Bricia 10🔮

35.9K 2.8K 129
                                    

H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮

●○●○●○●○










Bricia mengerjap kan matanya saat dirasa sudah pagi, gadis itu menggeliat sebelum tiba-tiba ia terdiam merasakan lilitan erat di perutnya.

"Ini tangan si--Lo ngapain tidur dibawah!" pekiknya teramat terkejut, Bricia hendak menyikut dada laki-laki itu sebelum kulitnya menyentuh tangan panas Romero. "Lo... Romero lo demam! Suhu tubuh lo panas banget."

Bricia tak memperdulikan rambutnya yang mengembang serta muka bantal itu, ia bangkit menyerka poni Romero menyentuh pelipisnya yang benar-benar panas.

"Lagian lo ngapain sih tidur dibawah gini udah tau tubuh lo gak boleh kedinginan, ayo pindah," Bricia mengalungkan tangan Romero ke belakang lehernya membantu anak yang masih memejam itu untuk berdiri. "Romero... Hei denger gue..."

Bricia menepuk sebelah pipi Romero yang kini bersandar didadanya karena sedikit susah untuk menyeret tubuh lemas itu menuju kasur.
"Nanti dulu tidurnya lo harus pindah ke kasur, cepet. Biar nanti gue panggil Bunda."

"Dingin... Peluk Cia... Peluk Rome..." bibir pucat itu berkata amat lirih dan bergetar, Bricia semakin khawatir dibuatnya.

"Boleh peluk tapi tidur nya di kasur," tepat setelah mengucapkan itu Romero langsung berjalan dan menjatuhkan dirinya keatas kasur, wajah Bricia mendatar. "Lo ini sebenarnya sakit apa cuman pura-pura sakit?"

"Cia... Mau peluk..." lontarnya mengangkat kedua tangan menyambut Bricia. "Ayo... Romero beneran sakit uhuk... Lihat..."

Bricia berdecih pasrah.
"Bentar gue panggilin Bunda--"

"Gausah, cukup sama pelukan aja," selanya dengan mata sayu mengantuk.

"Gamau! Lo pikir cukup sama pelukan doang bisa bikin lo sembuh? Nanti yang ada lo nularin panasnya ke gue!" oke, Bricia sekarang harus mengatupkan bibirnya yang selalu ngegas itu karena dilihatnya Romero mulai menitikan air matanya lagi dengan dada naik turun.
"Uluh-uluh sini tayang Cia peluk yang erat, jangan nangis dong masa cengeng banget jadi cowok."

Buru-buru Bricia naik dan membujuk anak laki-laki itu, Romero segera merangsek masuk kedalam pelukan hangatnya.
"Hangat... Bricia jangan benci Romero... Rome cuman butuh pelukan Bricia nanti juga sembuh, jangan lo-gue lo-gue lagi. Harus aku-kamu manggilnya."

"Ribet lo bayi setan!"

"Tuhkan! Bricia nakal... Rome nangis lagi aja yang kenceng!" teriaknya sebelum Bricia menutup bibir anak itu dengan senyuman tertekan.

"Becanda tayangku... Udah-udah ya sekarang istirahat dulu jangan tantrum terus," diusap nya punggung Romero juga rambut lembut dan harum anak itu.

"Huum... Cia juga tidur sama Rome mulai sekarang diatas kasur, gaboleh nolak," gumamnya mendusel manja mencari kehangatan dileher Bricia, bahkan satu kakinya sudah menindih tubuh gadis itu. "Rome suka Cia... Cia juga harus suka Romero."

Ingin sekali Bricia mengsleding kepala anak ini, diremas nya rambut Romero diam-diam.
"Gamau lo cengeng, tukang ngadu. Dan jahat."

Wajah Romero terangkat seketika, Bricia ingin meledakan tawanya melihat wajah pucat serta jejak air mata pria itu.
"Rome gabakal cengeng lagi janji, gak bakal ngadu juga dan gak bakal jahatin Cia janji!"

Kelingkingnya terangkat, tapi wajah Bricia mendatar seketika.
Iya sekarang aja lo janji-janji kaya gini, nanti tetep aja lo yang bakal bunuh gue dengan sadis.

Raut wajah Romero menyendu menurunkan kembali kelingkingnya.
"Bricia gak percaya ya sama Rome... Memang, seperti apa tipe ideal Bricia?"

"Masih kecil jangan bahas--"

Bricia's world Where stories live. Discover now