'Sudah buta, tuli juga,' batin Riku mencemooh.

Arini tidak langsung menjawab pertanyaan Yushi, ia memilih untuk mengusap punggung tangan anak itu. Membuat Yushi kian yakin atas pemikirannya yang mulai menyetujui ucapan Riku. Bahwa Ayana, satu-satunya teman yang Yushi miliki itu sudah bertunangan.

Ketiganya kemudian ditimpa hening yang cukup lama. Rasa dingin begitu kentara di lorong ICU itu. Hingga suara pintu yang terbuka membuat ketiganya menoleh bersamaan, menatap seorang dokter yang menghampiri.

"Keluarga pasien?"

"Saya ibunya," aku Arini dengan cepat.

"Pasien hanya kelelahan, dia hanya butuh sedikit istirahat. Dan karena penyakit bawaannya, pasien diharapkan untuk tidak memiliki banyak pikiran yang bisa membuatnya stres," jelas sang dokter yang berhasil membuat ketiga orang itu bernapas lega.

"Terima kasih, Dok." Sang dokter berlalu, meninggalkan Arini dan dua pemuda itu kembali di depan ICU.

Yushi memang nampak bernapas lega, namun tidak sepenuhnya ia merasa begitu. Kepalanya masih memikirkan banyak kemungkinan dari maksud sang dokter. Ia masih menerka-nerka semenjak Ayana mengatakan bahwa gadis itu sakit. Yushi masih belum tau apapun, padahal jika dihitung dari awal mereka bertemu, ia dan Ayana sudah cukup lama berteman.

Sedangkan di tempatnya berdiri, Riku terdiam bersama kepalan di tangannya. Pemuda itu sebenarnya merasa sedikit bersalah, ia menganggap bahwa salah satu alasan yang membuat kekasihnya itu seperti ini adalah dirinya. Dirinya yang mengatakan banyak hal buruk pada Ayana di pagi hari tadi mulai terbayang di kepalanya.

Tapi, Riku tetaplah Riku. Egonya yang tinggi masih tidak mau menyalahkan dirinya sebesar itu. Jadilah ia memilih untuk melempar tatapan tajam atas ketidaksukaannya pada Yushi yang hanya berdiri dengan netra kosongnya.

"Ibu mau masuk lebih dulu, kalian berdua tunggulah di sini sebentar. Jangan ada yang membuat keributan, paham, Riku?"

Riku menatap Arini yang memperingati dirinya. Laki-laki jangkung itu mendengus, kenpa hanya dia yang diperingatkan begitu? Kenapa hanya namanya saja yang disebut dalam peringatan itu? Kenapa nama laki-laki sialan itu tidak juga disebutkan?

"Iya," jawab Riku begitu singkat. Pemuda itu kemudian duduk di bangku besi itu, memberi jarak yang cukup jauh dari Yushi yang juga duduk di sana.

Setelah tubuh Arini lenyap ditelan pintu yang tertutup. Hening menerpa dua cucu adam yang sama-sama memikirkan satu gadis itu. Tangan Yushi kembali tertaut sendiri, pemuda itu masih juga menundukkan kepalanya. Sedangkan di sisinya, Riku nampak bersender dengan kepala yang mendongak. Mata kucingnya menatap lekat langit-langit rumah sakit yang putih.

Untuk sejenak, Riku memejamkan matanya. Duduk berduaan dengan laki-laki yang ia cap sebagai pengganggu miliknya benar-benar membuatnya kesal. Perasaan ingin memusnahkan laki-laki buta di sebelahnya ini begitu kuat Riku rasakan. Namun, ia masih ingin menjaga image menantu idaman yang baik pada Arini.

Sedangkan Yushi, pemuda itu juga tampak menyenderkan tubuhnya. Matanya yang mulai terasa perih akibat terlalu banyak menerima cahaya itu turut ia pejamkan. Menjadikannya terlihat mirip dengan Riku walau sekilas.

"Hei, buta."

Yushi mengabaikan panggilan kasar itu. Ia memilih untuk tetap terpejam.

Hal yang membuat Riku membuka matanya dan menatap nyalang ke arahnya. Yushi dapat merasakan tatapan mematikan itu dilayangkan padanya, namun ia memilih untuk tetap abai.

"Oi."

Lagi-lagi panggilan itu diabaikan, membuat Riku ingin sekali mencabik mulut Yushi saat itu juga. Punya mulut tapi tidak menyahut panggilannya, lancang sekali, pikir Riku.

"Sialan, kau tuli, ya? Atau bisu?" cemooh Riku penuh kesal.

Yushi menghela napasnya panjang. "Ada apa?"

Untuk sesaat, Riku yang diam. Dia ingin balas dendam karena Yushi mengabaikannya tadi. Membuat Yushi menggelengkan kepalanya samar karena tak kunjung mendapat sahutan.

"Jangan dekat-dekat dengan Ayana."

Suara Riku terdengar setelah beberapa saat hening melanda. Namun, Yushi masih tidak mengindahkan penuturan itu, dirinya memilih untuk menyamankan posisi bersendernya.

"Dia milikku," aku Riku dengan nada yang menegaskan bahwa Ayana adalah kepunyaannya.

"Kalian belum menikah."

Riku mendengus geli mendengar balasan Yushi. Dengan nadanya yang congkak, pemuda itu kembali menyahut. "Kau pikir butuh waktu berapa lama untuk statusku berubah dari tunangannya menjadi suami?"

Tidak ada jawaban. Yushi diam di tempatnya. Sedangkan Riku tersenyum miring penuh kepuasan.

Ya, memang sudah seharusnya begini. Tidak ada yang bisa mengusik kepunyaannya. Riku pastikan itu untuk semua hal yang sudah ia labeli sebagai miliknya.

"Usianya bahkan belum legal tapi sudah ingin dinikahi. Pedofil," gumam Yushi dengan tawa kecil di akhir.

Baru sebentar kecongakan Riku, tapi berhasil dibasmi habis oleh Yushi. Membuat laki-laki berego tinggi itu dengan cepat menarik kerah Yushi, hendak memberi pelajaran atas ucapan Yushi yang ia anggap sampah.

"Bukankah sudah Ibu katakan untuk tidak berbuat onar, Riku?"

Riku melepaskan dengan kasar cengkramannya di kerah Yushi setelah melihat Arini yang berdiri di depan pintu. Tatapannya masih nyalang ke arah Yushi.

"Yushi, masuklah. Ayana mencarimu."

Yushi mengangguk. Ia kemudian berdiri untuk segera pergi menemui Ayana seperti yang dikatakan Arini, namun tangannya malah ditarik kencang oleh Riku, membuat tubuhnya kembali terbanting ke atas bangku.

"Mana bisa begitu, Bu. Harusnya aku masuk lebih dulu! Aku ini tunangan Ayana," protes Riku.

"Yushi, masuklah. Dan Riku, Ibu mau bicara lebih dulu denganmu," perintah Arini seakan-akan tidak ingin dibantah.

"Iya, Tante."

Kali ini, Yushi berhasil meninggalkan Arini dan Riku yang masih menatapnya nyalang. Pemuda itu benar-benar berhasil membuat Yushi bergidik merinding karena tatapannya yang terasa memojokkannya.

Blind StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang