Jika Atala sudah berhasil dari inkubator dan merasakan hangat pelukan Mama, berbeda dengan Athan yang katanya harus "distabilkan" dulu. Jika Atala terlahir dalam kondisi sehat, berbeda dengan Athan yang sebaliknya. Ia sakit.
"Kakak sejak kapan disini?" Tanya Abraham. Pria itu baru saja keluar dari ruangan tersebut. Ada jejak air mata di wajahnya, Arion tidak ingin banyak tanya, tapi ia seolah bisa merasakan kesedihan yang sama.
"Papa ... Athan sakitnya parah, ya?"
Selayaknya anak kecil dengan rasa keingintahuan yang besar, Arion juga sama. Ia selalu penasaran dengan apa yang terjadi pada Athan. Kenapa adiknya masih harus terkurung di dalam ruangan itu? Kenapa hanya Atala yang diperbolehkan pulang? Dan rentetan pertanyaan lain yang memenuhi kepalanya.
Hingga kedua tangan besar Abraham mengangkat tubuh Arion untuk digendongnya, Arion melihat Papa tersenyum, namun tak lantas membuatnya ikut melengkungkan bibir ke atas. "Kak Arion mau tahu sesuatu, gak?" Tanya Abraham, lagi. Arion hanya mengangguk.
"Salah satu adik Arion, Athan, ia sedikit berbeda. Papa belum bisa menjelaskan alasannya apa, tapi Athan tidak seperti Arion, Arsen, Atala, atau Adara." Abraham sedikit membawa tubuhnya mendekati kaca besar disana, ia membawa pandangan Arion mengarah kepada sosok rapuh yang tengah terlelap disana.
"Athan sakit, kak. Bukan demam seperti yang kakak alami waktu itu, bukan juga pilek kayak Arsen kemarin. Tapi, ini sesuatu yang membuat Athan tidak bisa bernapas sebebas kakak. Athan mungkin akan mudah terserang sesak nantinya." Sambung Abraham.
Arion mengernyit, sedikit tidak paham. "Jadi, Athan gak bisa diajak main bola ya, Pa?"
"Benar, sayang. Athan tidak bisa diajak main bola, nanti dia bisa kecapekan, kalau kecapekan nanti bisa sesak napasnya," ucap Abraham kembali memberi pengertian. Ia sempat khawatir karena melihat air muka Arion yang berubah datar, takut jika kondisi Athan tidak bisa diterima puteranya yang lain.
Namun, dugaan Abraham keliru. Arion justru memeluknya; melingkarkan tangan di lehernya. "Papa, ayo sembuhin Athan ... Arion gak masalah kalau pas main bola harus ganjil, yang penting adek gak sakit," lirih Arion, suaranya teredam dalam kemeja yang dikenakan Abraham.
Benar, Abraham seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Putera-puterinya sudah dididik dengan cara yang baikㅡia dan isteri selalu mengusahakan hal itu. Bahkan jika nantinya Abraham tak lagi membersamai mereka, ia yakin semuanya akan baik-baik saja.
***
"Kak! Kak Arion! Kak Iyon!"
"Bisa diem bentar gak, dek? Kakak lagi sibuk."
Nada suara Arion memang terdengar datar tanpa intonasi tinggi, namun berhasil membuat Athan mengatupkan bibir. Anak itu kembali duduk dengan tenang, berusaha mengatur pola napasnya yang tiba-tiba terasa tak nyaman sebab jantungnya berdetak cepat.
YOU ARE READING
Growing Pain: Breathless
FanfictionHanya cerita sederhana tentang anak laki-laki berusia 15 tahun dan keempat kakak yang menjaganya dengan penuh perjuangan, sebab ia rapuh; jiwanya bisa hilang kapan saja.
Hari Yang Panjang
Start from the beginning