Bagas melihat pupil mata Arsa membesar, menandakan dia tertarik dengan apa yang sedang dia sentuh. Ekspresi nya pun berubah penasaran.

"Kita akan bermain tebak-tebakan, bagaimana? Kamu mau? Kamu harus jawab apa yang sedang kamu pegang nanti barang itu akan jadi milikmu"

Lagi-lagi Arsa hanya mengangguk dan menunggu Bagas membuka kotak besar itu.

Setelah selesai, Bagas menyerahkan benda itu pada Arsa agar anak itu mau menebaknya.

Setalah Arsa menerima benda itu, dia merasa teksturnya sedikit padat dan berat. Bentuknya unik seperti tubuh hewan dengan tangan kecil di depannya.

"Kamu tau itu apa? Jawab saja.."

"T-re__x "

"Ya ! Benar sekali, wah Arsa sangat pintar ternyata. Jadi__ karena kamu bisa menebaknya T-rex ini sudah jadi milikmu" Arsa sedikit tersenyum dan memeluk hadiah nya.

"Oke... Ada satu lagi. Kalau kamu bisa jawab benda ini akan jadi milikmu juga. Tebak ya..."

Arsa meraba benda itu, beratnya sama seperti tadi dan terasa begitu padat di bagian tengahnya. Arsa terus meraba hingga merasa benda itu bulat dan bagian atasnya sedikit panjang.

Apa kira-kira?

"Dia sudah punah Arsa, dia teman nya T-rex. Sekarang dia punya cucu namanya jerapah tapi dia bukan jerapah. Jadi siapa dia??"

"Brachiosaurus.."

"Kamu masih mengenalinya ternyata, apa kamu salah satu di antara mereka??" Arsa tertawa tipis mendengar celetukan Bagas.

"Apa kamu Arsaurus? Teman dinosaurus??" Lagi-lagi Arsa tertawa bisa-bisanya dia di samakan dengan hewan purba hanya karena dia bisa menebak semua yang Bagas berikan.

Saat berada di Paris, Bagas melihat miniatur unik hewan-hewan prasejarah. Salah satunya T-rex dan barchiosaurus itu. Bagas masih ingat jika Arsa menyukai hewan besar itu lalu dia membelikannya untuk Arsa.

Tidak peduli meski harga miniatur itu hampir setara dengan harga mobil.

Menurutnya yang terpenting Arsa menyukainya.

Dan benar saja, Arsa sudah mau mengeluarkan suaranya demi hadiah dinosaurus itu. Sepertinya dia nampak senang dengan mainan baru nya.
bahkan Arsa masih memegang erat leher hewan purba favorit nya.

Kalau memang Arsa menyukai hewan prasejarah itu, jika masih ada Bagas pasti akan memelihara beberapa dirumah untuk Arsa.

Dari jauh, Juna tersenyum kecut melihat keakraban Arsa dan Bagas.
Dia ingin bermain dengan Arsa nya. Tapi rasanya tidak mungkin. Dia takut Arsa mengenali suaranya dan akhirnya bersikap defensif itu sangat berbahaya.

Dia sudah berjanji untuk tidak menambah luka di hidup Arsa.

Jadi cukup melihat nya dari jauh dan menyentuh nya saat tertidur seperti malam-malam lalu.

*

"Hei... Anak mama ternyata ada disini.
Mama cariin Arsa lho dari tadi." Mama samantha muncul membawa mangkuk berisi salad buah dan campuran biji almond.

"Wah... Arsa dapat apa dari ka Bagas? Lucu sekali Dino nya, nanti kita pajang di nakas ya." Mama samantha tersenyum semangat saat mendapati anak angkatnya begitu semangat memeluk T-rex yang sudah menjadi miliknya.

"Arsa... Sekarang sudah ada mama, Kakak harus pergi. Kamu baik-baik dirumah dan terapi yang rajin supaya cepat sehat ya, nanti kamu akan dapat hadiah yang lain" bagas berbicara pada Arsa bersimpuh sambil menggenggam tangannya. Berharap Arsa mengerti apa yang dia katakan.

"Oiya bagas, hm..bisakah Tante titip sesuatu? Tante siang ini tidak bisa pergi keluar rumah. Ada yang ingin Tante cari"

"Apa itu? Katakan saja"

"Tante semalam Sharing dengan psikiater Arsa, dia mengatakan jika cokelat mempunyai Kandungan flavanol dan methylxanthine mampu memperbaiki suasana hati menjadi lebih baik. jadi Tante ingin titip itu untuk Arsa."

"Baiklah, aku akan pergi ke Belgia siang ini. Tunggu aku. Jangan berikan Arsa cokelat dari supermarket biasa. Tidak higienis"

Bagas rela pergi ke Belgia disaat dia saja sedang sibuk. Tapi untuk Arsa pengecualian, dia akan mencari cokelat terbaik disana.

Dia tidak ingin Arsa memakan cokelat sembarangan harus cokelat terbaik di dunia.
Dan Belgia tempat nya.

"Terimakasih nak, kamu hati-hati dijalan..."
Bagas menganggukkan kepalanya lalu pamit pada Arsa dengan mengelus pipi nya pelan.

Setelah Bagas berlalu dari pandangan.
Mama Samantha berniat menyuapi Arsa makan.

"Nah sekarang kita makan, habis itu kita terapi lagi ya?"

Namun Arsa menghentikan sendok yang hampir masuk ke dalam mulut nya.
Dia mengambil pelan sendok itu dan menyuapi dirinya sendiri.

"Arsa mau makan sendiri? Mama bantu ya..."

Sungguh kemajuan yang cukup pesat, Samantha kira Arsa akan semakin terpuruk saat mengetahui jika dia sudah tidak seperti sedia kala.

Arsa mulai percaya jika orang sekitarnya sangat baik dan melindunginya meski dia tidak tau siapa yang membuatnya terjatuh dari tangga, dia tidak melihat siapa pun saat itu.

Yang dia rasakan saat itu hanya kepala dan pinggangnya sangat sakit saat terpelanting dari anak tangga satu ke anak tangga yang lain.

Apa itu yang Arsy rasakan dulu?

Meski hanya kecelakaan tidak sengaja rasanya Arsa sudah mau mati. Bagaimana dengan Arsy yang sengaja dibunuh bahkan mulutnya sempat di robek oleh sang papa.

Bisa rasakan bagaimana rasanya?

"Uhukk! Uhuk!.."

"Pelan-pelan sayang....
Astaga Tuhan! Arsa!" Mama Samantha sangat panik saat mendapati hidung anaknya meneteskan banyak darah.

Arsa mimisan dan tersedak darah nya sendiri.

"Uhuk! Uhuk uhuk..!!"
Arsa semakin melemas tatakala merasa darah menghalangi jalan nafasnya di tenggorokan.

"Mas!! Tolong....! Ya Tuhan anak mama. Arsa jangan begini nak.. mama takut"

"Ada apa Bun... Arsa!" Juna tak kalah kaget melihat keadaan Arsa. Tanpa pikir panjang dia mengangkatnya dan membawa ke dalam kamar.

Juna mendudukan Arsa dan menegakkan lehernya agar darah tidak semakin masuk ke dalam tenggorokan.
Dengan telaten Juna membersihkan hidung Arsa dengan tissue basah yang ia ambil di nakas.

"Ada apa ini?" Tuan fallen yang melihat kejadian itu langsung masuk dan menanyakan apa yang terjadi.

"Ngga tau mas, Arsa tadi lagi makan tapi ngga lama dia mimisan__ begitu banyak"

Tuan fallen meraba dahi Arsa mengira anak itu sedang terserang demam.
Tapi nyatanya suhu tubuhnya normal saja tidak ada yang aneh.

"Kenapa lengannya lebam? Dia jatuh?" Tuan fallen menatap mama Samantha sesaat setelah melihat ada lebam di lengan Arsa. Seperti darah yang tidak bisa keluar.

"Ngga mas.. Arsa tadi sama bagas. Sebelum duduk di jendela juga Arsa baik-baik aja__
__Arsa, coba jawab mama, Arsa jatuh?"

Arsa menggelengkan kepalanya.
Dia memang tidak merasa habis terjatuh di manapun.
Entah berasal darimana luka itu.

"Aku akan menaruh cctv disini"

Tuan fallen meneliti Arsa, anak itu terlihat diam saja tidak menunjukkan sedang berbohong.
Mungkin memang benar dia tidak tau kenapa lengan nya lebam.
Jadi jalan satu-satunya menaruh kamera tersembunyi di kamar Arsa.

Untuk berjaga-jaga.
Karena dia tau Arsa tipe anak yang sulit jika di ajak bicara. Dia tidak akan mau mengatakan yang sesungguhnya jika terjadi sesuatu.




Tbc.

Dangerous IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang