Grep!
"Lo kira gue bakalan luluh?" pemuda itu melepaskan pelukannya dan langsung menarik rambut Aileen dengan sangat kuat.
"Lo denger baik-baik! Gue gak bakalan berhenti sampai lo mati, Aileen!" bisik Radev di depan wajah adik tirinya yang terlihat menahan kesakitan.
"Apa salahku, Kak?" tanya Aileen yang merasakan pusing luar biasa di kepalanya.
"Kesalahan lo banyak! Jadi lo harus bayar semuanya!"
Dugh!
Radev membenturkan kepala adik tirinya ke kaca mobilnya, hanya dua kali—tetapi itu sangat keras dan membuat Aileen merasakan sesuatu yang basah di kepala belakangnya.
"Ay," pemuda itu menangkup wajah cantik Aileen yang hampir kehilangan kesadarannya.
Gadis itu tidak bisa mengeluarkan suaranya, rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. Aileen hanya merasakan sesuatu yang panas membakar bibirnya. Gadis itu memejamkan matanya sejenak, mencoba bertahan.
Sesuatu yang hangat menerobos masuk ke dalam mulutnya, lidah Radev bergerak begitu lihai di dalam mulut sang adik tiri. Pemuda itu mengabaikan keadaan Aileen, ia hanya menyesap rakus bibir gadis itu.
"Lo gak boleh pingsan disini, gue mau repot!" seru Radev sebelum menjauhkan wajahnya, pemuda itu menatap puas bibir merekah adik tirinya.
Aileen mencoba membuka matanya yang terasa berat, samar-samar ia melihat kakak tirinya membuka botol air mineral yang masih tersegel.
"Minum!"
Gadis itu membuka mulutnya, menerima air yang diberikan oleh Radev. Namun tiba-tiba, pemuda itu mengangkat botol di tangannya dan menuangkan sisa airnya ke wajah Aileen sampai airnya masuk ke dalam hidung gadis itu.
Aileen terbatuk dan mencoba mengeluarkan air yang masuk ke dalam hidungnya, karena itu sangat menyakitkan. Tetapi Radev menahannya, ia tidak membiarkan adik tirinya untuk melakukan hal tersebut.
Pemuda itu layak dipanggil iblis, karena kelakukannya benar-benar menyiksa Aileen secara hidup-hidup.
"Bagaimana Aileen, apa ini menyenangkan?"
***
Aileen hampir terlambat masuk ke kelasnya, karena gadis itu masih membawakan tas Radev. Beruntungnya guru yang mengajar belum tiba, jadi Aileen tidak mendapatkan hukuman.
Gadis itu bisa mempertahankan kesadarannya, sehingga Radev tidak semakin menyiksanya. Meski begitu, kepala bagian belakang Aileen terluka dan mengeluarkan darah. Bagaimana tidak terluka, kalau kaca mobil Radev sampai retak.
"Kepala lo bocor ya?" tanya Mala—teman sebangku Aileen.
"Iya, tadi aku jatuh dan gak sempat ke ruang kesehatan. Soalnya udah jam masuk," bohong Aileen.
"Lo harus cepat di obati, ayo kita ke ruang kesehatan!" Mala mengangkat tangannya untuk meminta izin kepada guru yang mengajar.
Sang guru mengizinkannya, tetapi bukan Mala yang menemani Aileen ke ruang kesehatan. Sebab gadis itu harus mengikuti remidi, jadi Aileen diantar oleh sepupunya Mala—Evan.
"Kenapa gak ada yang jaga?"
Evan berdecak kesal, saat tidak menemukan satu orang pun di dalam ruang kesehatan. Padahal biasanya ada seorang dokter dan beberapa anak PMR yang berjaga di ruangan tersebut.
"Aku bisa mengobatinya sendiri, Evan bisa kembali lagi ke kelas," kata Aileen yang kini berdiri di lemari kaca tempat obat-obat di simpan.
"Lo gak mungkin bisa ngobatin sendiri, sini biar gue aja!"
Evan menarik gadis itu untuk duduk di brankar, pemuda itu yang menggantinya mencari obat yang dibutuhkan. Setidaknya Evan tahu bagaimana mengobati luka dengan benar.
"Diem!"
Aileen diam dengan patuh, kepalanya mulai diobati oleh Evan. Gadis itu meringis pelan, saat lukanya diberi obat. Evan dengan hati-hati mengobatinya.
"Selesai," kata Evan yang dibarengi dengan helaan nafas lega, karena pemuda itu berhasil mengobati Aileen.
"Terima kasih Evan," ucap gadis itu dengan senyuman tipisnya.
Evan mengangguk, pemuda itu mengalihkan pandangannya sambil terbatuk. Lalu ia menatap kembali sosok Aileen yang terlihat lebih sehat dari sebelumnya, gadis itu tidak sekurus waktu pertama kali mereka bertemu.
Itu semua karena Radev yang memaksanya makan dengan banyak, kalau Aileen tidak menghabisi makanannya—maka gadis itu akan mendapatkan hukuman. Jadi, Aileen berusaha keras menghabisi makanan yang sering kali dibawakan oleh kakak tirinya.
"Leher lo terluka juga?" Evan baru menyadari luka di leher gadis itu.
"Sini gue obatin sekalian!"
Pemuda itu memegang leher Aileen agar mudah untuk diobati, gadis itu tersentak kaget dan langsung menjauhkan tubuhnya.
"Kenapa? Gue terlalu kasar ngobatinnya?" tanya Evan yang baru menyadari tindakannya, mungkin Aileen merasa risih dengannya.
"Bukan begitu, aku tadi terkejut. Evan tidak perlu mengobati leherku, aku bisa mengobatinya sendiri—karena lukanya bisa aku lihat dari kaca itu."
Gadis itu mengambil obat di tangan Evan dan turun dari brankar menuju ke sebuah kaca cukup besar di dalam ruangan tersebut.
"O—oke," jawab pemuda itu yang kini mengusap tengkuknya.
Evan mengalihkan pandangannya, saat pemuda itu melihat jelas leher jenjang Aileen yang sedang di obati. Gadis itu terlalu ceroboh dan tidak menyadari sekitarnya.
Ceklek!
"Aileen?" suara itu membuat obat di tangan Aileen terjatuh ke lantai.
"Apa yang lo lakuin disini sama cowok?" Radev menatap tajam Evan yang bersama adik tirinya.
—
To be continue
Next?
Semangat
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEV || Step Devil
RomanceYoung-adult; 18+ "Aku mau putus sama kak Radev," ucap seorang gadis berseragam SMP. Sebuah kalimat yang bisa membuat seorang Nathaleo Radev Ganaska menangis selama tiga hari tiga malam. Ini adalah pengalaman terburuk dalam hidup Radev, diputusin sa...
RADEV: TIGA BELAS
Mulai dari awal