Edeline merogoh ponselnya hendak menghubungi seseorang. Olivia, ia memutuskan untuk menghubungi gadis itu, ketika ia tidak memiliki satu pun teman di kampus barunya.

"Edeline! Kau ke mana saja?!" pekik Olivia dalam telepon.

"I'm sorry Oliv, sepertinya aku harus absen untuk kelas kedua nanti. Bisakah kau mengatakannya pada sir Marvin jika aku tidak hadir?" ucap Edeline seraya menatap jalanan yang ada.

"Okay jangan khawatir, aku akan mengatakannya. Omong-omong apa kau sakit hingga tidak bisa masuk kali ini?" tanya Olivia.

"Tidak, aku tengah ditawan oleh seekor singa." Jawab Edeline seraya melirik ke arah Alexio. "Dan dia mencoba menahanku untuk semantara waktu."

"Wait! What do you mean?! Singa, yang benar saja. Apa maksud..."

"Intinya aku ada keperluan mendadak hari ini. So, see you tomorrow Olive."

Tepat setelah itu Edeline memutus panggilannya. Ia melirik ke arah Alexio, dan ia bisa lihat sebuah senyum tipis terukir di kedua sudut bibir pria itu. Edeline memutuskan untuk tidak peduli, sampai beberapa saat mobil Alexio tiba di sebuah gedung pencakar langit.

Edeline sudah bisa menebak, jika Alexio tengah membawanya ke kantor milik pria itu. Ia sedikit terkesiap ketika Alexio membuka pintu di sampingnya. Pria itu mengulurkan tangannya, lalu digapainya uluran tangan itu.

Edeline begitu kagum melihat gedung setinggi ini di hadapannya. Tidak heran, mengingat betapa kayanya keluarga Stolen jika dilihat sekilas saja. Di saat ia masuk, beberapa orang nampak melihat ke arah mereka. Lagi-lagi, ia harus menjadi pusat perhatian karena pria di sampingnya.

"Sir," sapa seorang pria berperawakan tinggi di hadapannya. Pria itu benar-benar tampan, hingga Edeline tak bisa mengalihkan pandangannya.

"Wow!" ucap Edeline tanpa sadar.

Seketika itu Edeline bisa melihat tatapan nyalang yang Alexio tunjukkan padanya. Edeline membuang pandangannya, ketika pria itu masih menatapnya intens.

"Sir, saya membawa laporan–"

"Go away!" desis Alexio seraya mengeratkan tangannya di pergelangan tangan Edeline.

"Tapi,"

"Apa kau tuli?!" geram Alexio, yang membuat pria itu seketika menunduk dan pergi dari hadapan Alexio.

Sedangkan Edeline bisa merasakan amarah yang besar dalam diri Alexio. Tamat sudah riwayatnya, ia telah membangunkan singa yang tertidur.

"Aku tidak akan melepaskanmu sekalipun kau memohon padaku." Bisik Alexio yang membuat bulu kuduk Edeline meremang.

Tepat setelah itu, Alexio membawa Edeline menuju lift yang bergerak menuju ruangannya. Bisa ia lihat bagaimana gadisnya terdiam nampak tak bisa berkata-kata.

"Sepertinya aku akan benar-benar menghukum mu setelah ini." Desis Alexio yang membuat kedua kaki Edeline lemas seketika.

Edeline berharap mereka tidak cepat sampai ke ruangan milik Alexio. Namun harapannya sirna, ketika pintu lift terbuka begitu saja. Ia berusaha mengimbangi Alexio yang berusaha keras menarik dirinya.

"Stop!" Edeline berusaha menghentikan Alexio yang terus menyeret dirinya. Pergelangan tangannya terasa sakit ketika pria itu mencengkeram tangannya begitu erat. Pun pria itu seolah tuli dan tidak mendengarkan perkataannya sekalipun.

Brak!

Alexio membanting pintunya begitu keras, ketika mereka telah sampai di ruangannya. Alexio melepaskan pergelangan tangan Edeline, kemudian berjalan menuju kursi kebesarannya. Sedangakan Edeline masih terdiam di tempatnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

ALEXIO [END] [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang