Kepalanya menggeleng pelan seperti memberi isyarat bahwa Gafin tidak apa-apa.

Tapi, Rein tidak percaya, setiap kali ditanya jawabannya selalu seperti itu, tidak apa-apa, sudah jelas itu ada apa-apa. "Ka, kamu bohong ya?"

"Pernah aku bohong sama kamu?" tanya Gafin. Pada kenyataannya kali ini ia benar-benar bohong, bagaimanapun juga itu untuk kebaikan Rein, karena Gafin tidak mau membuat Rein khawatir.

Rein menggeleng percaya, tidak sepenuhnya percaya ia hanya berusaha untuk percaya.

"Kamu tuh kalo ada apa-apa cerita aja sama aku, ngga apa-apa. Aku senang banget kalo kamu cerita, abisnya kamu ngga pernah cerita apa-apa." Pecayalah, Rein sedang menyindir kenyataan yang selama ini ia pertanyakan.

"Bukan ngga mau cerita Rein, tapi aku lebih senang dengerin kamu cerita. Kamu mau cerita apa hari ini?" Gafin malah mengalihkan topik pembicaraan.

Rein berpikir sejenak. "Apa ya, kamu ngga bosen kalo aku cerita terus?"

Dengan cepat Gafin menggeleng. "Ngga, kamu mau ngomong Panjang lebar dari sabang sampai merauke pun aku ngga akan bosan Rein."

"Ih, mang iya?"

Dengan senyum manisnya Gafin mengangguk antusias. Tangannya ia lipat di atas meja, wajahnya menatap Rein dalam-dalam.

"Kenapa kaya gitu liatinnya?" tanya Rein.

"Aku udah siap dengerin kamu cerita, apa apa cerita apa?"

"Siapa juga yang mau cerita, ngga ada. Aku ngga punya cerita hari ini." Mendenger itu wajah Gafin langsung berubah menjadi murung kembali. "Kenapa murung lagi, jelek tau kamu kayak gitu."

"Pacarku ngga jadi cerita, pedahal aku udah semangat mau dengerin."

Rein tertawa gemas, sambil beberapa kali memukul bahu Gafin pelan.

Beberapa menit hening, Rein membuka suara dengan bertanya kepada Gafin. "Kamu mau lanjut kuliah dimana?"

"Rahasia."

"Ko gitu, kan ini aku yang nanya, masa aku ngga boleh tau?"

"Nanti aja aku kasih tau nya ya?"

"Sekarang," kata Rein.

"Nanti, Rein."

"Sekarang aja ka Gafin." Rein mengikuti nada bicara Gafin.

"Nanti ya sayang." Gafin mencoba menggoda Rein.

"Sekarang sayang." Dipikir Rein tidak bisa, itu salah besar.

Kali ini Rein menahan salah tingkahnya. Hatinya sudah teriak-teriak mendengar Gafin memanggilnya sayang.

"Tumben," kata Gafin.

Sebelah alis Rein terangkat, "tumben apa?"

"Tumben, kamu ngga salting?"

"Ngga, sekarang aku udah bisa biasa aja kalo kamu kaya tadi." Gafin hanya mengangguk sambil senyum jahil. "Kamu ngga percaya?"

"Percaya, Rein."

Gafin berharap ia akan terus seperti ini bersama Rein. Sama Rein banyak bahagianya, bahkan Gafin lupa jika ia sedang ada masalah dirumah, dan akan teringat kembali jika jauh dari Rein. Sampai kapanpun Gafin akan terus menjaga dan menyayangi Rein.

NEXT?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NEXT?


spam komen disini👉🏻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GAFINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang