Sang ibu menatap Riku dengan pandangan yang tidak pernah Riku sukai. Entahlah, mata ibunya yang terlihat jernih itu selalu menjadi kelemahan bagi Riku. Dan seperti yang sudah diketahui, laki-laki itu benci menjadi lemah. Sehingga ketika ibunya memandanginya, Riku dengan tega mengabaikan pandangan itu dan memilih untuk melihat ke arah lain.

"Dia juga anak ibu, Riku."

"Dia memang anak ibu, tapi dia bukan kakakku," tegas Riku.

Sang ibu tidak mengatakan apapun lagi. Anak bungsunya itu memang keras dan berpendirian kuat. Ia akan terus memegang apa yang sudah ia lontarkan kuat-kuat. Riku itu jarang memungut kembali apa yang sudah ia ucapkan. Hanya satu kali dia melakukan itu, dan itu adalah ucapannya tentang Ayana.

Anak itu hanya membabat pendiriannya tentang hubungan antara dirinya dan Ayana yang hanya sebatas bisnis tanpa perasaan. Karena pada akhirnya, pesona gadis itu menarik Riku terlalu kuat.

Jadilah ibu hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Kemudian ia bangkit dari duduknya, membuat Riku turut bangkit untuk mengantar sang ibu hingga ke depan ruangan.

"Sampaikan salam ibu pada calon mertuamu. Bilang, maaf karena ibu tidak sempat menemui mereka lebih dulu."

Riku hanya mengangguk menanggapi pesan ibunya itu. Sang ibu kemudian bergerak untuk memberikan usapan penuh sayang di pipi anaknya. Ia tatap lekat-lekat wajah anak bungsunya itu.

"Sering-sering lah pulang dan mengunjungi ibu, Nak. Karena cuma kamu anak ibu yang tersisa di samping ibu."

Riku menatap ibunya sesaat hanya untuk menyadari bahwa kerutan-kerutan di wajah sang ibu mulai nampak jelas. Tanda bahwa ibunya tidak lagi muda terkadang membuat Riku tertindih kenyataan. Kenyataan bahwa selama hidupnya ia belum benar-benar bisa membahagiakan ibunya.

"Iya, nanti Riku akan pulang jika Ayana sudah sadarkan diri."

Sang ibu mengangguk. Dikecupnya kedua pipi anak bungsunya itu, lalu ia bubuhkan pula pelukan di sana. Sebelum pamit pada sang anak untuk kembali pulang.

"Kalau begitu ibu pulang dulu, ya?"

Riku mengangguk. Ia lepaskan pelukan sang ibu dari tubuhnya. Dan sebelum sang ibu benar-benar pergi, Riku turut membubuhkan kecupan singkat di kening sang ibu. Dengan lembutnya ia meminta sang ibu untuk berhati-hati di perjalanan.

Ditatapnya punggung sang ibu yang mulai menjauh darinya. Senyum kecil yang begitu tulus nampak terukir di bibir Riku. Ia selalu senang jika habis bertemu dengan ibunya. Satu-satunya wanita yang akan selalu Riku agung-agungkan sepanjang hidupnya. Dan, salah satu wanita yang akan dia jaga seumur hidupnya, selain Ayana.

Setelah tidak tampak lagi sosok sang ibu yang sudah ditelan perpotongan lorong, barulah Riku hendak kembali ke dalam ruangan. Namun, baru saja ia balikkan tubuhnya, dari ujung matanya Riku dapat melihat seorang laki-laki yang berdiri mematung tak jauh darinya.

Laki-laki yang tidak lain adalah Yuta itu nampak membeku di tempatnya berdiri. Pandangannya bergerak pelan untuk mengarah pada Riku yang turut memandangnya dingin. Ada setitik air mata yang jatuh dari pelupuknya tepat ketika Riku tersenyum sinis ke padanya.

"Anak sialan."

Hanya itu yang Riku katakan dengan jelas sebelum akhirnya benar-benar masuk ke dalam ruang rawat. Membiarkan Yuta yang ia yakin mendengar umpatannya itu membatu di sana.

Ia biarkan 'kakak'-nya itu berdiri dengan kaki yang sebenarnya sudah lemas. Ada begitu banyak rindu yang tertahan di dalam diri laki-laki itu pada ibunya. Melihat wajah tua itu selama beberapa detik saja berhasil menjadikan Yuta sebagai laki-laki paling ringkih saat ini.

Ia juga ingin dipeluk ibunya, diberikan kecupan hangat yang dahulu pernah ia rasakan sekilas. Sebelum akhirnya ia memilih keluar dari kediaman Maeda hanya untuk membuat ibunya terbebas dari masalah.

Karena Yuta itu sangat tahu diri. Bahwa dirinya adalah awal dari kehancuran hidup yang ibunya rasakan selama ini. Karena kehadirannya yang tiba-tiba, keluarga kecil yang bahagia milik ibunya hancur seketika.

Dan dalam sunyinya lorong rumah sakit yang dingin. Untuk kesekian kalinya, Yuta melirihkan ribuan maaf. Entah pada siapa, yang jelas ia terus membisikkan kata maaf pada angin yang berlalu dengan harapan bahwa permintaan maafnya akan sampai., setidaknya satu kali saja pada ibunya.

"Maafkan Yuta, Ibu. Semoga sekarang ibu selalu bahagia, ya," harapnya dalam kelirihan tanpa pernah tahu bahwa pada kenyataannya, sang ibu tidak pernah bahagia.

Karena harapan yang diinginkan ibunya adalah hidup yang baik bersama kedua putranya, bukan hanya salah satunya.

















Karena harapan yang diinginkan ibunya adalah hidup yang baik bersama kedua putranya, bukan hanya salah satunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MAEDA'S FAMILY (+ Nakamoto Yuta)
beberapa tahun yang lalu.

Blind StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang