Chapter 1 : Dolphin

Mulai dari awal
                                    

"Ya, ya! Kau dan dia. Kalian berdua terbawah di kelasku! Memang apa bedanya untukku?" Julia menyela begitu saja.

"Tentu saja berbeda," sahut Cara tanpa berpikir. "Aku sudah berusaha keras. Maksudku, paling tidak aku tidak di paling bawah–"

"Caroline!" potong Julia lagi. "Kau kuhukum. Kau tidak boleh datang ke festival besok dan juga jamuan makan malam. Aku tidak peduli kau pengisi acara yang harus tampil, atau sudah punya janji dengan siapa pun. Kalau aku melihatmu di luar asrama, kau tidak akan lulus dari kelasku."

Cara melongo, lalu menghela napas tak menyangka. Gadis itu bergeming sampai Julia meninggalkan ruangan ini. Dia pun berbalik, lalu sekali lagi mendapati laki-laki yang dia sebut lumba-lumba masuk ke kelas dan tersenyum begitu menyebalkan.

Cara bersedekap dengan ekspresi sinis. "Kau seharusnya menghindar dariku sebelum kubalas," sindirnya bernada.

"Dan kehilangan kesempatan melihat wajahmu yang baru dihukum? Tidak akan," balas laki-laki ransel hitam itu sambil berjalan mendekat.

"Ck! Dasar lumba-lumba."

"Bukankah ini adil?" lanjutnya. "Aku tidak bisa melihat persembahan tari, dan kau tidak bisa tampil. Lagi pula, selain aku, kau juga harus ingat kenapa aku dihukum."

Hening.

Kemarin, Cara memang lebih dulu membuat orang ini dihukum karena telah memecahkan tabung reaksi dan spirtus di laboratorium. Tapi, sebelum kekacauan itu, Dolphin memasukkan kecoa di kotak pensilnya lebih dulu. Mereka selalu saja seperti itu.

"Dengar ya, Dolphin–"

"Darrell," sela laki-laki itu, berniat membenarkan cara memanggilnya.

"Dengar," sahut Cara lagi, tidak peduli sama sekali. "Aku dihukum atau tidak, itu tidak akan mengubah fakta bahwa kau ada di bawahku. Kau, terbawah. Apa kau mengerti?"

Darrell Dolphin memutar bola mata sambil menyeringai. "Terserah. Kalau kau sudah cukup senang dengan kelas Julia, aku, pria tampan ini, tidak akan mengingatkanmu kalau kita memiliki lebih dari delapan kelas dan kau baru mengalahkanku di satu ini saja. Kau masih harus bekerja keras. Hm?"

Cara berdecih, lalu menyambar tas di meja. "Aku tidak akan terpengaruh."

Gadis itu baru akan beranjak, tetapi Darrell tiba-tiba mengulurkan sebuah tabung surat yang sedari tadi ada di genggam tangannya. Ada setangkai mawar putih di saku tabung itu.

"Ini," kata Darrell. "Geez bilang, ini sudah ada di pos sejak pagi."

Cara terdiam sejenak, lalu langsung mengambil tabung surat itu. Darrell pun berbalik badan dan melangkah keluar kelas, membiarkan Cara sendirian lagi di ruangan ini.

Cara menatap tabung surat dengan senyum yang perlahan merekah. Ada yang dia pikirkan; pengirim paket itu. Dia pun meraih mawar putih di sana dan membaunya.

Aiden. Dia mengirimnya?

Tring!

Gluduk-gluduk!

Sesuatu di dalam tabung itu bergerak, membuat Cara sedikit bertanya-tanya. Karena penasaran, dia pun membuka penutup tabung, lalu melihat isinya.

"AAAA!"

Cara langsung melempar tabung itu ketika seekor katak berlendir tiba-tiba melompat dari dalam sana. Gadis itu juga mundur beberapa langkah. Dia tentu terkejut, setidaknya beberapa saat.

Tak lama kemudian, Cara pun mulai tenang sambil mengamati katak yang melompat-lompat menjauhinya. Dari raut wajah, gadis itu tampak sangat menyesal karena mengharap yang tidak pasti, apalagi pengantarnya adalah makhluk laut sialan itu.

"Katak itu tidak mungkin berada di dalam sejak awal. Lumba-lumba itu. Sial. Beraninya dia memakai sihir. DOLPHIIIIIIN!"

Dengan kesal, Cara melangkah cepat keluar dari kelas. Dia menoleh kanan kiri mencari Darrell, berjalan dengan perasaan marah. Setelah cukup lama, akhirnya Cara melihat Darrell tengah berjalan bersama Thea si juara kelas, dan ternyata mereka menuju taman untuk belajar.

Siapa sangka Darrell benar-benar berusaha seperti ini?

"Amanda!" Cara mencegat temamnya di koridor.

"Hei! Aku mencarimu sejak tadi. Ayo makan siang. Gwen sudah mendapat meja," balas gadis itu.

"Sebentar. Bisa ingatkan aku mantra mengubah sesuatu menjadi sesuatu?"

"Untuk apa? Kita dilarang untuk menggunakan sihir di luar ekstra."

Beberapa saat kemudian, pensil Darrell, yang sedang dipegangnya, berubah menjadi cacing-cacing dan berkeliaran di meja mereka. Mereka langsung berjingkat dan menghindar, terutama Darrell, lalu pria itu secara tak sengaja menemukan keberadaan Cara di koridor.

"Dia– HEI! KEMARI KAU!"

Cara yang ketahuan masih bisa tertawa. Gadis itu baru berlari saat Darrell mulai menghampirinya. Dia bahkan meninggalkan Amanda yang sudah mencari dan membantunya.

Mereka terus berlari, dan jarak mereka makin lama makin dekat. Namun, laki-laki itu mendadak saja berhenti ketika Cara memasuki area asrama perempuan. Dia tidak boleh masuk ke sana, atau akan dihukum berat.

Cara menjulurkan lidah dengan wajah mengejek. Dia merasa puas. Sementara itu, Darrell hanya bisa merutuk dan menggerutu.

"Lihat saja pembalasanku!" serunya.

"Oh, tentu aku akan melihatnya. Berusahalah sebisamu! Semangat!"

The Stupid WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang