52 - Memory Loss

14.8K 1.8K 461
                                    

Selamat sore╰( ͡° ͜ʖ ͡° )つ──☆*:・

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat sore╰( ͡° ͜ʖ ͡° )つ──☆*:・

enjoy~

***

Pagi ini suasana di ruang rawat inap Ziel terlihat ramai, semua anggota keluarga dan teman kelasnya dan sahabat Zergan sedang berkumpul untuk membesuk si kecil.

Ziel sendiri sudah bisa diajak berinteraksi namun dibatasi karena saat seseorang mendekat bungsu Dominic itu pasti langsung memeluk erat dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Hendrick yang saat ini memangkunya. Ziel akan berbicara jika sang daddy berhasil meyakinkan dirinya jika yang bersangkutan adalah orang baik.

Seperti saat ini setelah dirasa si kecil merasa aman dan tidak takut, Ruby, Kimberly dan Danielle berjalan mendekat dan duduk di kursi sebelah electric medical bed.

"Halo bayi!" Sapa ketiganya.

Ziel menoleh dengan ragu-ragu, "H-halo.."

Bungsu Dominic itu mendongak, melihat ke arah sang daddy yang dibalas senyuman membuat Ziel mengangguk namun tak lama si kecil mengucapkan protes yang membuat Hendrick dan 3 remaja perempuan yang berada di dekatnya tergelak.

"T-tapi adek bukan bayi.."

Jawaban Ziel membuat semua yang sedari tadi menyimak tersenyum gemas, oh apakah sebentar lagi si kecil akan kembali cerewet seperti semula?

cup

"Bayi, bayinya daddy." Ujar Hendrick sambil mencium surai bungsunya.

Ziel menggeleng masih kekeh mengatakan jika dia bukanlah bayi, "Bukan.."

"Jika bukan bayi lalu apa sayang?" Tanya Zelda sambil mendekat dengan membawa semangkuk bubur, menu sarapan untuk si kecil.

Bungsu Dominic itu tampak berpikir dan lagi-lagi menoleh ke arah sang daddy, meminta jawaban karena merasa bingung harus mengatakan apa.

"Bayi." Jawaban Hendrick membuat bungsunya mencebikkan bibir, Ziel terlihat memalingkan wajah tak mau menatap daddynya.

"Bayinya daddy merajuk, hm?" Ucap Hendrick sambil mengelus gemas pipi mochi sang anak dari samping.

"H-hiks bukan b-bayi.."

Suara tangisan itu seketika membuat semuanya menjadi panik dan kalang kabut, kondisi Ziel masih jauh dari kata stabil, menangis seperti ini ditakutkan akan membuatnya kembali sesak dan kesulitan untuk bernapas.

plak!

Henry langsung mendekat dan memukul bagian belakang kepala sang adik, pria itu menatap sinis Hendrick.

"Baby masih sangat sensitif, berhenti menjahilinya, дурак."

Henry langsung mengambil alih Ziel, menggendongnya dengan pelan lalu menimang si kecil agar berhenti menangis. Begitu pula sang istri, Zelda menangkup wajah kecil Ziel membersihkan air mata yang mengalir di kedua pipi sang anak dengan hati-hati takut mengenai luka yang ada di sana.

Ziel Alexander DominicWhere stories live. Discover now