Setelah memutar otaknya untuk memikirkan banyak cara agar dapat bertemu Miel. Akhirnya, Bianca memutuskan menemui Miel di sekolahnya, dan menurutnya itu adalah ide paling terbaik yang terlintas di benaknya.

Hingga di sinilah Bianca, di parkiran sekolah Miel menunggu Miel yang sebentar lagi bubaran sekolah. Bianca sudah menunggu Miel di depan mobilnya dengan senyuman manis terpatri di wajahnya yang tak pernah luntur, karena senang sebentar lagi ia akan bertemu dengan Miel.

Namun, saat Bianca tengah menunggu sekolah Miel untuk bubaran pulang sekolah, tiba-tiba mobil yang sangat familiar di mata Bianca terparkir di parkiran sekolah Miel.

"Pak," sapa Bianca menghampiri pak Dandi yang baru saja datang untuk menjemput Miel. Ya, mobil tersebut tak lain adalah mobil Alina, yang digunakan pak Dandi untuk menjemput Alina maupun Miel. Dan kini pun pak Dandi menggunakan mobil tersebut tak lain adalah guna menjemput Miel.

"Eh, neng, udah lama gak ketemu." sapa pak Dandi ramah. "Neng Bianca udah lama gak main ke rumah bu Alina,"

"Iya, pak. Alinanya lagi marah-marah mulu, jadi takut main ke rumah," gurau Bianca.

"Haha, iya, neng. Bu Alina emang lagi marah-marah mulu saya liat,"

Mendengar itu Bianca pun hanya membalas dengan tawa kecilnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bapak jemput Miel?"

"Iya atuh, neng. Jemput siapa lagi,"

Ah, bodoh sekali Bianca, menanyakan hal yang sudah sangat jelas.

"Hahaha," Bianca pun hanya mampu tertawa menertawai pertanyaan konyolnya sendiri. "Pak, boleh gak Mielnya saya bawa dulu?" Bianca pun mencekalkan uang yang langsung ia berikan ke genggaman tangan pak Dandi. "Bapak ngopi aja dulu di sekitar sini. Nanti Mielnya saya anterin lagi ke bapak,"

"Kenapa harus kayak gini, neng?"

"Gapapa, pak. Nanti kalo Alina nanya jawab aja Miel udah di rumah,"

"Aduh, neng. Saya gak bisa bohong, takut ketauan sama ibu. Lagian neng kenapa harus bohong? Kan biasanya juga Miel sama eneng,"

"Saya lagi berantem sama Alina, pak. Dia gak bolehin saya ketemu sama Miel." ucap Bianca dibuat-buat dengan nada seolah menyedihkan. "Coba bapak bayangin, masa Miel yang gak tau apa-apa harus kena imbasnya si, pak. Lagipun kan bapak tau sendiri sedekat apa saya sama Miel. Gimana caranya saya bisa jauh dari Miel?" Bianca menatap pak Dandi dengan tatapan sendunya bermaksud agar pak Dandi dapat merasa iba dengan dirinya dan menerima tawarannya.

"Oh jadi gitu." Pak Dandi pun mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Sedetik kemudian wajah pak Dandi kembali ketakutan. "Tapi saya takut ketauan ibu, neng. Nanti kalo saya diomelin gimana? Kalo saya dipecat?"

"Bapak tenang aja, itu tanggung jawab saya. Lagian Alina gak akan tau, ini kan urusan antara kita berdua doang, pak. Bapak tinggal ikutin kata-kata saya tadi aja,"

Setelah melakukan penawaran dengan pak Dandi dengan cukup lama, akhirnya pak Dandi pun menyetujui penawaran itu.

Pak Dandi pun sudah pergi menunggu di warung kopi terdekat. Sedang Bianca kini masih menunggu Miel untuk bubaran sekolah.

Hingga tak lama, bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Terlihat lah parah murid yang berbaris dengan rapih, menunggu jemputan mereka masing-masing, ditemani oleh guru yang bertugas.

Saat melihat Bianca yang datang untuk menjemputnya, wajah Miel kini sudah terlihat senang bukan main. Miel pun dengan tidak sabar berlari ke arah Bianca, yang di sambut dengan rentangan tangan dari Bianca untuk masuk ke pelukannya.

my love single mother √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang