:: Bab XXIX ::

Mulai dari awal
                                    

Setelahnya, ia melepaskan jaketnya sendiri untuk ditaruh di atas tubuh Chandra. Digunakannya sebagai selimut agar pria itu tidak kedinginan.

Chandra tak bereaksi banyak kecuali menatap Rakhel lekat-lekat dengan mata sayunya itu. Rakhel yang ditatap begitu, merasa hati kecilnya tersentil. Sehingga ia langsung menjauh dan menutup pintu. 

Nandra yang sudah lebih dulu masuk, tampak duduk dengan anteng di bangku belakang. Setidaknya, Rakhel tak perlu khawatir anak itu kenapa-kenapa karena dia pasti sudah terbiasa menjaga dirinya sendiri.

Rakhel pun beralih pada Chandra. Terhalang kaca jendela, pandangan mereka bertemu satu sama lain. 

Sebenarnya, Rakhel enggan memperlihatkan bahwa ia khawatir pada Chandra. Namun, dari tadi gelagatnya sudah pasti menunjukkan hal tersebut. Jadi, memberi pria itu kode untuk menghubunginya ketika sudah merasa lebih baik harusnya tidak jadi sesuatu yang salah.

Terlihat Chandra yang mengangguk lemah. Rakhel mengulas senyum tipis demi menghiburnya.

"Kamu gimana pulangnya?"

Nyatanya, Ben tidak langsung masuk ke mobil. Ia menghampiri Rakhel lebih dulu.

"Gampang, Ben. Udah sana, cepat. Bawa Chandra pulang. Kasihan dia."

"Tapi—"

"Ben, saya bawa motor. Saya bisa pulang sendiri dengan selamat, kok."

Ben kelihatan ragu untuk menyetujui titah Rakhel. Namun, bagaimana gadis itu terus mendorongnya untuk masuk ke dalam mobil, membuatnya pasrah. Rakhel nampak sangat mencemaskan keadaan pria yang pernah menyakitinya itu.

Ogah-ogahan Ben menduduki kursi pengemudi, sebelum akhirnya tancap gas dari sana. Sementara itu, pandangan Rakhel senantiasa mengikuti jejak kendaraan ber-roda empat tersebut, sebelum akhirnya membaur di antara jalan raya yang ramai menjelang jam pulang kantor hingga tak lagi terlihat.

Rakhel mendesah lega seraya meratapi kemeja Chandra yang menggantung di tangannya. Bekas coklat dari bibirnya masih terlihat jelas di sisi kiri dekat saku.

"Nanti cuci dulu, deh, baru gue balikin," gumam Rakhel seraya memasukan kemeja tersebut ke dalam tas.

...

"ARGH! BUNDA! BAJUNYA ROBEK!"

Semilir angin dari kipas yang melongok ke kanan dan ke kiri itu sangatlah ampuh untuk membawa Safitri terbang ke alam mimpi. Namun, semua kerangka mimpi yang tinggal menunggu arahan untuk dimulai itu harus buyar saat teriakan sang putri menggema, mengetuk gendang telinganya.

Selayaknya orang yang baru saja didorong terjun dari ketinggian, Safitri membuka mata diiringi bibir yang tergagap-gagap. Perlu waktu baginya mencerna keadaan, sebelum akhirnya teriakan kembali datang dari Rakhel dan membuatnya langsung lari ke belakang rumah. Tepatnya area laundry.

"Apa, sih, Khel?!" protesnya kemudian.

"Bunda, gimana, dong?! Ini masa robek!"

Sebuah lubang berdiameter 3 senti ditunjukkan Rakhel tepat di depan mata Safitri. Setelah diperhatikan dengan seksama, beliau sadar bahwa kemeja yang bolong itu bukanlah milik anak maupun suaminya.

"Ini baju siapa, Khel?"

Tiba-tiba mengganti topik, pertanyaan sang Bunda membuat Rakhel ketar-ketir. Rasanya tak mungkin jika ia menyebut nama Chandra sekarang, setelah 6 bulan terlewati dengan nama pria itu yang masuk daftar hitam di keluarga mereka. Terlebih, ia belum menceritakan pertemuannya dengan Chandra sejak di diklat kemarin kepada kedua orang tua-nya.

Romance is Not EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang