#19 Berbahagia

Mulai dari awal
                                    

Alina bisa merasakan damainya hidup jauh dari kota. Hanya ada ketenangan disini, dan beberapa suara langkah kaki yang terdengar.

Fanya keluar dengan rambut yang basah, tak lupa dengan cengiran khasnya.

"Hehe, maaf lama."

Alina hanya mengangguk sekilas, dan masuk ke kamar mandi.

***
"1... 2... 3... Cissss!"

Beberapa siswa dan siswi memutuskan untuk berfoto sebagai kenangan. Tak mau ketinggalan, Fanya juga mengajak Alina untuk berfoto, tapi gadis itu menolaknya dengan tegas.

"Lo kenapa nggak mau sih, nggak bakal gue post!" sebal Fanya.

Alina langsung mengangguk mau saat Fanya mengatakan hal itu.

"Senyum yang lebar!" titah Fanya saat melihat Alina hanya bermuka datar.

Alina memaksakan senyumnya, hingga satu jepretan berhasil didapat.

"Mantap, bagus banget coi!" pekiknya senang, seketika senyumnya luntur saat melihat satu laki-laki ikut nimbrung di foto.

"Siapa sih," Fanya segera menoleh ke belakang, tapi hanya Arfan yang ada disana.

"Minggir dong, gue mau foto!" pinta Fanya kepada Arfan.

Arfan langsung menggeser tubuhnya lebih jauh, tepatnya mendekati temannya yang sedang berdiskusi.

"Eh, lo tau nggak sih—"

"Enggak," balas yang lain.

Arfan ikut tertawa saat melihat temannya dipotong pembicaraannya.

"Gue belum selesai ngomong! Asal lo tau, hotel ini angker banget!" ujar salah satu siswa yang menggunakan topi.

Yang lain mulai tertarik dengan pembicaraan, tak terkecuali Arfan. Dirinya mulai memperhatikan temannya itu dengan seksama.

"Tadi pagi, gue bangun-bangun udah dikolong kasur. Beh, ngeri!" lanjutnya.

Seketika semua temannya tertawa, karena menganggap hal itu hanya lelucon.

"Gue nggak ngarang! Tanya aja sama si Arfan noh," laki-laki itu mulai menunjuk Arfan.

Arfan seketika menggeleng. "Kok jadi gue?"

Temannya yang tadi hanya tertawa sambil memukuli lengannya. "Canda, gue cuma ngarang!"

Semua temannya mulai menyoraki, hingga menjadi pusat perhatian para siswi yang mendengar tawa Arfan.

"Aaaa, ketawanya candu banget!"

"Ih, calon masa depan aku!"

Alina hanya tersenyum jijik mendengar penuturan para siswi yang ada disana. Bukannya sudah lumrah tertawa?

Fanya mulai menyodorkan kameranya kepada Alina. Alina yang faham segera mengatur posisi Fanya agar tetap stabil.

"Agak miring pinggulnya,"

"Nah, pas!" lanjut Alina.

Ckrek!

"Mana, mana?" Fanya segera berlari ke arah Alina. Matanya memindai foto itu dari bawah hingga ke atas.

Fanya tersenyum puas, dan segera merebut foto itu dari tangan Alina. Alina hanya mengerutkan keningnya, karena Fanya mulai menarik dirinya hingga ke salah satu spot foto.

"Lo mau ngapain?" tanya Alina saat Fanya mulai meninggalkan dirinya disana.

"Mau foto lo dong! Cepet, pose nya mana?"

Alina hanya tersenyum kaku di foto, hingga membuat Fanya kesal. Tapi, bukan Fanya kalau tidak cerdik! Dirinya segera menarik Arfan yang sedang duduk bersama teman-temannya.

"Eh, kenapa?" tanya Arfan dalam keadaan yang bingung.

"Ini, gue mau foto lo, sama Alina," jawab Fanya cepat, sembari menodongkan kameranya.

Fanya segera memutar bola matanya malas saat melihat Alina tak kunjung tersenyum.

"Senyum woi! Atau gue bakal bikin adegan rangkulan," ancam Fanya.

Alina sontak tersenyum, sambil mulai menjauh dengan Arfan. Tak perlu ditanya, sudah pasti karena jantungnya yang tidak aman.

"ALIN!" teriak Fanya dengan wajah yang frustasi.

Alina hanya tersenyum malu-malu disana, sambil Arfan berusaha membujuk dirinya untuk lebih dekat.

"Nah, gitu dong!"

Setelah beberapa drama selesai, saatnya mereka semua makan siang. Para guru sudah memesan makanan yang tentu akan memanjakan perut mereka. Maklum, sekolah elite! Pasti duitnya banyak.

"Lin, mana jawaban kamu?" tanya Arfan yang mulai tidak sabar.

"Hah?" beo Alina, hanya itu yang keluar dari mulutnya.

Arfan memandangnya dengan tatapan gemas, ingin rasanya mencapit kedua mulutnya itu.

"Ini udah satu jam, cepetan!" Arfan mulai merengek, sambil menarik-narik baju Alina.

"Ih, gak usah gini!" Alina segera menyentak tangan Arfan dari bajunya.

"Iya, gue terima," tambahnya

Krik krik...

Alina menatap laki-laki yang ada dihadapannya dengan tatapan tajam, karena melihat laki-laki itu hanya melongo dalam beberapa menit.

"Mingkem, nanti banjir!" ujar Alina yang mampu membuat Arfan kesal.

Tapi, apakah ini nyata? Hanya itu yang ada dipikirannya Arfan. Alina yang gemas, segera mencubit pipinya dengan kuat.

"Wadaw!" keluh Arfan, sambil menyentuh pipinya.

"Lo kok gak romantis banget sih! Udah tau tembakannya diterima, kok gak sujud syukur, atau apa kek!"

***

Awokawok, Alina terlalu bar-bar untuk seorang perempuan. Dibawa tulisan ini, ada tanda 'Bintang' kan? Makanya pencet!

Kawal cerita ini sampai terbit, maaf ngelunjak😋.

Arfan My Boyfriend [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang