Chapter 14.

34.7K 3.5K 168
                                    

Sekali lagi, Alera memandang bingung ke arah tumpukan sabun cair buatannya. Entah bagaimana ia bisa mengekspor semua ini ke area kota.

"Sayang, ada apa?" Lendra datang dari belakang seraya bertanya karena sedari tadi melihat sang istri yang kebingungan.

Alera menoleh, ia tersenyum kecil. "Tidak ada, hanya saja sedikit bingung."

"Bingung kenapa?"

"Ini, sabun yang aku buat rencananya ingin aku ekspor ke pusat kekaisaran. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya," jelas Alera.

Lendra lantas mengangguk mengerti. Selanjutnya ia menatap serius ke arah sang istri. "Kamu yakin ingin menjual sabun-sabun ini ke pusat kekaisaran?" tanyanya.

"Yakin," jawab Alera seraya mengangguk tanpa ragu. "Jadi, apa kamu bisa membantuku?"

Helaan nafas meluncur, Lendra menatap lekat sang istri. "Apa yang bisa Mas bantu?"

"Tolong carikan solusi yang cocok agar aku bisa ke pusat," ujar Alera.

"Baiklah..." Pria itu terdiam sejenak. "Mas punya solusi. Bagaimana kalau kita menyewa kereta kuda?" usul Lendra.

"Tapi... Menyewa kereta memerlukan beberapa koin, sedangkan aku sendiri tidak memiliki koin lebih," ujar Alera murung.

"Mas punya sedikit tabungan. Mungkin itu bisa digunakan," ucap Lendra hati-hati. Jujur saja, setelah mengucapkan hal tersebut, Lendra jadi khawatir jika Alera akan marah. Pasalnya dari dulu istrinya itu selalu melarang dirinya untuk menyimpan uang. Setiap ia mempunyai penghasilan, Alera pasti langsung meminta semuanya.

Namun, Lendra berusaha untuk berpikir positif, karena mengingat perubahan sang istri dari beberapa hari belakangan. Semoga kekhawatirannya tidak menjadi kenyataan.

Alera hanya terdiam, menatap sang suami yang Lendra sendiri tak mengerti maksud dari tatapan tersebut. Entah itu kemarahan? Kesedihan? Atau kegembiraan?

Ah, ia jadi semakin khawatir.

Tetapi kekhawatiran itu sirna ketika Alera memberikan pelukan untuk sekian kalinya. Ya, wanita itu memeluknya yang entah kali keberapa namun tetap saja mampu membuat Lendra terkesiap.

"Terima kasih, Mas," gumam Alera teredam dada bidang sang suami.

Lendra tersenyum tipis, ia membalas pelukan sang istri dengan pelukan yang tak kalah erat. "Sama-sama."

Alera mendongak, menatap wajah tampan milik pria yang telah menjadi suaminya. "Bagaimana kalau kita langsung menyewa kereta kudanya, sekarang?" tanyanya antusias.

"Tidak sekarang, Sayang. Ada yang harus kamu pelajari sebelum berangkat ke pusat kota."

"Apa itu?"

"Kamu harus belajar elemen!" ujar Lendra tegas membuat mata Alera berbinar senang.

~o0o~

"Argg... Susah sekali," keluh Alera frustrasi.

Sudah beberapa kali sang suami untuk fokus merasakan aliran mana pada tubuhnya namun Alera selalu gagal. Tampaknya, binar senang serta semangat yang ada sebelum latihan telah semakin pudar. Bahkan sekarang, wajah cantik itu hampir menangis.

"Ayo, Sayang. Semangat. Mas, bantu!" seru Lendra. Tak henti-hentinya pria itu memberikan semangat pada sang istri.

Ia tersenyum maklum ketika melihat kesulitan wanita itu dalam mendeteksi elemennya sendiri, karena memang itu suatu hal yang wajar. Yang bisa ia lakukan hanya memberikan semangat serta membantu sebisanya.

"Ayo semangat, kamu mau ke pusat kota 'kan?" Sekali lagi Lendra memberikan semangat sembari mencoba menyinggung tujuan sang istri.

Tampaknya, cara Lendra itu berhasil, terbukti dengan Alera yang terlihat kembali semangat. Wanita itu bahkan sudah kembali memejamkan matanya dengan posisi duduk bunga lotus.

"Demi menjual sabun," gumamnya.

Berkat semangat yang kembali muncul, perlahan Alera dapat merasakan aliran mana pada tubuhnya. Mana itu terasa hangat, yang pusatnya berasal dari jantung. Ibaratnya pompaan darah dari jantung ke seluruh tubuh.

"Apakah aliran manamu sudah terasa?" tanya Lendra yang dijawab anggukan kecil. "Sekarang, coba alirkan mana itu ke tanganmu."

"Caranya?"

"Fokuskan dirimu pada telapak tangan!"

Setelah mendapatkan instruksi tersebut, Alera memfokuskan pikirannya ke arah tangan. Dari sisi Lendra, pria itu dapat melihat beberapa cahaya perlahan muncul dari tangan sang istri. Mulai dari cahaya berwarna oranye, biru, abu hingga ungu kehitaman. Ketika warna ungu kehitaman keluar, senyum miring terbit di wajah Lendra. Senyum yang sangat jarang pria itu tampakkan.

"Coba buka matamu!" titah Lendra.

Perlahan Alera membuka matanya. Seketika netra biru miliknya berbinar cerah saat melihat cahaya berwarna-warni muncul di tangannya. "Ini elemenku?"

"Benar," sahur Lendra.

"Jadi, berdasarkan warna ini, apa saja elemen yang aku dapatkan?" tanya Alera penasaran.

"Warna oranye sebagai elemen api, biru sebagai air, dan abu sebagai udara. Untuk elemen sampingan, kamu memiliki elemen es sebagai penggabungan elemen air dan udara. Serta petir untuk gabungan api dan udara," jelas Lendra.

Alera mengangguk paham. Ia memperhatikan warna-warna pada tangannya sampai akhirnya fokus wanita itu terpusat pada warna yang belum suaminya jelaskan. "Lalu, warna ungu ini elemen apa?"

Pertanyaan dari sang istri berhasil membuat Lendra kembali tersenyum miring. "Warna ungu sebagai elemen yang cukup langka."

"Cepat kasih tahu, Mas. Jangan bertele-tele dan omong-omong, wajah Mas tidak cocok tersenyum seperti itu. Jelek!" seru Alera tanpa beban membuat Lendra seketika cemberut.

"Ya, ya. Wajah Mas memang jelek," rajuk Lendra.

"Eh, bukan begitu. Wajah Mas itu cocok kalau tersenyum manis. Jadi lebih baik tersenyum manis saja."

"Baiklah," sahut Lendra sembari menerbitkan senyum manis. Dalam hati, ia akan mengingat ucapan sang istri dan tidak akan tersenyum miring lagi.

"Nah, senyum saja begitu. Wajah Mas jadi sangat tampan. Jadi, warna ungu untuk elemen apa?"

"Elemen kegelapan," ungkap Lendra santai tidak menyadari raut sang istri yang berubah terkejut ketika mendengar ungkapan suaminya.

"Kegelapan?!"

TBC.

Kasih riview kalian tentang cerita ini dong, biar aku semangat buat double up. Puji-puji lah ya. Heheheh

Farmer's Wife (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang