Lagi-lagi Ara tidak mau membuka suara, dia hanya menunduk sambil menangis sesenggukan membuat ata menjadi naik pitam.

"Oke fine, lo gak mau jawab juga gak pa-pa. Tapi, jangan salahkan gue ketika gue tau laki-laki yang hamili lo habis di tangan gue."

Ara mendongak langsung, dengan beraninya dia menatap ata.

"Jangan pliss, hiks. Jangan apa-apain ayahnya, gue mohon. Oke, oke. Aku bakalan kasih tau kamu. Tapi tolong jangan pukulin dia, hiks"

"Dia zergan, mantan kamu dulu. Ini kejadian yang gak di sengaja kamu gak perlu urus-

"Bangsat. Gak usah di urus kata lo? Hei. Sadar! Pakai otak sebelah kanan lo!! Zergan harus tanggung jawab. Gue harus samperin dia," Baru saja ingin pergi, Ara langsung memeluk kakinya agar tidak pergi seraya memohon.

Ata menepisnya dengan kasar. Setelah itu ia pergi keluar kamar meninggalkan Ara yang sendirian di sana.

Ara semakin menangis. Ia takut jika ata memaksa zergan untuk tanggung jawab. Pasti zergan semakin membencinya. Dan juga, dirinya sempat datang ke rumah zergan namun yang dia dapatkan hanyalah cacian makinya.

Apalagi saat ayah dan ibunya mengetahui ini, pasti mereka akan kecewa.

"Ini hanya gak sengaja, hiks."

****

Ata memarkirkan sepedanya di depan gerbang rumah zergan. Lalu ia berjalan menghampiri satpam yang bertugas di sana.

"Permisi, pak. Tolong panggilin zergan. Gue ada urusan sama dia" kata ata, datar. Dia memakai celak mata hari ini jadi terlihat seram sampai satpam pun takut kepadanya jangan kan satpam terkadang temannya saja takut melihat aura ata ketika marah.

"Dengan urusan apa ya, neng?"

"Bapak gak perlu tau. Cepat panggil dia!" Nadanya sedikit menaik.

"Maaf, neng. Jika tidak ada keperluan penting lebih baik non pulang. Nak zergan juga tidak mau menerima tamu yang tidak jelas asal-usulnya"

Ata menggebrak meja satpam, sontak satpam itu langsung terkejut.

"Emosi saya gak stabil sekarang. Saya datang jauh-jauh kesini naik sepeda dan bapak langsung usir saya gitu aja? Saya ada urusan penting penting-penting banget dan bapak gak perlu tau, karna ini urusan saya sama dia,"

"Maaf, neng. Bapak gak bis-

"Panggilkan atau bapak mau saya pukul?" Tukasnya, mengancam.

Pak Hendro menelan ludahnya kasar. Anak di depannya ini benar-benar keras kepala. Bagaimana yang harus dia lakukan sekarang. Jika dirinya memanggil zergan, otomatis ia di pecat karena tidak menaati aturan.

"Aduh, neng. Jangan gitu lah. Masa kamu mau mukul bapak. Kan gak lucu"

"Makanya panggilin dia sekarang kalo gak mau di pukul," balas ata.

"Kalo bapak panggil nak zergan otomatis bapak di pecat. Kalo di pecat bapak mau kerja di mana?"

"Jadi pemulung! Ya nggak lah! Dia itu gak bakal mecat bapak kalo tamunya gue-

"Ada apa ini?" Tanya zergan datang dengan rambut yang sangat berantakan dan muka seperti bangun tidur.

Ata menatapnya datar. Dia berjalan mendekati zergan.

Zergan menaikan alisnya sebelah. Sudut bibirnya menaiki. Dia menyenderkan punggungnya di gerbang dan tangan di masukkan ke dalam sakunya.

"Kenapa dateng? Kangen?"

PLAK!

Bukannya membalas, ata malah menampar pipinya dengan kasar sampai mengeluarkan darah segar dari ujung bibirnya. Melihat itu sontak pak Hendro langsung turun. Namun belum sempat menyentuh tanah tangan zergan mengisyaratkan untuk tinggal diam saja.

"Brengsek. Apa maksud lo ngehamili Ara? Segitu banget lo pengen balik sama gue sampai ngehamili anak orang, hah?!"

Zergan memejamkan matanya. Dia mengusap wajahnya kasar.

"Masuk. Gak enak di denger tetangga. Kita bicarakan baik-baik di dalam," kata zergan.

Ata terkekeh. "Gak enak? Sejak kapan lo punya sikap gak enakan gini sama orang? Gue dateng kesini cuma minta pertanggung jawaban atas tindakan lo itu. Jangan jadi laki-laki pengecut. Berani bertindak tapi gak mau tanggung jawab."

"Gak bisa. Ini kejadian yang ketidaksengajaan, gue di jebak sama orang sampai mabuk. Lo tau, gue sama dia beda keyakinan, gue gak bisa ninggalin agama gue. Gue bisa kirim uang ke dia setiap hari tapi gak dengan nikah" balas zergan.

"Jangan mentang-mentang lo orang kaya apa-apa bisa di selesaiin dengan uang. Dia gak butuh uang lo tapi tanggung jawab lo!"

"Gak. Gue gak mau nikahin dia. Gue benci dia. Jangan paksa gue"

Ata mengeratkan rahangnya. Mencengkeram erat tangannya. Ia menghela nafas kasar.

"Oke gak pa-pa, tapi jangan salahkan gue suatu saat lo gak bisa ketemu anak lo, selamanya." Ancamnya, entah kenapa hatinya jadi bergejolak sakit.

AlatthalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang