26. Dunia Bukan Tempat Keadilan Berada.

Mulai dari awal
                                    

Candra memandang kosong Naren, mengumumkan satu kalimat yang sama, “Tega, tega sekali renggut nyawa Aa'nya Candra.”

Naren semakin gemetar, tangannya tergenggam erat di samping tubuhnya, matanya perlahan beralih pada Malik dan Jendral.

Yang menggantikan ia masuk ke dalam jeruji besi.

Naren dengan bibir bergetar hendak melontarkan kata, namun Jendral dengan cepat menyela, “Selamat. Selamat terbang bebas, Na. Ini adalah bentuk kasih sayang terakhir saya untuk kamu.”

Lalu Malik melempar ponselnya pada Naren, benar-benar menunjukan ketidaksediaannya atas jarak yang dekat dengan sang adik.

“Buka aja, pake seluruh uang yang ada. Rumah, uang, semua yang saya berikan saat ini adalah hak kamu. Hukuman saya juga Jendral adalah penebusan dosa kami pada Hanif, juga bentuk tanggung jawab terakhir sebelum saya melepas kamu, Naren.” Naren mendengar seksama, dengan kepala menggeleng keras, juga air mata yang deras.

“Setelah ini, tidak ada lagi kamu dalam hidup saya, jadi tolong, balas jasa saya selama ini dengan satu hal, tetap hidup, Na.”

Naren semakin bergetar, berpikir apakah Malik memilih meninggalkan dirinya setelah semua ini? Apakah malik masih menyayangi dirinya?

Dan itu di jawab dengan satu hal, “Jangan mati. Kematian terlalu mudah untuk pendosa seperti kamu.”

“Hiduplah sendiri, jangan mati, dan rasakan bagaimana hukuman yang sesungguhnya, Naren.” Jendral turut menimpali.

“Cukup. Kalian berdua ikut saya.” Polisi penjaga sidang itu datang dan berkata demikian.

Keduanya membawa Jendral dan Malik yang menyerahkan diri tanpa berontakan.

Candra menangis kecil dan melambai pada kedua kakaknya, “Adek tunggu pulangnya ya, Mas, Bang!”

Jendral dan Malik tersenyum pada ketiga orang yang akan mereka tinggalkan sementara. Lalu memberi tatapan datar pada satu orang yang sudah tak sudi lagi mereka anggap sebagai keluarga.

“MAS! ABANG!! ENGGAK! NAREN MOHON AMPUN!” Naren berlari ke arah keduanya, walau harus di tahan orang polisi yang tersisa di luar pintu persidangan.

“Mohon tenang, tersangka sudah harus menjalani hukumannya.” Naren menggeleng keras, lalu menatap petugas negara itu dalam-dalam, “Saya! Saya pelakunya, Pak!”

Polisi itu tak bereaksi banysk selain memandang Naren kasihan, Naren sendiri sudah frustasi, berharap orang di depannya percaya pada perkataannya.

“MAS, ABANG! BALIK! BALIK! AKU MAU JALANI SENDIRI, AKU MAU TANGGUNG JAWAB, TAPI JANGAN PERGI!”

Naren terduduk lemas, kala kedua kakaknya sudah hilang dalam pandangan. Bibirnya bergetar hebat dengan isakan yang semakin keras. Ia memandang tiga orang yang memandangnya penuh dendam.

“Ampun. Ampuni aku, tolong. Tolong ...” Naren merangkak mendekat, namun ketiganya mundur bersamaan.

”Jangan seperti ini, tolong .., jangan...”

Aji menunjuk kunci yang tadi terlempar, “Pulang. Itu udah jadi rumah lo. Kalau lo mau mohon ampun, tolong hidup. Hidup sampai kami bisa lupain semuanya.”

Naren mengeleng dan terisak keras.

“Nggak ada cara lain. Kami sudah memilih seperti ini, dan jika kamu tau diri, turuti saja. Rasa sakitnya tak sebanding dengan milik Hanif, kan?” Reihan berucap dan menatapnya dingin, membuat Naren tanpa sadar mengangguk.

“Iya, tidak sesakit milik Hanifku.” gumam Naren yang langsung di teriaki oleh Candra, ”Bukan milikmu! Aa' pasti tidak sudi menjadi saudaramu, setan!”

Ketiganya bergandengan tangan, meninggalkan Naren yang masih bersimpuh sendirian.

Ketiganya mencoba tersenyum, lalu benar-benar pergi tanpa satu kata sayang untuk Naren yang sudah kehilangan.

Naren mendengarkan semuanya, mencerna semuanya, dan mencoba menerima bahwa ini bukanlah mimpi semata.

Dan pada akhirnya, hanya ada ia yang mengambil kunci rumah dengan tangan bergetar hebat. Membayangkan betapa sepinya rumah hasil kerja keras sang kakak pertama.

Kalian ingin tahu mengapa Tuhan menciptakan akhirat?

Sebab selain dunia hanyalah tempat fana, ia juga bukan tempatnya keadilan.

Dunia tidak pernah punya keadilan, oleh karena itu akhirat diciptakan.

Jadi Naren. Kamu sudah di buang, mereka tak lagi sudi menatapmu.

Namun satu hal yang harus kamu tahu.

Hukuman mereka hanyalah awal dimana penderitaan penuh penyesalan milikmu dimulai.

Hukuman mereka, tak sebanding dengan balasan yang sudah Tuhan siapkan nantinya.

Jadi Naren, hiduplah, walaupun akan penuh dengan sengsara.

End.

.
.
.

Sudah ending cintaa. Terimakasih ya sudah menemani kisah ini sampai selesai. Tolong tinggalkan banyak pesan disini agar El lebih baik lagi dalam menulis buku lainnya.

Boleh berpesan juga untuk mereka?

1. Malik.

2. Jendral.

3. Reihan.

4. Hanif.

5. Naren.

6. Candra.

7. Aji.

8. Yang lainnya?

•••

See u di beberapa extra chap dan see u on another story.

Kalian sudah mampir ke Paramarta, belum? Atau ke Laksamana?

Sepertinya ini cukup, terimakasih yaa semuaa.

23 April 2024.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

How He Died?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang