Bab 18 - Penyerahan

Mulai dari awal
                                    

"Uuumm, aku... ingin melanjutkan yang tadi," jawab Aurora dengan suara yang sudah bergetar.

Setelah Pangera Tristan meninggalkannya tadi, Aurora berpikir sendiri cukup lama, dia menyadari bahwa kesalahannya cukup fatal. Bukan hanya menolak Pangeran Tristan, namun dirinya juga telah memungkiri fakta bahwa dirinya telah menjadi seorang istri. Seharusnya, tak peduli siapapun orang yang dia cintai, ketika dirinya sudah menikah dan mengikat janji suci di hadapan Tuhan dengan seorang pria, maka dia harus melayani pria itu sebagai suaminya, melihat pria itu sebagai orang yang harus dia patuhi. Namun, Aurora malah menolaknya.

Kini, Aurora sudah sadar sepenuhnya bahwa apa yang dia lakukan pada Pangeran Tristan tadi sudah pasti melukai harga diri pria itu.

"Tak perlu. Pergilah," usir sang pangeran.

Aurora sempat ingin mundur dan pergi dari sana karena dia tahu bahwa kini suasana hati Pangeran Tristan sedang tidak baik dan semua itu karena ulahnya, namun, Aurora tidak ingin menyerah saat ini. Jika dia menyerah, maka Pangeran Tristan akan semakin membencinya.

Pada akhirnya, sembari menelan ludah dengan susah payah, Aurora mulai melucuti pakaiannya sendiri.

Pangeran Tristan yang melihat pantulan diri Aurora dari jendela kaca di hadapannya akhirnya membulatkan matanya tak percaya ketika satu demi satu pakaian yang membalut tubuh Aurora jatuh ke lantai karena dilucuti oleh perempuan itu sendiri.

Segera Pangeran Tristan membalikkan tubuhnya dan berseru keras pada Aurora, "Apa yang kau lakukan?!"

Aurora sempat menghentikan aksinya, menatap Pangeran Tristan yang berekspresi kesal sebelum kemudian dia menjawab, "Aku melakukan apa yang harus kulakukan."

"Kau tak perlu melakukannya jika kau tak ingin!" Pangeran Tristan mendesis tajam.

"Bagaimana jika kubilang bahwa aku ingin?" tanya Aurora.

"Benarkah?" tanya Pangeran Tristan balik. Segera Pangeran Tristan mendekat dan menundukkan kepalanya untuk meraih bibir Aurora, namun sekali lagi, Aurora menghindar. Kali ini dia melakukannya karena terkejut dengan ulah sang Pangeran yang tiba-tiba dan terkesan sangat barbar.

"Lihat, kau menolakku! Dan akan selalu menolakku!" serunya.

"Aku tidak menolak, aku hanya terkejut," jelas Aurora.

"Itu alasanmu saja. Sekarang pakai lagi bajumu dan tinggalkan aku sendiri," usirnya.

Aurora cukup sedih dengan usiran sang Pangeran, meski begitu, di tak ingin menyerah. Aurora akhirnya melangkah satu langkah mendekat pada Pangeran Tristan. Ketika dirinya sudah berada cukup dekat dengan sang pangeran, Aurora mulai memberanikan diri, menjinjitkan kakinya, kemudian meraih bibir Pangeran Tristan.

Mata Pangeran Tristan membulat seketika karena ulah Aurora. Tubuhnya membeku karena terkejut dengan keberanian yang ditampilkan oleh perempuan di hadapannya ini. Bibir Aurora terasa begitu lembut menyentuh bibirnya, mata perempuan itu bahkan sudah memejam, seolah-olah menikmati sensasi dari sentuhan bibir mereka berdua.

Pangeran Tristan yang terkejut bahkan tak dapat melakukan apapun selain membiarkan saja apa yang dilakukan oleh Aurora. Kini, Aurora bahkan sudah berani mengalungkan lengannya pada leher sang Pangeran, memperdalam ciumannya meski Pangeran Tristan belum juga membalasnya. Jemarinya bahkan sudah berani meremas rambut sang pangeran, membuat Pangeran Tristan sadar bahwa dia juga ingin melakukan hal yang sama pada tubuh Aurora.

Pangeran Tristan akhirnya mulai meraih pinggang Aurora, mendekap tubuh perempuan itu, kemudian dia mulai membalas ciuman Aurora dengan ciuman panas, menuntut, dan penuh dengan gairah, seolah-olah pria itu tidak sabar untuk memiliki diri Aurora seutuhnya.

Sedikit demi sedikit, Pangeran Tristan bahkan sudah mengangkat tubuh Aurora, membawanya mendekat ke arah ranjangnya tanpa melepaskan cumbuan mereka.

Cumbuan sang Pangeran semakin panas dan semakin menuntut, bahkan kini, bibir Pangeran Tristan sudah mendarat pada leher Aurora, meninggalkan jejak-jejak basah di sana.

Aurora mulai terbawa suasana, dengan spontan dia mulai mengerang, apalagi ketika cumbuan Pangeran Tristan terasa sedikit menyakitkan di lehernya. Pangeran Tristan seolah-olah lepas kendali, seolah-olah pria itu sudah menunggu cukup lama untuk melakukan semua ini hingga pada akhirnya pria itu tak mampu mengendalikan dirinya.

Pangeran Tristan akhirnya menjatuhkan tubuh mereka berdua di atas ranjangnya. Aurora berada di bawah tindihan sang pangeran, sedangkan sang pangeran tampak enggan melepaskannya.

"Pangeran... Pangeran..." Aurora mulai merasa bahwa Pangeran Tristan harus segera disadarkan, karena jika tidak, maka pria ini akan semakin tak terkendali.

Pangeran Tristan tampaknya tak menghiraukan panggilan Aurora, atau mungkin pria itu tak menyadari panggilan istrinya itu karena kini dirinya hanya fokus menikmati tubuh Aurora dan mencumbu sepanjang kulitnya tanpa henti.

"Tristan..." panggil Aurora lagi kali ini tanpa embel-embel gelar.

Pangeran Tristan menghentikan aksinya seketika. Seumur hidupnya, satu-satunya orang yang berani memanggilnya nama saja tanpa embel-embel gelar hanyalah Aurora, bahkan keluarganya sendiri saja selalu memanggilnya dengan panggilan Pangeran. Namun, Pangeran Tristan malah senang mendengarnya. Bahkan, sang Pangeranlah yang dulu selalu meminta agar Aurora memanggilnya dengan namanya saja ketika mereka sedang berdua.

Kini, panggilan lembut tersebut menyadarkannya, membuatnya menghentikan aksinya. Dengan napas yang masih memburu, Pangeran Tristan mengangkat wajahnya dan menatap Aurora yang kini sudah berada di bawahnya. Aurora tidak sedang ingin membuatnya berhenti melakukan hal ini, kan? Pikirnya.

"Pelan-pelan saja... bisakah?" tanya Aurora dengan nada lembut, karena dia takut menyinggung perasaan sang Pangeran.

Pangeran Tristan baru menyadari bahwa tadi dirinya telah lepas kendali. Dia menyentuh Aurora dan mencumbunya seperti orang barbar. Ya, mau bagaimana lagi, hal ini sudah sering kali dibayangkan oleh Pangeran Tristan namun tidak pernah terlaksana. Karena itulah, ketika kini dirinya mendapatkan apa yang dia impikan selama ini, sang Pangeran seolah-olah lupa segalanya.

"Maaf, aku lepas kendali," ucap Pangeran Tristan dengan sedikit canggung.

Aurora tersenyum lembut. Jemarinya terulur mengusap lembut pipi sang Pangeran. Rasanya sudah sangat lama mereka tidak sedekat ini. Dulu sekali ketika Aurora belum pergi ke Inggris, hubungan mereka sangat dekat. Meski mereka tidak pernah sedekat ini, namun tidak ada jarak yang membentang diantara mereka saat itu. Kini, Aurora merasakan bahwa masa-masa itu seolah kembali dia rasakan saat ini.

Pangeran Tristan meraih jemari Aurora tersebut, lalu mengecupinya dengan lembut satu persatu, seolah-olah mengklaim kepemilikannya atas jari jemari Aurora tersebut.

"Kau tahu, aku sudah membayangkan hal ini ribuan kali. Ketika semua ini terjadi, aku sulit mengendalikan diri," bisik Pangeran Tristan dengan suara seraknya.

Aurora tak mengerti apa maksud sang Pangeran. Apa itu maksudnya sang pangeran membayangkan tidur dengannya? Kenapa juga Pangeran Tristan membayangkan tidur dengannya? Bukankah selama ini Pangeran Tristan sudah memiliki teman tidur seperti perempuan-perempuan bayaran itu?

"Aku ingin kita melakukannya dengan pelan-pelan. Maksudku, untuk yang pertama saat itu, aku tak bisa mengingat apapun. Maka kini aku ingin mengingatnya dengan jelas," ucap Aurora. Ya, Aurora masih mengira bahwa saat itu, mereka sudah melakukannya seperti yang diucapkan oleh Pangeran Tristan walau dia sama sekali tak dapat mengingat apapun. Kini, Aurora ingin mengingat semuanya, semua prosesnya, dan semua rasanya.

Pangeran Tristan menganggukkan kepalanya. "Akan kucoba bersikap baik dan lembut padamu. Akan kutunjukkan padamu bahwa bersamaku, kau akan bahagia," ucap Pangeran Tristan dengan penuh janji sebelum dia kembali menundukkan kepalanya dan mulai meraih bibir Aurora lagi, mencumbunya, menciumnya, kali ini dengan ciuman yang lembut penuh dengan cinta dan gairah yang menggelora...

-TBC-

Nantikan Bab 20 - PENYATUAN... uugghhh.... wkwkwkkwkwkw

yang pengen baca cepat bisa ke Karyakarsa yaahh... udah tamat di sana... 

PRINCE TRISTAN (Modern Kingdom Seri TERAKHIR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang