Karena sudah 15 menit tak kunjung kembali, Jo diperintahkan oleh guru olahraga mereka untuk mencari keberadaan kedua perempuan itu.
"Monica, udah jangan ngemis maaf ke perempuan ini. Dia munafik," ucap Jo memandang tak suka kearah Eci.
Eci yang mendengar Jo mengatainya munafik itu membulatkan matanya. Hidungnya kini kembang kempis akibat ingin marah.
"Jo! Sadar, Monica itu enggak pantes jadi teman kita! Hidup lo bakalan sengsara kayak gua!" sentak Eci.
"Lo yang harusnya sadar, Ci! Kita ini sahabat, seharusnya lo saling mendukung dan percaya. Tapi apa yang lo lakukan? Padahal lo tahu betapa jahatnya Tante Maryam sama Monica, tapi anehnya lo malah marah ke Monica. Lucu lo," ucap Jo kesal.
"Tapi tetap aja sama, Jo! Tante Maryam itu tetap Ibu tirinya Monica!"
"Dia bukan Ibu tiri gua! Jangan sebut itu lagi, Ci," ucap cepat Monica dengan nada purau.
"Dengan muka lo yang melas gitu, lo pikir gua bakal percaya sama lo? Enggak, Mon. Gua udah terlanjur kecewa sama lo, padahal gua udah percaya dan tulus temenan sama lo, tapi apa balasan lo? Malah kayak gini," ucap Eci tertawa lalu menatap datar kearah Monica.
"Maaf, maafin gua, Ci. Karena gua, lo jadi kena imbasnya. Gua salah, lo boleh pukul gua kok. Asal maafin gua ya?" pinta Monica.
"Lo pikir mudah memaafkan seseorang?" tanya Eci.
"Enggak. Tapi, setidaknya hal itu bisa mengurangi rasa kecewa lo dengan gua kan?" tanya Monica menyendu.
Eci menatap sorot mata Monica. Ia dapat melihat bahwa Monica benar-benar tulus berteman dengannya.
"Oke! Tapi jangan salahkan gua kalau lo bakal mati saat gua pukul."
Monica tersenyum lalu mengangguk. Sedangkan Jo, ia malah uring-uringan tak jelas saat Eci mulai mengambil tali pinggangnya yang ada didalam tasnya.
"Jangan kayak gini, Ci. Lo enggak bisa mengambil keputusan sendiri," ucap Jo menengahi.
"Keputusan sendiri? Kan ini permintaan dari Monica sendiri, jadi apa salahnya kalau gua menuruti dia?" tanya Eci menyeringai.
"Jo, jangan menghalangi dia. Gua baik-baik aja selagi Eci enggak marah lagi sama gua," ucap Monica tersenyum tulus.
Jo hanya menganggukkan kepalanya ragu. Lalu ia pergi ke depan pintu untuk tak menghalangi lagi.
"Semoga kita bisa kumpul seperti dulu lagi, gua enggak suka kita berantem seperti ini," gumam Jo pilu.
Eci menggunakan tali pinggangnya untuk memukuli Monica dengan keras. Seolah-olah Monica ialah sosok orang yang tak pantas untuk bahagia.
Monica hanya meringis dengan menggigit bibir bawahnya. Ia bertekad untuk memperbaiki hubungannya dengan Eci, jadi jika dengan cara seperti ini mampu membuat hubungan keduanya membaik, Monica rela melakukannya.
Sudah 30 menit Eci melampiaskan semua kekesalannya. Dan bahkan, Eci bukan hanya menggunakan tali pinggang saja, ia juga menggunakan pot bunga yang ada disamping meja guru untuk memukul kepala Monica.
Eci menormalkan deru nafasnya. Lalu ia membanting kencang benda yang ada ditangannya lalu menatap Monica yang memegang kepalanya sendiri.
Dengan tanpa belas kasihan, Eci berlari meninggalkan lapangan dengan perasaan campur aduk. Setelah melihat Eci pergi, Jo segera berlari kencang kearah Monica.
"Kepala lo berdarah, Mon," ujar Jo.
Monica tersenyum tipis. Lalu ia bangkit dari duduknya dan sedikit menyibak celana olahraga yang ia kenakan dengan pelan.
"Cuman luka kecil, gua ke UKS aja."
"Gua anterin, ya?"
"Jangan. Gua bisa sendiri, lo ke lapangan aja. Pasti teman kelas kita lagi pada nungguin, sekalian bilang ke guru kalau gua kurang sehat jadi ke UKS."
Jo mengangguk mengerti. "Oke, hati-hati ya."
"Jo, jangan pernah ngomongin tentang kejadian tadi ya? Hanya gua, lo, Eci, dan Tuhan yang tahu. Yang lain jangan," ucap Monica.
"Iya, lo tenang aja."
Setelah itu Monica pergi dengan wajahnya yang pucat serta beberapa luka yang ada dikaki serta tangannya. Untungnya tadi ia meminjam hoodie milik Jo, jadi ia bisa menutupinya.
Saat melewati lapangan belakang sekolah, Monica melihat Zevan yang sedang menggendong Kinan dipunggungnya dengan suara tawa yang terdengar memenuhi lapangan. Dipinggir lapangan pula, terlihat anggota inti Moonlight yang juga tertawa.
Entah mengapa Monica cemburu melihat itu. Padahal ia sudah tahu kalau Zevan hanya menganggap Kinan sebagai adiknya saja.
Tapi, tidak menutupi kemungkinan bahwa adik kakak juga bisa memiliki rasa suka lebih dari sekedar hubungan adik dan kakak. Apalagi, jika tidak ada hubungan darah.
"Zevan enggak pernah tuh berperilaku seperti itu sama gua," gumam Monica tersenyum miris.
"MONICA ...!"
||Bersambung...||
💐💐💐
.
.
.
Hai, terima kasih udah membaca sampai akhir.
jangan lupa follow akun ini 👇
Akun ig : @wp.hahihuheho251108
Akun tiktok : @wp.hahihuheho251108_
Akun wattpad : @hahihuheho251108Jangan lupa vote dan komen.
Tysm 😊💝
KAMU SEDANG MEMBACA
Monica [END]
Teen FictionHanya sebatas kisah seorang perempuan sederhana yang memiliki banyak luka dihidupnya. Monica Kathleen, tidak populer, tidak terlalu cantik dan tak terlalu pintar. Ia hanyalah seorang gadis dengan satu impian, yaitu bahagia. • • • "Pulang, gua oba...
12 . Perasaan Cemburu
Mulai dari awal