Bricia 23🔮

22.5K 2.3K 297
                                    

H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮

●○●○●○●○






"Suntik aja dok ni anak emang perlu dikasih obat bius biar gak banyak tingkah!"

Romero bersedekap dada menatap angkuh Renata yang kini terduduk di brangkar rumah sakit dengan seorang dokter perempuan mengobati luka di lutut gadis itu yang tak seberapa.

"Bacot! ngedumel terus lo daritadi kalo nolong itu yang ikhlas! kalau bukan karena mobil tadi yang nyerempet gue yang jelas-jelas jalan biasa di tepi mungkin gue gaakan berakhir disini!" dengus Renata meringis saat dokter mengoleskan obat merah keatas lututnya.

"Baiklah, ini hanya luka kecil yang telah saya berikan obat juga perban, kalau begitu sepertinya tugas saya selesai. Saya permisi ya," kata dokter tersebut mulai beranjak pergi sembari menggeleng pelan, "Dasar remaja bucin."

Sekarang tinggalah Renata dan Romero diruangan serba putih tersebut, pria itu menarik kursi dan duduk disamping Renata yang tampak meringis meniupi luka perihnya, "Masih sakit? gue udah telfon Zaflan supaya dia kesini dan temenin lo."

"Ck, lo tau kan gue sama Zaflan itu udah putus. Paling dia gaakan kesini," Renata memutar malas bola matanya, ia melirik Romero dan dengan gemas menyisir rambut depan pria itu yang menghalangi wajahnya sendiri, "Kesel gue lihat lo kek jamet gini, tapi tetep ganteng ko dan karena gue udah muji lo gimana kalau lo bayar uang perawatan gue."

Ditepis nya tangan Renata, "Zaflan mutusin lo mungkin karena sikap lo yang matre ini."

"Oh, iya dong. Gue cewek bro! gue butuh duit banyak buat perawatan tubuh gue sendiri!" jawab Renata berkata dengan tegas, melihat Romero yang memeletkan lidahnya seakan mengejek gadis itu segera menyentuhnya hingga Romero mengatup bibirnya rapat, "Gue serius karena kebutuhan cewek itu lebih banyak daripada cowok. Btw gue cantik kan?"

Renata berkedip-kedip menyampirkan helaian rambut depannya ke belakang telinga, Romero menyipitkan matanya dengan kedua jemari disatukan dan menyimpannya dibawah dagu seakan meneliti wajah Renata, pacar dari sahabatnya itu, "Lo gak buruk-buruk amat ko, standar lah."

"Standar? mata lo katarak mungkin, gue cantik gini bahkan dua teman lo aja gue tolak," jawab Renata tersenyum miring dengan menghempaskan rambut terikat nya kebelakang memamerkan dirinya pada Romero, sembari meniup kuku jarinya ia ber celetuk, "Dan mungkin setelah gue putus sama Zaflan lo yang bakal gue dapetin."

"Dih, pede gila lo!" walaupun Renata ini terbilang sangat cantik dan dewasa Romero tidak memiliki perasaan apapun padanya bahkan saat melihat Renata hampir tertabrak tadi dirinya segera bergegas menyelamatkan dan mengantarkannya ke rumah sakit yang lumayan jauh.

Semua itu dia lakukan murni karena mereka sudah kenal lama dan Renata ini adalah kekasih dari sahabatnya, meski tak dipungkiri ia tak suka karena sikap matre nya.

Pintu terbuka oleh kedatangan Zaflan, pria itu mendatarkan wajahnya menatap Romero, "Sejak kapan lo disini?"

Mereka menoleh cepat, Romero melihat jam tangannya, "Sejak tiga jam yang lalu, cewek lo ini nyusahin gue."

"Ralat ya, udah putus!" jambakan diberikan Renata di rambut Romero lalu beralih memutar bola matanya malas pada Zaflan, "Ngapain lo kesini? gue gak minta lo buat nemenin gue, gue cuman mau sama Romero."

Zaflan terdiam memalingkan wajahnya, sejujurnya ia rela menerobos hujan hanya untuk menghampiri dan melihat keadaan Renata disini.

Lama mereka terdiam sampai Renata mengerutkan alis bertanya pada Romero, "Kebetulan banget tadi lo di taman juga, ngapain lo disana?"

Bricia's world Where stories live. Discover now