PART 21

97.9K 4.2K 96
                                    

"Apa kabar?"

Vanya yang semakin lama semakin sadar berusaha melepas cekalan Gavin pada lengannya. Matanya memanas melihat orang yang selama 5 tahun ini berhasil dihindari.

"Van, maaf. Jangan pergi," Gavin semakin mempererat cekalannya. Tanpa dia sadari, cekalan itu membuat Vanya takut.

Vanya terus memberontak, mengabaikan ucapan-ucapan Gavin. Keinginan untuk lepas dari cekalan Gavin semakin kuat. Bagaimanapun caranya, Vanya harus lari. Itu yang sedang Vanya pikirkan.

"Van, jawab dulu. Gue kangen sama lo," Kata Gavin terdengar memaksa. Padahal sebenarnya biasa saja.

Tak mendengar sepatah katapun yang keluar dari mulut Vanya, Gavin refleks mengendurkan cekalannya. Vanya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia menarik lengannya kuat lalu pergi berlari sekencang mungkin dari sana.

Harapan Vanya hari ini adalah semoga Gavin nggak ngikutin dia. Lagian, orang gila itu bisa temuin Vanya dari mana sih? Perasaan ini desa udah yang paling terpencil.

Sampai di rumah, nafas Vanya tersengal-sengal. Tak peduli dengan hasil pulungnya hari ini. Setidaknya, Vanya bisa bebas dari Gavin si orang gila.

"Vanya, kamu kenapa? Udah selesai kerjanya?" Tanya Ayumi keluar dengan wajah panik. Dia melihat wajah Vanya memerah sebab berlari terlalu kencang.

"Ibu," Tanpa penjelasan, Vanya langsung masuk ke dalam pelukan Ayumi. Dia butuh ketenangan.

"Eh? Kenapa hm?" Tanya Ayumi mengelus rambut Vanya penuh kasih sayang. "Habis kamu marahi tadi, Elen tidur."

Vanya mengangguk, mencari tempat yang lebih nyaman di dalam pelukan Ayumi. Lama-lama, dalam pelukan itu Vanya menangis. Ayumi sadar sebab merasa bajunya basah.

"Bu, aku takut," Lirih Vanya terisak.

"Takut kenapa? Warga sana ngata-ngatain kamu lagi? Atau malah jahatin kamu?" Vanya menggeleng lemah.

"D-dia datang. T-tangan aku dipegang, dia tahu kalo aku ada disini. Ibu, k-kalau dia kesini gimana?"

Sepertinya Ayumi mengerti apa yang sedang Vanya maksud. Dia datang kembali membawa luka lama yang tak akan bisa sembuh. Itu luka dalam, obat tidak bisa menyembuhkannya.

"Papanya Elen?" Tanya Ayumi lirih.

Vanya mengangguk lalu melepas pelukannya. Kedua mata sembab itu menatap mata Ayumi penuh ketakutan.

"Kamu nggak lagi halu kan?" Ucap Ayumi memastikan. Pasalnya semenjak Elen keluar dari rumah sakit, emosi Vanya tidak stabil. Takutnya kalau cuma halusinasi semata.

"Bu, dia pegang sini ku. Kalau nanti aku sininya ditarik lagi gimana? Sakit," Sambil menggeleng, Vanya meremas lengan yang tadi digenggam oleh Gavin.

Kalau ada yang bisa baca pikiran dan batin Vanya pasti isinya hanya takut, takut, takut, dan takut. Raganya berusaha tenang, namun jiwa wanita muda itu melayang ke masa SMA.

Waktu itu, kedua lengan Vanya pernah ditarik kasar oleh Gavin dan seluruh teman-temannya. Tak sampai disitu, bahkan kedua lengan Vanya yang tidak melakukan kesalahan pun pernah diikat tali serta borgol oleh mereka.

"Tadi dia kasar sama kamu?" Tanya Ayumi bingung. Pasalnya Vanya tidak pernah menceritakan seluruh bullyan yang pernah ia dapatkan dimasa putih abu. Hanya sekilas yang Ayumi tahu.

"...." Vanya bergeming. Ia tak sadar apa yang Gavin lakukan tadi. Saking takutnya, Vanya hanya berpikir bagaimana caranya dia pergi dari Gavin

Mengerti kondisi Vanya yang sedang tidak baik, Ayumi berdehem pelan. Dibawa lah tubuh lemah Vanya masuk ke dalam rumah.

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang