"Kalo ada yang nawarin permen, jangan mau ya."

Butuh beberapa saat untuk mencerna ucapan Jayu, bahkan hingga pemuda bongsor itu berlalu meninggalkan Deyno yang masih hah hoh di depan pintu kelas.

"D-deyno."

Si pemilik nama menoleh, menatap Adit yang kini menghampiri nya. Cowok pendiam itu nampak sedikit berbeda di mata Deyno, nampaknya Adit sedang berusaha untuk mengubah penampilan nya.

"Ya?"

"Kemarin kok nggak berangkat? Reyto, Jeon, sama Jayu juga nggak berangkat?" Tanya nya.

"Oh kemarin kami sakit jadi izin bareng."

Adit mengangguk saja, membiarkan Deyno kini berlalu duduk di bangkunya sendiri. Pasalnya Adit merasa heran dengan interaksi ganjil Jayu pada Deyno tadi, manik tajam si adik kelas bahkan sempat menyorotnya sedetik dengan penuh permusuhan.

------

BRAK!

Deyno tersentak kaget, ia celingukan mencari sumber suara layaknya benda besar yang terjatuh itu. Dan setelah mencari, ia menemukan tumpukan buku tebal yang ambruk.

Deyno kembali celingukan, namun tidak menemukan orang lain selain dirinya sendiri dalam ruangan perpustakaan yang sepi.

Memilih acuh, Deyno merapikan kembali buku-buku itu lalu kembali memilah kamus yang sedang dicarinya untuk menyelesaikan tugas.

"Deyno?"

Deyno menoleh, menemukan pemuda yang berpenampilan layaknya bad boy sedang berdiri tak jauh darinya.

"Oh Ari? Ngapain disini?"

"Harusnya gue yang nanya sama lo, ini tempat langganan gue buat tidur siang." Jawab Ari, ia mengambil posisi duduk bersandar dengan rak buku.

"Gue nyariin kamus, mau pinjem buat bikin tugas."

"Rak kamus di paling ujung, disini isinya buku paket."

"Gue kira bakal ada."

Ari tak menjawab lagi, ia lebih memilih memperhatikan Deyno yang kembali sibuk mencari barang yang dicarinya. Dan setelah berhasil menemukannya, Deyno berjalan cepat dan duduk disamping Ari.

Deyno fokus membaca, sedangkan Ari hanya duduk melamun sembari sesekali melirik Deyno.

"Dapet! Akhirnya!"

Ari terkekeh melihat reaksi mengejutkan Deyno. "Seneng?"

Deyno mengangguk cepat. "Seneng banget!

Ari menepuk sisi tempatnya. "Duduk sini."

Deyno tak menolak, ia duduk anteng disamping Ari sembari membuka kamus ditangannya. Dan melihat Deyno yang begitu fokus dengan kegiatannya, membuat Ari merasa diacuhkan seketika.

Ari berdehem pelan, namun tetap tidak di sadari oleh Deyno. Hingga akhirnya Ari merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah permen lunak yang sering ia beli di kantin sekolah.

"Eh?"

Deyno menatap bingung permen yang disodorkan oleh Ari. "Buat gue?"

Ari mengangguk membuat Deyno tersenyum senang. "Makasih!"

Dan reaksi lucu itu membuat Ari tanpa sadar tertegun, senyum lebar Deyno sungguh mengejutkan jantungnya yang belum siap mendapatkan serangan dadakan.

------

"Jayu, dengerin gue dulu!"

Jayu acuh, mempercepat langkahnya meninggalkan Deyno yang keteteran mengejarnya.

Deyno berdecak, ia berlari dan menarik sebelah tangan Jayu hingga pemuda yang lebih muda itupun terhenti.

"Jayu, lo itu sebenernya kenapa?"

Jayu menatap datar Deyno, batin nya berteriak ribut ingin mengutarakan segala unek-unek nya. Menahan diri untuk tidak memaki Deyno yang terlalu polos, terlalu lugu, dan terlalu mudah di dekati.

"Jauhi dia."

Deyno mengerutkan keningnya, bingung dengan ucapan Jayu. Pasalnya Jayu sudah seperti ini sejak ia keluar dari perpustakaan.

"Maksud lo siapa? Ari?" Tanyanya yang dijawab dengan anggukan pelan.

"Astaga Jayu, gue cuman ngobrol sebentar sama Ari. Lagipula dia ngga senakal yang dibilang orang-orang, dia baik sama gue." Deyno menjelaskan dengan tenang, berharap Jayu mengerti.

"Gue nggak suka."

"Apa yang nggak lo suka dari Ari, hm?"

Jayu terdiam sejenak, menatap dalam Deyno yang sedikit lebih pendek darinya.

"Jauhi aja, gue nggak nerima penolakan."

Deyno kembali berdecak kesal, membiarkan Jayu melangkah pergi meninggalkan nya. Deyno sungguh tidak mengerti dengan jalan pikir Jayu, adiknya yang satu itu semakin sulit ditebak.

"Widihh kenapa tuh si bontot??"

Deyno menoleh, menemukan Jeon yang datang bersama dengan Reyto.

"Adik kalian ngambek, nanti biar gue bujuk lagi."

Reyto yang tengah meneguk cola itupun mengerutkan keningnya. "Sebabnya?"

Deyno menggeleng pelan. "Gue nggak tau, dia udah kayak gitu sejak gue keluar dari perpustakaan sama Ari."

"Ari? Arianda bocah badung itu?" Tebak Jeon skeptis.

Deyno mendengus. "Dia nggak se-badung itu kok."

"Jangan terlalu cepat menilai orang pake sekali lihat, bang." Ujar Reyto yang mulai paham akar permasalahannya.

Deyno masih tak mengerti, kenapa para adiknya menjadi begitu sensitif hanya karena teman barunya. Deyno bahkan tidak pernah mempermasalahkan status orang lain yang ingin dekat dengannya, selama tidak berbuat macam-macam. Namun lagi-lagi para adiknya lah yang seolah membatasi ruang pertemanan Deyno dengan dalih ingin melindungi.

"Meski baru sekali lihat, gue yakin Ari nggak bakal jahatin gue."

Tanpa sadar genggaman Jeon pada tasnya mengerat, merasa tidak suka dengan ucapan Deyno yang seolah meremehkan peringatan Reyto.

Sedangkan Reyto sendiri masih tenang, memandang lekat Deyno yang sedikit lebih pendek darinya.

"Lo bakal tau sendiri nantinya, kebusukan orang-orang yang lo percaya."

------

hehehe

------

1176 kata
11082024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang