PART 13

102K 5K 70
                                    

"K-kenapa bisa?" Vanya linglung melihat keberadaan orang itu disini.

Dia berjalan mendekati Vanya yang sedang membeku ditempat. Tiba-tiba, pelukan rindu Vanya dapakan dari orang itu.

Lagi, air mata yang tadinya kering kini kembali membasahi pipi Vanya. Jakarta sesempit ini kah?

"Mama kangen sama kamu, Van," Ucap orang itu ikutan menangis.

Pandangan mata gadis itu kosong menatap depan. Sedangkan orang yang sedari tadi masih memeluknya itu terus menangis bahkan sampai sesenggukan.

"Kamu kemana aja sih?? Hiks," Isaknya memegang kedua pipi Vanya.

"Mama kok bisa disini?" Vanya tak habis pikir akan bertemu Clara disini.

"Ma, jangan peluk aku. Aku kotor, nanti baju Mama ikutan kotor," Lanjut Vanya sambil menjauhkan kedua telapak tangan Clara dari wajahnya.

Clara tersentak, memang putrinya sekarang tidak seperti dulu. Dulu dia putih bersih, badannya lumayan berisi, pakaiannya bagus-bagus. Tapi sekarang? Semua malah jadi kebalikan dari semua itu. Namun dalam bentuk apapun Vanya, dia tetaplah putri Clara.

"Van, kamu--"

"Aku nggak berharap ketemu Mama dalam keadaanku saat ini," Lirih Vanya merasa malu.

Orang mana yang gak malu bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya dengan keadaan acak-acakan seperti Vanya sekarang?

Perlu kalian tahu rambut Vanya sekarang itu bener-bener super duper lepek. Terus baju yang dia pakai ya kayak biasa, baju lusuh bekas orang-orangan desa, atau biasa dibilang baju lungsuran. Belum lagi wajahnya sekarang kusam, dekil, benar-benar seperti bukan Vanya.

"Sayang, pulang ya? Mama kangen sama kamu," Ucap Clara sendu.

"Vanya yang dulu udah gak ada, Ma. Sekarang, Vanya yang ini udah bisa menghidupi hidupnya sendiri."

Clara terdiam dengan tangan Mengepal erat di bawah. Batinnya terus meminta maaf sebesar-besarnya kepada Vanya. Anak itu tidak bersalah, namun takdir mengharuskannya merasakan kesalahan.

"Kamu marah sama Mama?" Tanya Clara pelan.

Vanya menggeleng, "Aku gak pernah marah sama Mama atau Papa."

"Terus kenapa gak mau balik?"

"Karena aku udah punya keluarga."

"Mereka lebih baik ya, dari pada Mama sama Papa?"

Tidak mengatakan apapun, Vanya menatap dalam mata Mamanya. Dia benar-benar merasa malu saat ini. Mamanya begitu indah untuk dipandang, tidak sepertinya yang sangat jelek itu.

"Mama kok bisa temuin aku disini?" Tanya Vanya mengubah topik. Dia tak menyukai pertanyaan Clara tadi.

"Beberapa hari yang lalu Mama suruh bodyguard Papa buat menyelidiki orang di rumah sakit ini. Mama mikirnya itu kamu, dan ternyata memang bener kamu." Clara menjeda kalimatnya sebentar untuk mengambila nafas dalam.

"Van, c-cucu Mama sakit?" Tanyanya lirih.

Sungguh, hati Clara sakit seperti teriris pisau. Layak kah dia dianggap seorang nenek oleh cucu yang sejak bayi tak pernah ia sentuh? Jangankan sentuh, bertemu saja tidak pernah.

Mata Vanya terpejam pedih mendengar pertanyaan dari Clara. Sebenarnya Elen itu masuk ke keluarga yang tepat. Cuman caranya saja yang tidak tepat.

"Hiks Mama, Vanya gak kuat. V-vanya capek Ma. V-vanya nyerah."

Hancur sudah benteng pertahanan Vanya. Sekuat apapun dia di depan ibu kandungnya, tetap saja dia membutuhkan sosok itu.

Vanya menangis sesenggukan. Badannya nyaris jatuh, untung dengan sigap Clara menangkapnya. Di bawalah Vanya duduk pada bangku yang berada di dekat mereka.

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang