Wanita itu tak berbicara, hanya menatap nyalang pada sang lelaki. "Apa? Kau menyuruhku untuk membebaskannya? Dia bahkan tak mengenalku, apalagi kau!"

Masih mempertahankan wajah dinginnya, dan bibirnya bergerak. Tapi Sean tak mendengar apapun. Telinga kirinya berdesing, sakit.

"Berhentilah berdumel! Baiklah baiklah!" lelaki itu tersenyum remeh pada Sean. Ia membolak balik buku usang di tangannya. Ia menulis beberapa tulisan dengan kayu di tangan kanannya. "Selamat datang di dunia barumu, Sean. Dan perkenalkan! Kamilah khodam mu."

.


🦁🐇🏵🐇🦁

.

"MASUK!" suara itu terdengar lantang. Seluruh pendukung seseorang yang memakai pelindung berwarna merah, yang sedang menggulingkan lawannya di atas matras mendapatkan point sekali lagi.

"KYAAAAA! SEHUN!"  terdengar teriakan histeris para penggemarnya. Bukan hanya wanita, para lelaki pun memandang takjub.

Sementara itu kita beralih pada remaja lain yang tengah berjalan bersama beberapa wanita cantik, ia menjelaskan beberapa materi pelajaran yang ada di buku yang dibawa oleh teman-teman wanitanya itu. "Kau akan lebih baik mengerjakannya jika menggunakan cara ini." katanya dengan senyuman simpul di wajahnya.

"Ah ... terima kasih, Xiao Zhan."

"Tentu, dan kuharap kau tak lupa dengan game terbaru itu."

Tak jauh dari sana, di ruangan yang di penuhi cermin. Seorang remaja meliukkan tubuhnya, dengan suara iringan musik yang cukup beat. Ia menghentakkan tubuhnya, membuat seluruh mata menatapnya takjub. "Wang Hao Xuan sungguh keren."

Berbeda dengan remaja lain, dengan earphone yang ia kenakan. Ia tak suka acara bermalasannya di ganggu. Ia tak suka hidup tenangnya bergeser dari jalur yang semestinya. Ia memasukkann tangannya ke saku celananya, menaikkan sedikit kacamatanya yang merosot.

"Wang Yibo tertidur di kelas lagi?"

"Ya, dan kau tahu ia di suruh membersihkan toilet karena itu."

Jika kita beralih, memperhatikan ke sudut kantin. Tampak di sana seorang remaja  tengah menghabiskan makanan yang terhidang di mejanya. Makanan yang bisa dikatakan harus di habiskan oleh tiga orang sekaligus.

Ia tak peduli oleh tatapan semua orang yang seolah mengatakan "Perutnya itu terbuat dari karet ya?" Dia hanya lapar dan ia butuh asupan nutrisi yang tinggi.

"Paman! Satu mangkok lagi ya!" teriaknya lantang mengangkat tangannya mencoba memberi isyarat pada penjaga kantin.

"Makanan akan segera datang, Yubin."



*Yizhan*

Menghela napas tidak rela. Xiao Zhan menatap jengah kepada empat orang lagi yang tengah melakukan hal serupa seperti yang ia lakukan. "Kenapa harus aku?" gumamnya yang jelas masih di dengar oleh keempat orang lainnya.

Ya, begitulah—

Xiao Zhan, Sehun, Yubin, Hao Xuan, dan Yibo yang tidak sekelas di satu sekolahan mereka tercinta itu sedikit risih ketika menerima tugas mulia dari sang kepala sekolah. Mereka tidak mengerti, seolah tidak ada orang lain yang bisa di suruh selain mereka. Menjenguk salah satu guru mereka dan mengantarkan beberapa kantong buah padanya.

"Kenapa tidak para guru saja?" Tanya Hao Xuan mendengus dongkol. Murid saja yang sakit ia tak mau turun tangan dan merepotkan diri mengantarkan buah ke sana. Apalagi ini? Guru? Yang benar saja? Lebih baik ia menari seharian suntuk di kamarnya.

"Tentu saja karena kami sedang sibuk rapat, dan kami menugaskan kalian menyampaikan salam agar guru yang sakit itu tidak berkecil hati. Kami akan menyusul setelahnya." Yubin menjawab dengan menirukan suara kepala sekolah mereka yang botak itu. Sungguh Yubin merasa kesal dengannya.

GHOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang